Dua anak di bawah 10 tahun bersaksi mengalami pencabulan. Mereka menyebut terduga pelaku adalah pria dewasa dan lebih dari satu orang. Sebaliknya, polisi dan jaksa mendakwa kakak korban. Berikut laporan Project Multatuli yang mendalami kasus ini sejak Februari 2023 yang terus memantaunya dan mengikuti persidangannya.
Peringatan: Artikel ini mengandung konten eksplisit kekerasan seksual.
SIDANG KASUS DUGAAN kekerasan seksual dengan korban dua anak perempuan di Kota Baubau memasuki babak akhir. Putusan hakim dijadwalkan pada 26 Oktober 2023. Sepanjang proses persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Baubau sejak 20 Juni 2023, majelis hakim telah memeriksa 22 saksi.
Majelis hakim dalam perkara ini adalah Wa Ode Sangia (ketua), Rinding Sambara, dan Rachmat SHI Lahasan. Adapun jaksa penuntut umum adalah La Ode Abdul Sofian, Yuniarti, dan Subiana.
Terdakwa adalah kakak korban. Ia dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana cabul terhadap anak.
“Kita yakin berdasarkan alat bukti yang hadir di persidangan, selain saksi di dalam berkas perkara, juga keterangan korban, ibu korban, termasuk saksi a de charge (saksi meringankan) yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Baubau Wahyu Wibowo, yang didampingi jaksa La Ode Abdul Sofian, di Kantor Kejari Baubau, 13 Oktober.
Tim kuasa hukum terdakwa menyayangkan hal tersebut. Mereka menilai jaksa penuntut umum telah mengabaikan fakta yang terungkap di dalam persidangan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 185 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) sampai dengan pasal 189 KUHAP bahwa alat bukti yang sah adalah persesuaian bukti yang satu dengan lainnya dan yang terungkap serta dinyatakan di sidang pengadilan.
“Ada banyak kejanggalan penanganan kasus yang terungkap selama proses persidangan. Jaksa tetap berpegang pada BAP (Berita Acara Pemeriksaan),” kata kuasa hukum terdakwa Aqidatul Awwami.
Menurutnya, dalil jaksa penuntut umum kontradiktif dengan fakta persidangan dan merupakan opini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis dan melenceng dari tujuan digelarnya persidangan.
Uraian-uraian dalam dalil tuntutan dan replik jaksa penuntut umum hanya mengambil fakta persidangan yang menguntungkan kepentingan jaksa dan membuang fakta persidangan yang menguntungkan terdakwa, ujar Aqidatul. Sementara ada banyak keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang terungkap di dalam persidangan tapi tidak dituangkan di dalam surat tuntutan perkara, tambahnya.
“Seharusnya jaksa penuntut umum tidak mengkonstruksikan tuntutan berdasarkan keinginannya sendiri, namun tetap merujuk kepada fakta persidangan sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat 1 KUHAP yang berbunyi ‘keterangan seorang saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan’,” bebernya.
Kami merangkum poin-poin yang dibacakan dalam tuntutan dan replik jaksa penuntut umum serta pledoi dan duplik kuasa hukum terdakwa, lalu membandingkannya dengan keterangan para saksi di persidangan yang rekamannya kami simpan. Material proses persidangan yang kami rangkum di bawah ini juga berdasarkan informasi kuasa hukum terdakwa yang mengikuti proses sidang. Kami mendapati ketidaksesuaian beberapa dalil jaksa penuntut umum dengan keterangan saksi.
Hasil Visum
Dalil Jaksa:
Surat visum et repertum tertanggal 28 Januari 2023 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. H Zamri Amin, Sp.Og, dokter yang melakukan pemeriksaan alat kelamin kedua korban di Rumah Sakit Ibu dan Anak Zafira, menunjukkan korban A (berusia di bawah 10 tahun) mengalami robekan pada selaput dara alat kelamin, yaitu selaput dara robek lama tidak teratur jam 06, 09, dan 11; sedangkan korban B (berusia di bawah 10 tahun) mengalami robekan selaput dara pada alat kelamin, yaitu selaput dara tidak utuh jam 09 dan 06.
Di dalam persidangan, dr. H Zamri Amin, Sp.Og yang dihadirkan sebagai saksi ahli, mengatakan temuan robekan pada selaput dara kemaluan kedua korban tidak mungkin disebabkan alat kelamin orang dewasa.
Yang paling memungkinkan terjadi robekan selaput dara disebabkan jari tangan orang dewasa yang masuk atau benda lain seukuran jari tangan seperti halnya pensil. Jika betul diperkosa lebih dari satu orang dewasa, sebagaimana pengakuan korban dan ibu korban, dipastikan robekan yang terjadi pada alat kelamin akan lebih luas, kata dr. Zamri Amin
Persidangan:
Dalil yang digunakan jaksa tidak sepenuhnya sesuai dengan kesaksian ahli dr. Zamri Amin. Jaksa hanya mengutip sebagian keterangan ahli. Menurut Zamri, terhadap anak usia sembilan tahun (korban B), dimungkinkan terjadinya perkosaan dengan kondisi luka demikian.
Zamri membenarkan hasil visum bahwa ada titik bekas luka sayat kecil lengan kanan atas korban A. Zamri tidak bisa memastikan luka sayat itu merupakan bekas suntikan atau bukan karena tidak melakukan pemeriksaan mendalam. Namun dalam keterangannya ia mengatakan bahwa ukuran jarum suntik berbeda-beda. Dia tidak tahu jarum suntik seperti apa yang masuk di lengan korban.
Ibu korban bersaksi kemaluan kedua korban mengalami luka menganga.
Obat Bius
Dalil Jaksa:
Pengakuan kedua korban, sebelum terjadi pencabulan, terjadi pembiusan dalam bentuk asap. Juga disuntikkan ke lengan hingga membuat korban pingsan. Setelah sadar, korban merasakan sakit pada kemaluannya. Keterangan ini diperkuat gambar botol (etil klorida) yang dihadirkan di persidangan oleh kuasa hukum terdakwa.
Fakta-fakta tersebut sama sekali tidak logis dan tidak mengandung kebenaran yang dapat diyakini, kata jaksa.
Hal ini merujuk keterangan saksi ahli dr. H Zamri Amin, Sp.Og bahwa tidak ada obat bius dalam bentuk asap. Selanjutnya, obat bius yang disuntikkan melalui lengan itu bersifat lokal dan tidak mengakibatkan orang pingsan atau hilang kesadaran.
Mengenai obat bius yang dilakukan dengan cara disemprot, kata dr. Zamri, bisa saja menyebabkan pingsan, tergantung dosis. Akan efektif bila memakai alat untuk menyungkup korban.
dr. Zamri menjelaskan etil klorida biasa digunakan dalam pembiusan, bukan obat bius sebenarnya, hanya membantu pembiusan. Penggunaannya disuntikkan melalui pembuluh darah, bukan disemprot. Membantu pembiusan artinya setelah obat bius masuk ke tubuh dan membuat pasien tertidur atau tidak sadar, kemudian etil klorida membantunya agar tidak muntah atau tidak kaku, sehingga dalam kasus medis, ia membantu untuk operasi pasien.
Etil klorida adalah obat relaksasi. Caranya, disuntikkan ke pembuluh darah. Efeknya tidak akan berbahaya. Bila disemprotkan ke wajah juga tidak berbahaya atau tidak bisa membuat pingsan. Jika disuntikkan ke lengan, tidak akan membuat pingsan.
dr. Zamri menegaskan seseorang yang dibius umum maka akan membuat orang itu hilang kesadaran dan tubuh jadi kaku, anggota tubuh tidak bisa digerakkan, alat kelamin tidak bisa dibuka karena jadi kaku. Sehingga, bila terjadi pembiusan sampai korban pingsan, justru alat kelamin tidak akan bisa masuk karena alat kelamin korban jadi kering atau menyempit.
Persidangan:
Dalil jaksa sesuai kesaksian ahli dr. Zamri. Namun ada keterangan ahli yang dilewatkan jaksa. Misalnya, dimungkinkan ada obat bius berbentuk cairan yang bisa memutih saat disemprotkan. Ada pula obat bius yang menggunakan media sapu tangan atau disemprotkan ke wajah, lalu korban disetubuhi.
Korban A bersaksi disemprotkan obat tertentu lalu disuntik sebelum mengalami perkosaan. Korban B bersaksi melihat pelaku menyemprotkan sesuatu berbentuk asap lalu pelaku memakai masker. Korban B juga bersaksi disungkup dengan kain bermotif batik yang menyebabkannya pingsan.
dr. Zamri Amin bukan saksi fakta dalam persidangan dan bukan pakar obat-obatan.
Penelusuran Tim Project Multatuli:
Kami mencari tahu efek penggunaan etil klorida. Penelitian Sohil Pothiawala dkk, “Inhaling Muscle Spray: A Rising Trend of Abuse” (World Journal of Critical Care Medicine, 2021), menerangkan etil klorida bisa disalahgunakan sebagai obat hirup untuk efek mabuk. Etil klorida disemprotkan di pakaian atau handuk, lalu asap yang menguap dihirup melalui hidung dan mulut. Obat ini menghasilkan efek kontinum tergantung dosis pemakaian. Mulai dari eksitasi (rangsangan) motorik pada konsentrasi rendah hingga depresi sistem saraf pusat, kejang, koma, bahkan henti jantung dan paru pada konsentrasi yang lebih tinggi.
Menghirup etil klorida dapat mengakibatkan perasaan mabuk, euforia, dan halusinasi. Efek akut lain termasuk pusing, kebingungan, gangguan memori jangka pendek, ataksia (kehilangan kendali atas fungsi tubuh), kurangnya koordinasi otot, dan bahkan kehilangan kesadaran.
Penelitian lain oleh Garret A. Winkler MD dkk, “Reversible Neurotoxicity Due to Excessive Use of Ethyl Chloride” (The Journal of Emergency Medicine, 2022), menerangkan dalam beberapa tahun terakhir, etil klorida populer sebagai stimulan bantuan seksual dalam komunitas LSL (laki-laki heteroseksual yang tertarik kepada perempuan sekaligus tertarik kepada laki-laki). Penggunaannya populer di kalangan LSL karena efek anestesinya saat berhubungan seks.
Etil klorida semprot dalam kemasan botol diperjualbelikan secara bebas dan online di Indonesia di berbagai lokapasar. Untuk ukuran 100 ml, per botol dijual dengan harga variatif. Mulai dari Rp100 ribu sampai Rp400 ribu.
Keterangan Korban
Dalil Jaksa:
Menurut jaksa, keterangan korban dan ibu korban tidak konsisten. Penyelidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Baubau, yakni Moelyono Santoso, Rahmiyanti Ahmad, Asriyanto, dan Hamsinar Hasibuan, dibantu anggota Unit Operasional Polres Baubau, yaitu La Baya dan Laode Yusuf, melakukan penyelidikan atas peristiwa yang dilaporkan ibu korban pada 30 Desember 2022.
Dalam proses penyelidikan itu, ibu korban membawa beberapa foto yang diduga sebagai pelaku, lalu diserahkan kepada penyelidik. Tindak lanjut penyelidikan itu dirasa belum memuaskan bagi ibu korban sehingga, pada 6 Januari 2023, ibu korban bersama kedua anaknya ke LBH HAMI. Ia melaporkan keluhannya kepada pengurus LBH HAMI, antara lain Irbi Mustafa dan Jalita Sri Rahayu. (LBH HAMI, singkatan dari Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia, adalah salah satu kantor pengacara di Baubau.)
Ibu korban menceritakan kronologi kejadian pencabulan terhadap kedua anaknya. Ibu korban menduga pelakunya adalah pria dewasa dan lebih dari satu orang di BTN tempat tinggal korban. Sebelum melakukan pencabulan, pelaku membius korban. Para pelaku melakukan pencabulan di rumah kosong BTN dan di dalam mobil. (Catatan Tim Project M: Ibu korban dan korban tidak pernah bersaksi salah satu peristiwa pencabulan terjadi di dalam mobil. Untuk cerita lebih lengkap, baca laporan perdana kami, ‘Dua Putri Saya Dicabuli’.)
Penyelidik Unit PPA Polres Baubau menindaklanjuti dengan memeriksa semua orang yang diduga sebagai pelaku sebagaimana yang disampaikan ibu korban. Namun, setelah para terduga pelaku diperiksa, tidak ditemukan fakta yang mengarah sebagai pelaku. Orang-orang tersebut diperlihatkan kepada kedua korban melalui kaca buram pintu di ruangan Reskrim Polres Baubau tapi kedua korban mengatakan bukan mereka pelakunya.
Selain itu, ada seorang yang sementara bekerja di BTN, ditunjuk oleh korban A, tapi setelah ditelusuri oleh La Baya dan Laode Yusuf ke warga tetangga di kompleks BTN, orang itu mulai bekerja sekitar dua hari pada Januari 2023. Kemudian, korban juga menunjuk terduga pelaku seorang pria bertato. Akan tetapi, setelah diperiksa penyelidik di Polres Baubau kemudian dikonfirmasi ulang kepada korban, pria bertato bukan pelaku.
Saksi Syamsiar membenarkan di persidangan mengenai peristiwa datangnya beberapa orang dari pasar ke kompleks BTN dan hendak mencari orang-orang yang disebut ibu korban sebagai terduga pelaku. Pada kesempatan itu, ibu korban menunjuk orang-orang yang sedang bekerja di BTN sambil mengambil foto memakai kamera ponsel. Setelah itu, ibu korban meminta korban A menunjuk pelaku di dalam foto-foto tersebut.
Namun, korban menunjuk dua orang dalam foto yang tidak lain adalah orang dari pasar itu, yang baru saja datang ke BTN. Peristiwa itu ditindaklanjuti La Baya dengan menemui salah satu orang itu di pasar. (Untuk satu orang dari pasar ini, kami memberi nama samaran Andi untuk memudahkan cerita.) Andi berkata bahwa korban salah menunjuk pelaku. Kedua orang yang ditunjuk korban telah diperiksa di Polres Baubau.
Saat pemeriksaan 29 Januari 2023, penyidik Rahmiyanti dan Hamsinar menanyakan kepada ibu korban terkait siapa pelaku, tapi ibu korban menjawab tidak tahu.
Pernyataan ibu korban itu bertolak belakang dengan kejadian 6 Januari 2023 saat ibu korban mendatangi kantor LBH HAMI dan menyebut para pelaku. Demikian juga saat polisi melakukan pemeriksaan tambahan pada 10 Mei 2023 , ibu korban menyebut tujuh pelaku berdasarkan kesaksian korban A saat ditanya pada 9 Januari 2023.
Bilamana ibu korban konsisten dan yakin terhadap pelaku pencabulan terhadap kedua korban, sebagaimana yang ia sampaikan di LBH HAMI dan ia dengar dari korban A pada 9 Januari 2023, semestinya ibu korban menyebut pelaku-pelaku itu pada pemeriksaan ibu korban di hadapan penyidik pada 29 Januari 2023 dengan didampingi Irbi Mustafa, pengacara kantor LBH HAMI.
Persidangan:
Selama proses penyelidikan hingga sebagian penyidikan, korban diperiksa tanpa didampingi pekerja sosial dan psikolog forensik.
Dalam proses penyidikan sebagaimana tertuang dalam BAP korban, tidak ada satu pun keterangan, baik langsung maupun tidak langsung, bahwa perbuatan cabul yang dialaminya mengarah kepada terdakwa, yakni kakak korban.
Di persidangan, korban menerangkan pelaku adalah beberapa pria dewasa.
Dalam persidangan, korban B membantah pernah ditunjukkan ataupun dipertemukan dengan para terduga pelaku.
Seorang pria dewasa yang tinggal di BTN, yang disebut korban sebagai terduga pelaku, berkata dipertemukan dengan korban dari balik kaca riben. Ia dan korban berada di dalam ruangan. Ini bertolak belakang dengan keterangan penyidik Rahmiyanti bahwa korban berada di dalam ruangan sedangkan para terduga pelaku berada di luar ruangan.
Penelusuran Tim Project Multatuli
Kami mengonfirmasi keterangan jaksa kepada Andi, pria dewasa di pasar, yang disebut dalam dalil jaksa. Andi berkata pernah ke BTN tempat tinggal ibu korban bersama tiga pria lain pada 6 Januari 2023. Ia berkata kedatangannya murni inisiatif sendiri. Ia bersama tiga pria lain itu merekam orang yang bekerja di BTN. Rekaman video itu diperlihatkan kepada korban A. Korban A menunjuk orang di video itu sebagai pelaku.
Andi juga berkata pernah diperiksa penyidik Polres Baubau menceritakan kronologi kedatangan mereka di BTN saat itu.
Ibu korban membantah dakwaan jaksa bahwa ia sengaja memanggil preman dari pasar untuk mencari terduga pelaku di BTN. Ibu korban membenarkan beberapa pria dari pasar pernah ke BTN. Pertama pada 6 Januari 2023 untuk merekam pekerja BTN. Kedua pada 9 Januari 2023.
Terkait dua terduga pelaku dalam foto di ponselnya, ibu korban membenarkan mereka dari pasar tapi bukan pria yang datang bersama Andi. Dua orang dari pasar yang difoto ibu korban itu datang ke BTN pada 9 Januari 2023 dan bertemu dengan seorang pria yang tinggal di BTN.
Ibu korban diam-diam memotret mereka. Foto itu menangkap gambar pria bertato, dua orang dari pasar, dan satu pria lain. Foto itu diperlihatkan ke korban B. Korban B membenarkan seorang pria yang tinggal di BTN adalah pelaku. Korban B juga bertanya, mengapa pria lain yang diingatnya sebagai pelaku ada di dalam foto itu? Korban A menunjuk dua orang dari pasar yang ada di foto sebagai pelaku.
Keberadaan Terdakwa
Dalil Jaksa:
Jaksa tidak meyakini kebenaran atas keterangan ibu korban dan terdakwa mengenai keberadaan dan keseharian terdakwa sepanjang bulan Desember 2022. Ibu korban dan terdakwa menjelaskan secara konsisten kepada penyelidik dan penyidik Unit PPA dan Opsnal Polres Baubau bahwa posisi terdakwa selalu menjual di pasar sejak pukul 05.00 hingga malam.
Keterangan itu bertentangan dengan keterangan saksi bernama Syamsiar bahwa terdakwa kadang berada di BTN. Seingat saksi pada 27 Desember 2022, terdakwa berada di rumah bersama korban. Sebelum itu, sekitar November 2022 dan 14-15 Desember 2022 sejak Syamsiar menetap di BTN, ia tiga kali melihat ibu korban, terdakwa, dan korban pulang ke BTN.
Demikian juga keterangan saksi tukang yang bekerja di BTN bahwa sebelum Tahun Baru 2023, ia melihat terdakwa duduk di teras rumah BTN menonton video porno di ponselnya.
Seorang pria yang tinggal di BTN berkata di persidangan, pada pertengahan Desember 2022, pernah melihat terdakwa tidak ke pasar dan duduk di depan teras dengan ponsel di tangannya. Saksi ini berkata pernah melihat terdakwa memegang tangan kedua korban dan menuntun mereka pulang ke rumah.
Saksi a de charge (saksi meringankan) bernama Jumaya berkata terdakwa dipukul sekitar tanggal 24 Desember 2022 atau menuju tanggal tua. Esok harinya saksi melihat terdakwa di pasar. Keesokannya lagi, ia berkata sudah tidak pernah melihat terdakwa di pasar. Ini menguatkan dakwaan jaksa bahwa terdakwa mencabuli korban pada 3, 12, 15, 18, dan 27 Desember 2022.
Bermodal keterangan saksi Syamsiar, seorang tukang, seorang pria yang tinggal di BTN, penyelidik La Baya dan Laode Yusuf menjemput terdakwa di pasar pada 28 Januari 2023 untuk mendalami keseharian dan keberadaan terdakwa sepanjang Desember 2022.
Keterangan terdakwa soal pernah dipukul di pasar yang menyebabkannya beberapa hari tidak menjual di pasar pada Januari 2023 merupakan penyangkalan yang tidak dapat diterima, demikian dalil jaksa. Sebab, ibu korban dan saksi Jumaya berkata bahwa kejadian itu terjadi pada Desember 2022.
Persidangan:
Saksi seorang tukang yang bekerja di BTN menerangkan tidak yakin dengan penglihatannya apakah yang ia lihat pada ponsel terdakwa adalah video atau foto porno; apakah kontennya itu perempuan atau laki-laki; apakah kontennya itu seseorang yang bertelanjang atau tidak.
Ia juga membantah tempo pemeriksaan yang keliru dalam BAP. Ia berkata tidak pernah diperiksa di malam hari. Di dalam BAP, tertulis ia diperiksa pukul 22.30. Semua pemeriksaannya dilakukan tiga kali pada siang hari. Dua kali pada Januari dan satu kali pada Februari 2023.
Saksi Syamsiar menolak beberapa poin dalam BAP. Ia berkata hanya pernah melihat terdakwa di siang hari berbelanja di kios. Namun, ia tidak bisa memastikan apakah bulan Desember 2022 atau Januari 2023.
Syamsiar juga menolak keterangan dalam BAP yang menyebut pernah melihat terdakwa duduk di teras rumah di siang hari saat korban bermain di lingkungan BTN. Ia berkata tidak pernah melihat terdakwa menyuruh korban tidur siang atau memaksa korban untuk pulang.
Saksi La Ode Yusuf, anggota Unit Operasional Polres Baubau, memeriksa terdakwa pada 28 Januari 2023. Ia berkata bertemu dengan saksi tukang yang bekerja di BTN, seorang pria yang tinggal di BTN, dan saksi Syamsiar. Keterangan ketiga orang inilah yang jadi dasar penetapan tersangka.
Itu bertentangan dengan fakta persidangan. Syamsiar berkata tidak pernah diperiksa polisi laki-laki sebelum penetapan tersangka pada Januari 2023. Ia hanya bertemu dua polisi perempuan.
Keterangan para penyidik saling bertentangan. Penyelidik Rahmiyanti menyebut gelar perkara dilakukan dua kali. Penyelidik Moelyono menyampaikan berkali-kali. Penyelidik Asrianto menyampaikan tidak tahu dan tidak pernah ikut gelar perkara.
Rahmiyanti menyebut gelar perkara pertama dilakukan saat penyelidikan dan gelar perkara kedua pada 28 Januari, hari yang sama penetapan tersangka.
Saksi Syamsiar berkata tidak pernah diperiksa pada 28 Januari. Ia didatangi malam hari pada tanggal itu oleh penyidik tapi menolak diperiksa karena dalam kondisi sakit. Namun, dalam BAP tertulis bahwa saksi Syamsiar diperiksa pada 28 Januari.
Dalil jaksa terkait keterangan saksi meringankan Jumaya yang mengatakan terdakwa pernah berada di rumah pada Desember 2022 bertentangan dengan fakta persidangan. Awalnya, Jumaya menerangkan terdakwa pernah tidak berjualan di pasar pada Desember 2022. Namun, ia segera mengoreksi keterangannya dan mengatakan kejadian sebenarnya pada Januari 2023.
Keterangan Jumaya sejalan keterangan saksi meringankan lainnya Jufriati yang berkata selalu melihat terdakwa berjualan di pasar sepanjang Desember 2022.
Penelusuran Tim Project Multatuli:
Kami pernah mewawancarai tiga pedagang pasar yang lapaknya berdekatan dengan ibu korban; mereka berkata melihat terdakwa setiap hari di pasar sepanjang Desember 2022. (Liputan kami sebelumnya, ‘Dua Putri Saya Dicabuli’, memuat kesaksian ibu korban bahwa dia mengetahui peristiwa yang menimpa kedua putrinya pada 24 Desember di saat musim libur sekolah. Biasanya ia mengajak anak-anaknya ke pasar. “Saya menyesal sekali kenapa di hari itu saya membiarkan anak-anak saya di rumah.”)
Penyangkalan Terdakwa atas BAP Tersangka
Dalil Jaksa:
Penyangkalan terdakwa atas pengakuannya dalam BAP tersangka sebagai pelaku, dengan alasan diancam dan dipukul oleh penyelidik Laode Yusuf dan anggota polisi lain di ruangan Opsnal Polres Baubau tanpa didampingi pengacara, adalah tidak berdasar menurut hukum, dalil jaksa.
Terdakwa memastikan yang melakukan ancaman memakai pistol adalah La Ode Yusuf yang memiliki tato di lengan. La Ode Yusuf menunjukan anggota tubuh yang dimaksud terdakwa tapi tidak ada tato di sana. Terkait pistol, terdakwa tidak pernah melihatnya melainkan hanya memperkirakan pistol berada di dalam tas selempang.
Terdakwa di persidangan, kata jaksa, mengaku sebagai pelaku pencabulan bukan karena mengalami penyiksaan dan penganiayaan, tapi karena terdakwa terbujuk dengan janji penyelidik Rahmiyanti Ahmad bahwa jika terdakwa mengakui perbuatannya, ia tidak akan masuk penjara.
Persidangan:
Terdakwa diperiksa pada 26 Januari dan 28 Januari 2023 tanpa pendampingan kuasa hukum.
Terdakwa baru bertemu kuasa hukumnya, Ahmad Edison yang ditunjuk oleh La Nuhi dari Lembaga Bantuan Hukum dan Mediasi Baubau pada 29 Januari pukul 22.00. La Nuhi adalah pengacara yang diminta penyidik untuk mendampingi tersangka.
Terdakwa tidak didampingi saat pemeriksaan. Ahmad Edison hanya datang mengambil BAP dan mendengarkan Rahmiyanti mencentang daftar pertanyaan-pertanyaan dalam pemeriksaan 28 Januari. Hasil pemeriksaan itu dicetak lalu dibawa pulang Edison untuk ditandatangani La Nuhi.
Terdakwa mengaku sebagai pelaku karena mengalami intimidasi dari La Ode Yusuf dan polisi lain di ruangan Operasional Polres Baubau pada malam 28 Januari. Ia dijanjikan dibebaskan dan dipulangkan segera apabila mengaku pelaku.
Terdakwa mengaku keliru menandai La Ode Yusuf memiliki tato karena ia kelelahan. Yang pasti menurut terdakwa, ada salah satu pria bertato di ruangan interogasi. Terdakwa tidak melihat pistol tapi salah satu polisi di dalam ruangan interogasi mengancam akan menembak terdakwa dengan gestur seperti hendak mengeluarkan pistol dari sebuah tas.
Terdakwa mengaku ditodong pisau oleh salah satu penyelidik polisi.
Barang Bukti
Dalil Jaksa:
Barang bukti yang dihadirkan berupa satu unit alat komunikasi milik terdakwa. Berdasarkan keterangan La Baya dan La Ode Yusuf, di dalam ponsel itu ditemukan video dan gambar porno. Hal itu dibenarkan terdakwa bahwa ia memperolehnya dari grup anime di aplikasi pengirim pesan.
Persidangan:
Video porno di dalam ponsel milik terdakwa diambil dari folder sampah tanpa ada berita acara pemindahan barang bukti. Video itu diunduh pada 5, 25, dan 28 Januari 2023.
Di persidangan, tidak dilakukan pengkajian oleh ahli forensik digital sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP yang dapat menilai keaslian video hingga didapatkan kesimpulan validitas video porno tersebut.
Terdakwa baru bergabung dalam grup komik dan anime pada Januari 2023. Di antaranya Dr. Stranger dan Naruto. Setiap membuka link video yang dikirimkan anggota grup, maka akan terunduh otomatis. Ada anggota grup yang kadang mengirim video porno.
Terdakwa segera menghapus video-video itu karena ponsel yang digunakannya juga digunakan adik-adiknya yang masih berusia di bawah 10 tahun.
Perbedaan Dokumen Perkara antara Hakim, Jaksa, dan Pengacara
Ada perbedaan berkas perkara yang ditemukan dalam persidangan perkara. Dalam dokumen yang dipegang majelis hakim, penetapan tersangka tertanggal 28 Januari 2023 dan sepenuhnya diketik komputer. Sedangkan dokumen berkas perkara yang dipegang jaksa dan pengacara tertanggal 29 Januari 2023 dengan tanggal dan nomor surat bertuliskan tangan.
Terdapat perbedaan tempo pemeriksaan saksi Laode Yusuf dalam BAP antara dokumen berkas perkara yang dipegang majelis hakim, jaksa, dan tim penasihat hukum. Di dalam dokumen hakim tertulis pukul 22.00 WITA, sementara di dalam dokumen jaksa dan pengacara tertulis pukul 22.30 WITA.
“Ini semakin memperkuat ada aroma permainan hukum di dalam menetapkan terdakwa sebagai tersangka pada mulanya,” kata pengacara terdakwa, Aqidatul Awwami.
Hilangnya Dua Nama dari BAP
Penasihat hukum terdakwa mengajukan bukti PH-8 berupa daftar bukti surat yang dihadirkan oleh tergugat/kuasa Polres Baubau saat perkara praperadilan.
Daftar bukti itu memuat ada berita acara wawancara dua pria dewasa yang disebut korban sebagai pelaku dalam proses penyelidikan.
Akan tetapi, berkas itu tidak disertakan dalam berkas perkara. Saksi verbal lisan ketika diperiksa dalam persidangan menerangkan dua pria dewasa itu tidak dipanggil kembali untuk kepentingan BAP dalam proses penyidikan karena keterangan keduanya tidak memiliki relevansi dengan perkara pencabulan; keduanya mengaku tidak pernah berinteraksi bersama kedua korban.
Penelusuran Tim Project Multatuli (dan diakui jaksa): salah satu pria dewasa itu ikut mengantar ibu korban dan korban melapor dugaan pencabulan ke polisi; sehingga tidak benar jika ada yang mengaku tidak pernah berinteraksi dengan kedua korban. Baca liputan kami sebelumnya, ‘Dua Putri Saya Dicabuli’.
Wawancara Jaksa: ‘Barang Bukti Satu Saja. Handphone.’
Kami mewawancarai Kepala Seksi Intelijen Kejari Baubau Wahyu Wibowo dan Jaksa Penuntut Umum La Ode Abdul Sofian di kantor Kejari Baubau pada 13 Oktober 2023.
“Barang bukti satu saja. Handphone,” kata mereka. “Di persidangan, terbukti ada video porno dan diakui terdakwa bahwa dia sering nonton video porno.”
Menurut jaksa, dalam banyak kasus, orang melakukan perbuatan itu ada sumber pengaruhnya. Dan menurutnya, menonton/membaca konten porno itu mempengaruhi terdakwa melakukan pencabulan.
Sementara mengenai dua pria dewasa yang tidak disertakan dalam BAP, jaksa berkata mereka sudah pernah diperiksa di penyelidikan. Dan memang tidak ada di dalam berkas perkara penyidikan. “Mengenai apakah itu orang-orang benar pelaku, tergantung penilaian kami,” kata jaksa.
“Saya sudah katakan, seribu orang saksi kalau tidak ada nilai keterangannya, untuk apa masuk dalam berkas perkara? Kami sudah nilai bahwa dengan saksi-saksi yang ada di dalam berkas perkara, sudah cukup meyakinkan bagi kami. Kami yakin dengan alat bukti yang hadir di persidangan. Tidak perlu semua orang harus diperiksa kalau kami sudah yakin.”
“Kalau keterangan mereka tidak ada nilainya,” tambah jaksa, “untuk apa masuk dalam berkas perkara?”
Jaksa berkata alasan menggunakan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak untuk kasus ini, bukan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang lebih mutakhir, karena dalam kasus dugaan kekerasan seksual, undang-undang lain dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan.
“Kekhususan UU TPKS itu terkait perolehan alat bukti. Di situ dijelaskan keterangan korban menjadi suatu alat bukti. Tapi bukan berarti hukum materilnya mengesampingkan undang-undang lain,” kata jaksa.
Wawancara Saksi Ahli Hukum Pidana, Ramadan Tabiu
Ramadan Tabiu, dosen hukum pidana Universitas Halu Oleo di Kendari, yang menjadi saksi ahli dalam kasus ini, berkata UU TPKS mengatur perluasan alat bukti, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan persidangan.
Mengenai penggunaan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dalam kasus ini, Tabiu menjelaskan penggunaan itu mencakup semua tindak pidana jika anak yang berkonflik dengan hukum (sebagai pelaku tindak pidana), sementara jika anak sebagai korban dan atau saksi disebut anak yang berhadapan dengan hukum.
Signifikansi UU TPKS adalah semua tindak pidana kekerasan seksual dan hukum acaranya harus tunduk pada UU TPKS, bukan tunduk pada UU SPPA. Salah satunya adalah alat bukti.
“Maka, tidak tepat jika keterangan tersangka dijadikan alat bukti. Tidak ada dalam undang-undang ataupun KUHAP yang menyatakan keterangan tersangka bisa menjadi alat bukti,” kata Tabiu.
“Dulu, hukum acara pidana kita masih diatur dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Namun, HIR tidak lagi berlaku sejak UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau dikenal KUHAP. Ketika HIR masih berlaku, pengakuan tersangka diperoleh dari penyiksaan. Itu sudah lama ditinggalkan.”
Dalam UU TPKS, alat bukti yang sah adalah pertama, alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana. Dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk, dan keterangan terdakwa.
“Mana ada keterangan tersangka bisa menjadi alat bukti. Yang ada keterangan terdakwa. Tapi, bukan dalam tahap penyidikan, melainkan dalam persidangan.”
Kedua, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Apakah menonton video porno bisa dikatakan alat bukti? Bukti elektronik itu kalau benar yang dia tonton adalah tindak pidana sesuai dengan yang dia lakukan. Misalnya, video rekaman saat dia melakukan kekerasan seksual. Dalam kasus Baubau ini, menonton konten porno tidak relevan dijadikan alat bukti. Kalau hanya menonton porno, semua orang bisa kena (dituding kriminal) itu.”
Ketiga, barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana kekerasan seksual dan/atau benda atau barang yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
Termasuk alat bukti adalah keterangan saksi, yaitu hasil pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik. Keterangan saksi dan/atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai satu alat bukti sah lainnya.
UU TPKS juga mengatur alat bukti berupa surat, yaitu surat keterangan psikolog klinis dan/atau psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa, rekam medis, hasil pemeriksaan forensik, dan/atau hasil pemeriksaan rekening bank.
Wawancara Hakim: ‘Tugas Kami di Tengah-Tengah’
Ketua Pengadilan Negeri Baubau Kelas IB, Joko Dwi Atmoko, berkata majelis hakim akan memutus seadil-adilnya kasus ini sesuai fakta persidangan.
“Tidak menyakiti rasa keadilan masyarakat. Kami tetap sesuai fakta persidangan. Terkait apakah menggunakan Undang-Undang TPKS atau bukan, nanti silakan baca di putusan. Tentu, pihak penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa punya pendapat yang berbeda,” ujar Dwi Atmoko didampingi Rinding Sambara saat ditemui di kantornya pada 9 Oktober.
Ia tidak bisa mengungkapkan materi persidangan karena sidang tertutup untuk umum.
“Kalau dari pandangan kuasa hukum bahwa terdakwa tidak bersalah, silakan. Mereka memang berupaya untuk itu. Itu tugas mereka. Kalau ke jaksa, jaksa pasti yakin terbukti. Tugas kami di tengah-tengah. Untuk fakta-faktanya, tunggu saja di putusan.”
Tidak Ada Tanggapan dari Polres Baubau
Tim Project Multatuli mengonfirmasi fakta persidangan ke Polres Baubau tapi hingga saat ini belum ada tanggapan.
Kami ke kantor Polres Baubau pada 9 Oktober 2023 untuk meminta bertemu Kapolres Baubau, Bungin Masokan Misalayuk, yang hari itu berada di kantor. Namun, ajudannya mengarahkan kami ke Kasatreskrim Polres Baubau Iptu Ismunandar.
(Dalam tempo enam bulan, selama kasus ini, terjadi pergantian para pejabat Polres Baubau. Pada Maret 2023, Kasatreskrim Polres Baubau AKP Najamuddin diganti Iptu Taufik Frida Mustafa. Pada April, Iptu Taufik diganti Iptu Ismunandar. Pada Juni, terjadi pergantian sejumlah jabatan Kasat dan Kapolsek di lingkungan Polres Baubau.)
Pada hari yang sama, kami bertemu Ismunandar sekitar pukul 11.40 di gedung Satreskrim Polres Baubau, tapi ia tidak bersedia memberikan tanggapan. Ia meminta waktu dan berjanji akan memberikan tanggapan.
Pada hari itu juga kami kembali menghubungi Ismunandar meminta bertemu pukul 15.30 tapi tak ada balasan.
Pada 10 Oktober, kami kembali menanyakan waktu luang Ismunandar untuk wawancara. Ismunandar menjawab masih ada kegiatan dan akan menghubungi kami di lain waktu. Pukul 20.02, kami menginformasikan ke Ismunandar bahwa batas waktu konfirmasi kami hanya sampai 11 Oktober 2023 pukul 14.00. Ismunandar menanggapi dengan kata “oke” tapi tidak pernah menghubungi kami sampai artikel ini dirilis.*
Liputan ini dibantu oleh reporter La Ode Muhlas serta sejumlah wartawan dari AJI Kendari. Kami menyusun artikel ini berdasarkan informasi kuasa hukum terdakwa yang mengikuti proses persidangan. Artikel ini sudah disetujui oleh ibu korban dan korban.
Project M terus mengikuti keluarga korban dan proses hukum kasus ini dari dekat sejak kami mendalaminya pada Februari 2023, bagian dari komitmen kami sebagai gerakan jurnalisme publik yang mengejar laporan-laporan berdampak dan menuntut akuntabilitas penegakan hukum, serta membantu proses pemulihan korban kekerasan seksual.
UPDATE: Pada Jumat, 27 Oktober 2023, majelis hakim PN Baubau memvonis bersalah terdakwa dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan, sesuai tuntutan jaksa. Ibu korban dan terdakwa langsung jatuh pingsan dan tak sadarkan diri selama 1 jam di ruang pengadilan. Kuasa hukum terdakwa, Aqidatul Awwami, berkata “sangat kecewa” atas putusan hakim. Hakim mengabaikan keterangan korban yang konsiten menyebut pelaku adalah sejumlah pria dewasa, bukan kakaknya. “Kami nyatakan banding dan akan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial. Putusan ini tidak melindungi korban. Pelaku yang disebut korban masih bebas berkeliaran,” kata Aqidatul.