Bukan Sekadar karena Tunjangan DPR

Mawa Kresna
Ricky Yudhistira & Ronna Nirmala
6 menit

Protes publik pada 25 Agustus dan yang berlangsung hingga saat ini adalah akumulasi kemuakan atas kondisi dan kebijakan pemerintah. Dari dirty vote, pengangkangan konstitusi, kecemasan atas ekonomi, PHK, dan lapangan kerja yang sempit, kekejaman polisi membunuh rakyat, hingga para wakil rakyat dan pemerintah yang anti kritik. 

Ini bukan sekadar urusan kenaikan gaji tunjangan DPR.

Aksi massa dalam dua pekan terakhir, yang memanas setelah Affan Kurniawan dibunuh polisi dengan cara digilas kendaraan rantis, bukan pula semata-mata dipicu mulut Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan rekan-rekannya yang menyakiti hati rakyat. 

Aksi dan kemarahan ini adalah puncak gunung es atas kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan pengkhianatan terhadap konstitusi.

Kemarahan ini tentu bermula ketika segala cara dilakukan untuk berkuasa, termasuk mengangkangi konstitusi demi meloloskan Gibran Rakabuming Raka, anak mantan Presiden Joko Widodo, sebagai wakil presiden. Rakyat merespons dengan aksi demonstrasi Peringatan Darurat pada Agustus 2024. Aksi itu tidak digubris pemerintah.

Ana berdiri menghadapi barisan polisi pada aksi Bubarkan DPR di Jakarta (atas – Adrian Mulya). Polisi tanpa seragam menangkap dan menahan demonstran dengan kekerasan di Jakarta (kiri bawah – Adrian Mulya). Polisi menembakkan senjata kimia gas air mata ke arah demonstran di Yogyakarta (kanan bawah – Hakuna Damar Anggita). Sebelumnya, demonstrasi besar seperti Peringatan Darurat dan Indonesia Gelap tidak digubris dan kritik rakyat juga dibalas olok-olok dan penghinaan oleh pemerintah dan DPR. Sementara aparat bertindak sebagai alat kekuasaan merepresi hak konstitusional rakyat.

Awal berkuasa, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran langsung mengumumkan kabinet gemuk. Pada 21 Oktober 2024, Prabowo melantik menteri dan wakil menteri yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Konsekuensinya adalah anggaran untuk gaji pejabat makin menggelembung.

Pada saat yang sama, pemerintah merencanakan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Kenaikan pajak ini menuai protes dari rakyat. Pada 31 Desember 2024, Prabowo membatasi pemberlakukan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah.

Januari 2025, pemerintah melakukan efisiensi anggaran hingga memangkas anggaran pendidikan, dan justru memberikan porsi jumbo untuk Kementerian Pertahanan. Kritik yang suarakan rakyat berlalu begitu saja.

Pada bulan yang sama, polisi di Semarang berulah. Kasus kematian, Gamma Rizkynata, yang dituduh terlibat tawuran namun meninggal dunia karena tertembak peluru polisi, direkayasa.

Jasad Affan Kurniawan terbujur di rumah duka di kawasan Jakarta Pusat. Brutalitas polisi memuncak pada pembunuhan Affan yang disaksikan seluruh dunia. Ia tewas digilas rantis Brimob. Pembunuhan ini memicu demonstrasi di sejumlah wilayah yang berujung pada kerusuhan dengan korban jiwa 9 orang. Rakyat menantikan keadilan dari kasus ini. (Viriya Singgih)

Sebulan berselang, pemerintah membuat ulah lagi. Melalui pembantu Prabowo, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, pada awal Februari mengeluarkan kebijakan larangan penjualan tabung gas 3 kg subsidi melalui pengecer. Kebijakan ini menyebabkan kelangkaan gas 3 kg di pasaran.

Seorang ibu rumah tangga meninggal karena kelelahan mengantri membeli gas 3 kg. Masalah ini membuat pemerintah menarik kebijakan itu.

Sepanjang periode awal tahun ini, muncul tagar #KaburAjaDulu yang merupakan kritik atas susahnya anak-anak muda mendapatkan pekerjaan di Indonesia. Kritik ini justru dijawab oleh pemerintah dengan sinis. Wakil Menteri Ketenagakerjaan waktu itu, Immanuel Ebenezer, mengatakan, “Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi.”

Pada tempo waktu yang bersamaan, rakyat juga menyerukan tagar #IndonesiaGelap sebagai kritik atas pemerintah yang anti kritik, susahnya cari kerja, hingga ekonomi yang kian sulit.

Lagi-lagi, pemerintah justru mengolok-olok rakyat. 

“Kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau, bukan Indonesia,” kata Luhut Binsar Pandjaitan, Dewan Ekonomi Nasional, Februari 2025.

Di tengah respons yang anti-kritik itu, para ojol sedang berkeluh kesah karena hidup yang semakin susah. Pada 17 Februari, para ojol melakukan aksi off bid menolak potongan 20-25 persen dari aplikator. Namun, tidak ada kebijakan yang lebih berpihak dari pemerintah untuk para ojol.

Komunitas ojol melakukan demonstrasi di depan markas Brimob Polda Metro Jaya (atas – Rangga Firmansyah) dan Polda Metro Jaya (kiri bawah – Rofi Jaelani) serta aksi solidaritas pasca kematian Affan Kurniawan (Adrian Mulya). Mendiang Affan adalah seorang pengemudi ojol – pekerjaan prekariat tanpa upah minimum, tanpa jaminan sosial, dan tanpa perlindungan hukum.

Sebulan kemudian, DPR dan pemerintah kembali berulah dengan revisi UU TNI yang dilakukan diam-diam, senyap, di hotel mewah, tanpa partisipasi bermakna. UU TNI ini memberikan keleluasaan bagi militer untuk menduduki jabatan sipil. 

Protes rakyat UU TNI ini tidak juga didengar pemerintah. Yang terjadi justru, ancaman terhadap media karena mengkritik UU TNI. Redaksi Tempo menerima kiriman kepala babi pada 19 Maret 2025.

Pemerintah justru merespons peristiwa itu dengan enteng. “Udah dimasak saja,” kata Hasan Nasbi, kepala Kantor Komunikasi Presiden.

Militer turun melakukan patroli skala besar di sejumlah kota setelah Presiden dan para pimpinan partai politik menanggapi aksi tuntutan rakyat dengan dalih makar dan terorisme (atas – Adrian Mulya & Robert Risky). Sementara itu, muncul dugaan mobilisasi dan provokasi penjarahan rumah, perusakan fasum, dan pembakaran gedung justru tidak terkait dengan gerakan masyarakat sipil yang menuntut negara menarik mundur TNI dari ruang sipil dan melakukan reformasi Polri (bawah – Adwit Pramono).

Di sela-sela itu, badai PHK kian membesar, diperkirakan angkanya mencapai 280 ribu. Pengangguran di mana-mana, job fair dibanjiri para pencari kerja. Tapi pemerintah masih mengklaim ada banyak lapangan kerja tersedia. Janji 19 juta lapangan kerja cuma isapan jempol belaka.

Pada saat yang sama, Prabowo masih optimistis dengan Indonesia Cerah. Ia justru menuding sejumlah aksi demonstrasi di Indonesia dibiayai koruptor. “Ya, koruptor-koruptor itu yang membiayai demo-demo itu. Indonesia gelap, Indonesia gelap. Sorry, ye, Indonesia cerah,” kata Prabowo, Juli 2025.

Bahkan Prabowo dengan bangga memaparkan statistik angka kemiskinan yang sudah turun dan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik ini dikritik atas dugaan manipulasi atas angka-angka itu.

Pada bulan yang sama, rakyat mengkritik rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN, namun pemerintah berdalih bahwa tidak ada aturan larangan wamen merangkap komisaris BUMN. Pada 4 Agustus, rakyat menggugat ke MK dan diputuskan bahwa wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Namun hingga saat ini belum ada tindakan dari pemerintah.

Bolak-balik kritik yang tidak didengar, dan justru ditanggapi dengan sinis kembali terjadi ketika rakyat mengkritik kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR. Salah satunya terkait dengan tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan. 

Protes rakyat atas tunjangan rumah itu justru direspons dengan kata-kata yang merendahkan dan insensitif oleh anggota dewan, kini non-aktif, Ahmad Sahroni dan kawan-kawannya. 

Sikap ini membuat kesabaran rakyat yang sudah tipis menjadi habis. Rakyat muak, meluapkan kemarahan di jalanan. 

Seorang demonstran di Makassar mengenakan jaket bertulisan nama aktivis yang dihilangkan pada 1997 – 1998 (kiri atas – Adwit Pramono) sementara foto aktivis Munir yang dibunuh pada 2004 dan 10 korban tewas dalam demonstrasi dan kerusuhan hingga 2 September dipajang pada aksi solidaritas di Medan (bawah – Mafa Yulie Ramadhani). Selama hampir 3 dekade, negara belum menjamin hak warga untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan protes secara damai tanpa intimidasi, kriminalisasi, dan penghilangan nyawa (kanan atas – Adrian Mulya)

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Mawa Kresna
Ricky Yudhistira & Ronna Nirmala
6 menit