Seorang Pengemudi Ojol Mencari Keadilan: Perkara Batang Pohon Penyebab Kematian dan Spare Part Motor yang Hilang

Mawa Kresna
10 menit
Ilustrasi kecelakaan tunggal. (Project M/Herra Frimawati)

Pramono mungkin adalah satu dari sekian banyak orang kecil yang kebingungan menghadapi masalah sederhana namun pelik. Misalnya sekadar untuk mencari siapa yang bertanggung jawab jika seseorang mati karena batang pohon yang tumbang di jalan? Siapa yang bertanggung jawab jika barang bukti hilang di kantor polisi? Peristiwa macam itu biasanya disederhanakan dengan kata ‘apes’ sebagai kenyataan pahit bahwa tak ada yang mau bertanggung jawab.


SETELAH memastikan tempat pertemuan sore itu (4 April 2023), Pramono Agung Sadewo segera meluncur dari Darmawangsa menuju jl. Madrasah, ke sebuah warung kopi. Begitu sampai ia menelepon seorang jurnalis yang janjian dengannya.

“Mas, di sebelah mana, ya?”

Suara Pram yang cukup kencang bisa terdengar dari warung kopi meski ia masih di depan warung. Ia melambaikan tangan, setelah melihat kami. Ia terlihat berkeringat, karena cuaca Jakarta masih menyengat sore itu.

Ia bergegas masuk lalu menyapa kami, mengenalkan diri, lalu duduk, mengeluarkan sebotol air minum kemasan, melepas jaketnya, menarik buff dari lehernya, menggerai rambut gondrongnya yang lepek, lalu mengikatnya lagi.

“Maaf, ya, Mas jadi nunggu, tadi masih ada customer. Maklumlah,” katanya, lalu melirik menu. “Kalau di kafe-kafe gini mahal ya minum kopi,” lanjutnya mengomentari segelas kopi susu seharga Rp35 ribu.

Setelah basa-basi sekejap, ia mengutarakan maksudnya mengajak jurnalis Project Multatuli bertemu. “Jujur saja, saya sudah pusing harus gimana? Mau main alus, ya saya ladeni kalau maunya begitu.”

Sudah lebih dari setahun ini ia punya masalah yang ia sendiri kesulitan memahaminya dan menyelesaikannya. Ia ragu tapi meyakinkan diri bahwa polisi dan pemerintah harus bertanggung jawab atas kematian adiknya dan hilangnya spare part dan mesin sepeda motor milik adiknya.

***

Kisah itu bermula pada peristiwa 11 September 2021.

Hari berakhir ditandai terbenamnya matahari, tapi Pram belum juga istirahat dari narik ojol. Ia masih menerobos kemacetan Ibu Kota Jakarta pada malam hari mengantar pelanggan. Setelah perjalanan selesai, ia mematikan aplikasinya supaya tak ada orderan lagi. Ia beristirahat di warung kopi, tempat biasa ia mangkal bersama para pengemudi ojol lain. Sembari menunggu pesanan kopi, ia melamun ditemani alunan musik dari earphone. Alunan musik harus terhenti karena seseorang menelepon.

“Pram, adikmu kecelakaan di Jalan Mertoyudan,” ucap seseorang sambil menahan tangis dari balik telepon.

Kabar itu membuatnya kaget. Ia sempat terdiam, bingung, dan tidak bisa berkata-kata. Dalam benaknya, ada banyak pertanyaan. Misalnya “Bagaimana keadaannya?” “Mengapa nada bicaranya begitu pelan?” dan lainnya. Akan tetapi, pertanyaan itu tak terucap sampai sambungan telepon diakhiri.

Di tengah kebingungan, notifikasi grup WhatsApp keluarga menjadi ramai dan beredar kabar dukacita dan beredarnya link video amatir dari Instagram yang menunjukan kondisi setelah kecelakaan yang dialami adiknya, Bobby Noorcahyo Tanjung.

Menurut keterangan polisi, Bobby kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor RX King di jalan Magelang – Purworejo. Bobby melaju dengan kecepatan sedang, menabrak ranting pohon di jalan sehingga jatuh. Bobby sempat dilarikan ke rumah sakit, kemudian meninggal dalam perjalanan.

Mendengar kematian Bobby, Pram bergegas meninggalkan Jakarta menuju Semarang untuk mengikuti proses pemakaman sang adik. Bobby selama ini tinggal di Magelang, tapi keluarga memutuskan Bobby dimakamkan di Semarang, kampung halamannya.

Setelah selesai dengan segala proses upacara, Pram dimintai tolong oleh istri Bobby untuk mengurus klaim asuransi dan motor Bobby dijadikan barang bukti oleh Polres Magelang.

Dalam proses mengurus asuransi itu, ia menemukan hal-hal yang menurutnya janggal. Misalnya, dalam Surat Keterangan Kecelakaan Lalu Lintas yang ia terima dari polisi, kecelakaan diakibatkan ranting pohon yang jatuh di jalan.

“Adik saya itu dulu pembalap, trek-trekan, kok bisa ranting bikin jatuh sampai meninggal? Almarhum adik saya itu disekolahkan balap di sirkuit Tawang.”

Seandainya ranting pohon yang jatuh di jalan, Pram pun mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas pohon-pohon di sepanjang jalan dan kebersihan jalan? “Kalau ada pohon jatuh di jalan, siapa yang tanggung jawab? Dinas mana? Kan itu pemerintah yang punya. Kalau ada yang meninggal karena pohon jatuh di jalan, siapa yang tanggung jawab?”

Segala keganjilan itu ia pendam dalam hati, sebab saat itu yang terpenting adalah segala berkas administrasi untuk mengurus asuransi bisa selesai segera. Ia pun dengan berat hati menandatangani surat-surat yang disodorkan polisi, salah satunya surat pernyataan yang ditandatangani Pram tanggal 27 Oktober 2021 yang menyebutkan:

Telah menerima kecelakaan lalu lintas tersebut merupakan musibah dan tidak akan mempermasalahkan lagi secara hukum di kemudian hari dan tidak akan menuntut pihak manapun juga dan apabila di kemudian hari timbul permasalahan sepenuhnya merupakan tanggung jawab kami.

Merelakan kepergian adiknya tidak mudah, apalagi harus memikir nasib istri dan anak yang ditinggalkan Bobby. Tidak selesai di situ, kesabaran Pram kembali diuji ketika hendak mengambil sepeda motor RX King yang menjadi barang bukti polisi.

Ia mendapati sepeda motor kesayangan adiknya itu sudah dipreteli dan sejumlah spare part motor hilang. Beberapa yang hilang di antaranya silinder head, silinder block, manipol, handle rem, mesin, gas spontan, karburator, hingga knalpot motor. Padahal semula motor itu masih lengkap saat Pram pertama kali datang ke Polres Magelang pada 20 September 2021 untuk meminta surat keterangan.

“Ada maling di kantor polisi, barang bukti dipreteli. Mesin motornya hilang! Edan nggak?” kata Pram.

Ilustrasi pencurian di kantor polisi. (Project M/Herra Frimawati)

Dia lantas meminta bantuan tetangganya, pensiunan anggota kepolisian. Bagaimana bisa dalam jangka waktu lima hari motor yang semula dalam kondisi lengkap dan yang berada di dalam pengawasan polisi, bisa dipreteli hingga sebagian mesin motor menghilang? Namun, ia tak mendapat jawaban yang memuaskan dari tetangganya.

Ia menanyakan perihal hilangnya spare part RX King itu ke petugas piket di Polres Magelang, tapi tidak mendapatkan jawaban yang tegas. Setelah 30 hari berlalu tanpa ada informasi dan perkembangan lebih lanjut dari Satlantas Polres Magelang terkait hilangnya spare part, Pram mengirimkan surat kepada Kapolres Magelang pada 25 Oktober 2021 untuk mengklarifikasi kehilangan itu.

Pada saat yang sama, ia teringat bahwa di negara ini ada Ombudsman sebagai lembaga pengawas. Ia membuka laman website ombudsman.go.id dan membaca visi lembaga tersebut: Lembaga Pengawas yang Efektif, Dipercaya, dan Berkeadilan guna Mewujudkan Pelayanan Publik yang Berkualitas. Ia melihat secercah harapan keadilan baginya.

Berbekal informasi tata cara pengaduan yang ia dapatkan dari laman tersebut, Pram segera mengajukan pengaduan.

***

“Ini ceritanya kayak lagunya Iwan Fals, judulnya ‘Kisah Sepeda Motorku’. Pernah dengar nggak?” kata Pram sembari melinting rokok.

“Itu lagu… anak-anak muda sekarang nggak pada tahu, ya. Cerita persis kayak cerita saya ini, nanti saya kirim videonya,” ujar Pram setelah melihat kami menggeleng.

Dalam lagu itu, Iwan Fals bercerita tentang sepeda motornya yang hilang, lantas melapor ke polisi. Sebulan kemudian, kembali ke kantor polisi untuk menanyakan perkembangan, di sana malah menemukan sepeda motornya terparkir di garasi kantor polisi dengan kondisi sudah dipreteli.

Sudah tak beraki

Sudah tak berlampu

Tutup tengki hilang

Kaca spion kok melayang

Pram cuma bisa senyum kecut mengingat kejadian itu.

Saat kembali ke Jakarta, ia berharap bisa melupakan kejadian itu dan ikhlas begitu saja, tapi tidak semudah itu. Hatinya masih belum menerima kematian Bobby dan hilangnya spare part RX King itu.

Sembari menjalani hari-harinya sebagai pengemudi ojol, Pram menunggu kabar baik dari Jawa Tengah. “Ini main alus aja,” begitu ujarnya.

Pram mengibaratkan dirinya sedang berperang melawan kekuasaan yang tidak adil yang tidak kasat mata. Ia harus pelan-pelan melawan, menyusun strategi yang tepat, menggaet sekutu yang bisa membantu, dan pada saat yang tepat, ia akan mengajukan gugatan hukum.

Ia ingin memberi pelajaran kepada “oknum-oknum” pemerintah yang tidak bekerja dengan baik membersihkan pohon tumbang di jalan yang bikin adiknya meninggal, dan polisi yang tidak becus menjaga barang bukti padahal berada di tempat yang seharusnya paling aman.

Ia pernah menemui seorang wartawan senior di Jawa Tengah untuk membantu menaikkan peristiwa yang menimpanya, tapi tidak berjalan lancar karena ia tak mungkin bolak-balik Jakarta-Semarang. Ia bukan orang berduit yang mudah mengeluarkan kocek untuk bepergian.

Di Jakarta, ia tak tinggal diam. Ia melaporkan kejadian ini ke Komnas HAM, dan sudah berkali-kali menanyakan apakah laporannya sudah diterima oleh Komnas HAM, tapi tidak ada jawaban. Ia meyakini kematian adiknya karena batang pohon yang tumbang dan pencurian spare part di kantor polisi adalah pelanggaran HAM.

“Itu, kan, kelalaian pemerintah dan aparat, jadi ini pelanggaran HAM,” katanya.

Saya menjelaskan kepada Pram bahwa nyaris tidak ada kemungkinan kasus itu akan ditindaklanjuti oleh Komnas HAM karena itu bukan ranah kerja mereka. Namun, Pram tetap bersikukuh. “Kalau bukan Komnas HAM, terus siapa yang bisa bantuin saya?”

Terakhir ia mengadu ke LBH Jakarta, tapi LBH Jakarta meminta Pram melapor ke LBH Yogyakarta karena wilayah peristiwa itu masuk wilayah kerja LBH Yogyakarta.

“Menurut Mas, saya harus gimana? Gimana caranya supaya saya bisa menggugat mereka-mereka ini?” kata Pram.

Saya menyarankan Pram melapor ke Propam atau Kompolnas.

“Saya nggak percaya sama polisi lagi. Nggak mau saya lapor ke Propam, mereka, kan, isinya polisi juga. Percuma!” Pram menanggapi usulan itu. “Bantu saya cari pengacara dong, Mas? Hotman Paris atau siapa gitu? Ada kenalan nggak?”

“Kalau mau gugat, pakai pasal apa kira-kira?” tanya saya.

Pram tak punya jawaban jelas. “Saya ini bukan orang sekolahan, nggak tahu begitu-begitu. Makanya saya minta tolong siapa yang bisa bantu.”

“Pak Pram mau apa sebenarnya?” tanya saya lagi.

“Saya cuma mau keadilan. Siapa yang bertanggung jawab batang pohon di jalan itu? Kehilangan di kepolisian, siapa yang tanggung jawab? Siapa pencurinya? Siapa yang harus tanggung jawab kerugian sakit hati keluarga kami?”

Beberapa bulan setelah laporannya ke Ombudsman perwakilan Jawa Tengah, akhirnya ia mendapatkan tanggapan. Surat dari Ombudsman tertanggal 25 Maret 2022 itu menyebutkan Ombudsman sudah meminta klarifikasi secara langsung kepada Kasat Lantas Polres Magelang dan jajarannya.

Hasil klarifikasi tersebut adalah Satlantas Polres Magelang mengupayakan pencarian spare part yang hilang, bertanggung jawab, kemudian menyampaikan komitmen untuk melakukan evaluasi pada Unit Kerja Lalu Lintas Polres Magelang, khususnya perihal pendataan, penyimpanan, dan pengawasan barang bukti kecelakaan lalu lintas.

Beberapa hari berikutnya, ia menerima surat perihal penyelesaian pengaduan dari Kasat Lantas Polres Magelang. Surat bertanggal 28 Maret 2022 itu berisikan permintaan maaf dan menjadikan kejadian ini sebagai bahan evaluasi.

Lewat surat itu, polisi juga menawarkan dua skema ganti rugi: penggantian uang Rp10 juta untuk memperbaiki sepeda motor yang dipreteli atau polisi membeli sepeda motor RX King itu dengan harga Rp15 juta. Tawaran itu resmi dikeluarkan lewat surat yang ditandatangani Kasat Lantas Polres Magelang, AKP Faris Budiman.

Pram tidak senang dengan cara polisi menyelesaikan masalah. Tawaran uang itu justru membuatnya marah. Ia merasa disuap agar masalah ini segera dilupakan dan tak diungkit lagi.

***

Obrolan kami dengan Pram hari itu berhenti selepas magrib dan Jakarta sudah mulai gelap. Pram pamit untuk melanjutkan narik ojol. Ia kembali mengenakan jaketnya, memasukan sepaket tembakau rokok lintingannya, lalu menyalami kami. Sebelum pergi, ia bilang akan memberikan kabar jika memang ada perkembangan terbaru dan mengirim semua dokumen yang ia punya selama proses mencari keadilan.

Sejak itu Pram kerap berbagi kabar dan pesan-pesan random yang menjadi kegelisahannya. Misalnya, pada 5 Mei 2023, ia mengirim tautan berita:

Survei Indikator: Tingkat Kepercayaan ke Polri Naik Jadi 73,2%

Tiga hari kemudian ia mengirim tautan berita:

Detik-detik Pengemudi Ojol Tewas Tertimpa Pohon Tumbang

Pada 31 Mei 2023, ia mengirim tangkapan layar pesan WhatsApp-nya ke Ombudsman. Isinya ia menagih kabar terbaru dari Ombudsman terkait laporannya terhadap Polres Magelang terkait barang bukti motor RX King yang dipreteli dan terhadap Pemerintah Kabupaten Magelang terkait pohon tumbang di jalan yang menyebabkan kematian.

Pada 20 Juni 2023, ia meneruskan surat file PDF “Pemberitahuan Perkembangan Pelaporan” dari Ombudsman. Surat bertanggal 12 Juni 2023 itu menerangkan bahwa Ombudsman RI perwakilan Jawa Tengah sudah meminta klarifikasi kepada Kapolres Magelang.

Poin klarifikasi itu adalah pencurian barang bukti di Polres Magelang sudah kerap terjadi, oleh karena itu Polres Magelang akan mengantisipasinya dengan memasang CCTV; ingin menyelesaikan masalah ini dengan kekeluargaan; dan penyelidikan terhadap kasus pencurian barang bukti tersebut sudah dilakukan sejak Juni 2022 tapi belum membuahkan hasil.

Pram pun diminta memberikan tanggapan dalam waktu 14 hari sejak surat tersebut diterimanya.

Ia bingung harus memberikan tanggapan seperti apa. “Ini saya harus jawab apa?” ujarnya.

Sampai melewati masa waktu yang diberikan Ombudsman, Pram tak membalas surat itu. Dari rentetan jalan buntu dari sumber bantuan yang ia datangi, Pram merasa seorang diri mencari keadilan.


Artikel ini berasal dari pengaduan Pramono Agung Sadewo ke kontak publik Project Multatuli. Redaksi kemudian mengontak Pram untuk tujuan laporan jurnalistik. Berfokus melayani masyarakat yang dipinggirkan, Project Multatuli membuka pengaduan sebagai ikhtiar kami sebagai media gerakan jurnalisme publik. Pramono juga adalah Kawan M, program membership kami yang memungkinkan pembaca bisa terlibat dalam agenda redaksi Project M.

Blue Matthew, reporter yang menulis kisah Pram, adalah mahasiswa magang dari Universitas Indonesia di Project Multatuli (April-Juni 2023).

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Mawa Kresna
10 menit