Pada pertengahan Juli tahun ini, seorang penyintas, melalui LBH APIK, mengirimkan surat keberatan kepada kami. Isinya keberatan terhadap sebagian isi dari artikel “Kekerasan Seksual di Lingkup NGO: Dianggap Merusak Gerakan, Diselesaikan Pakai Cara Kepolisian”, yang ditulis oleh tim Project Multatuli.
Setelah kami telusuri poin-poin keberatan penyintas, kami mengakui melakukan beberapa kesalahan, yang pada dasarnya adalah pelanggaran atas komitmen kami sendiri untuk mengedepankan hak dan kesejahteraan penyintas di setiap artikel kami yang melibatkan kasus kekerasan seksual.
Kami bersalah telah:
- Memuat pernyataan narasumber yang menceritakan rincian kasus seorang penyintas tanpa seizin penyintas.
- Tidak memverifikasi pernyataan narasumber sehingga kami menerbitkan informasi yang kurang tepat mengenai kasus kekerasan seksual tersebut.
Untuk itu, kami meminta maaf dan kami menyampaikan penyesalan mendalam kepada penyintas atas kesalahan kami yang telah menimbulkan dampak buruk kepada penyintas.
Kami memahami keberatan penyintas dan menerima permintaan-permintaan penyintas yang telah kami sepakati dalam surat perjanjian antara penyintas dan Pemimpin Umum Evi Mariani pada 11 Agustus 2022.
Dalam perjanjian tersebut, Project Multatuli menerima permintaan penyintas untuk menghapus salah informasi di dalam artikel, memuat permintaan maaf publik kepada penyintas, dan menanggung pemulihan penyintas dengan membayar biaya konseling psikologis penyintas.
Kami juga meminta maaf kepada pembaca; akibat kelalaian kami, pembaca mendapatkan informasi yang kurang tepat.
Kejadian ini menjadi pelajaran bagi Project Multatuli untuk lebih memperhatikan hak dan perlindungan penyintas dalam karya jurnalistik kami ke depan.