PAGI sekitar pukul delapan, Yati (48) menyapu debu hitam di depan halaman kamarnya di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda kluster D2. Halaman pun bersih sementara. Ketika siang dan angin bertiup kencang, debu hitam kembali datang. Dia pun harus kembali menyapunya. Dalam sehari Yati bisa menyapu 3-5 kali, tergantung arah dan kecepatan angin.
Sudah sejak 2019, ibu dua anak ini harus berhadapan dengan debu hitam dari batubara yang tiap pagi memenuhi lantai rusunawa. Dari depan kamar, dia akan menyapu lorong hingga ke depan TPQ. Paparan debu batubara terjadi hampir setiap hari di kawasan Rusunawa Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Tidak hanya di area rusunawa, debu juga mampir di perumahan dan sekolah di sekitar kawasan pesisir.
Setidaknya 11.000 jiwa terpapar debu hitam ini. Pencemaran ini ditenggarai akibat aktivitas bongkar muat batubara oleh PT Karya Citra Nusantara (KCN) di pelabuhan Marunda, yang berada sekitar 2 kilometer dari pemukiman warga. Warga mengeluhkan dampak debu batubara yang berdampak pada kualitas kesehatan mereka. Sebagian besar mengeluhkan penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA), gangguan penglihatan, dan gangguan kulit.
Suami Yati yang sopir truk itu pernah batuk parah di awal Januari hingga Februari lalu. Hasil swab menyatakan suaminya negatif Covid-19. Ada flek di paru-paru. Dokter mengatakan sang suami terpapar udara yang kurang baik. Sejak saat itu, tiap keluar rumah bahkan ketika tidur masker tak pernah lepas dari wajah Yati dan suaminya.
Agar tidak batuk-batuk, dokter menyarankan suaminya menghirup udara segar. Di antara debu batubara dan pandemi, mereka bingung ke mana harus mencari udara segar. Setelah suaminya sembuh, Yati tak mau ambil risiko. Ia mengungsikan anak keduanya ke pondok pesantren di bilangan Bogor.
“Dia itu Oom, batuknya ga berhenti-berhenti. Jadi diputuskan sekolah di pondok aja lah, ga mau sekolah di sini karena kurang sehat, debu,” kata Yati.
* * *
Senin siang angin bertiup cukup kencang ketika Hariati (53), Tiyah (65), dan Deti (65) sedang menyantap bakwan di lantai 3 kluster D3 Rusunawa Marunda. Bolak-balik mereka menggosok mata mereka yang kelilipan debu. Itu membuat makan jadi tak nikmat.
“Bingung kita kan buat pernapasan juga enggak bagus, mata juga enggak bagus. Kita juga sering sakit mata perih. Apalagi minggu kemarin anginnya lebih kencang,” kata Hariati.
Rusunawa D3 ini memang komplek terdekat dengan dermaga bongkar muat batubara. Akibatnya debu lebih banyak mampir di sini. Ketiga ibu ini mengeluhkan masalah kesehatan hingga jemuran yang kotor dan gatal ketika dipakai.
“Padahal baru kemarin kerja bakti dari lantai atas sampai bawah. Ini sudah kotor lagi,” kata Deti.
“Anak bayinya si Aan itu yang lantai 2 ke puskesmas kemarin kena batubara. Sudah sembuh sih sekarang,” Heriati menambahkan.
Heriati sendiri mengaku tak pernah lupa menyetok obat gatal dan tetes mata di kamarnya. Dexteem Plus dan Insto jadi andalan jika kulit mulai ruam dan gatal atau ketika mata mulai perih. Dia lalu menunjukkan koleksi obat-obatannya.
“Kayak saya empat bulan, loh, batuk dari November. Ini udah mendingan. Udah PCR negatif rupanya batuk bronkitis,” kata Deti tidak mau kalah. Tiyah hanya mengangguk tanda setuju, sambil mengunyah bakwan.
“Mas, kalau kita maunya ditutup seperti futsal, tembok tinggi jadi yang kenanya di dia-dia aja di situ,” kata Heriati. Dia cukup kesal lantaran keluhan kesehatan bukan hanya dari dia, tapi juga para lansia dan anak-anak warga rusunawa lainnya.
“Ih kalau anginnya kenceng itu kayak kabut, Mas! Tuh, lihat, tuh!” Deti kemudian menunjuk ke arah gundukan batubara di dermaga Pelabuhan Marunda milik PT KCN. Debu menggulung diterpa angin laut, mata saya spontan ikut kelilipan.
* * *
PT KCN saat ini masih menjadi satu-satunya perusahaan yang disalahkan terkait pencemaran udara di pesisir Marunda, meski dicurigai ada beberapa perusahaan lain yang ikut terlibat. Perusahaan tersebut kemudian dijatuhi sanksi administratif oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara.
Ada beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Di antaranya menggunakan area Pier 1 Kade selatan untuk kegiatan bongkar muat batubara yang seharusnya diperuntukkan untuk bongkar muat barang jadi, tidak membuat tanggul laut untuk menghalau debu, serta ditemukan ceceran batubara di laut pada saat bongkar muat.
Pada 14 Maret 2022, Dinas Lingkungan Hidup Jakarta menjatuhkan sanksi. Perusahaan diwajibkan mendirikan tanggul setinggi 4 meter di area penimbunan batubara paling lambat 60 hari kalender. PT KCN juga diwajibkan untuk memfungsikan area pier 1 Kade selatan hanya untuk bongkar muat barang jadi agar mengurangi potensi pencemaran paling lambat 14 hari kalender. Mereka juga diminta menutup area penimbunan batubara dengan terpal dengan tenggat waktu yang sama. Pemerintah juga menuntut PT KCN menambah lingkup dan frekuensi penyiraman untuk mengurangi debu paling lambat 7 hari kalender serta memperbaiki sistem kegiatan pembersihan ceceran batu bara paling lambat 14 hari kerja.
Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Jakarta Utara pernah berunjuk rasa di pelabuhan PT. Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta Utara, pada Sabtu 31 Agustus 2019. Permasalahannya serupa, perusahaan swasta itu diminta menghentikan aktivitas bongkar muat batubara dari kapal tongkang ke pelabuhan karena menyebarkan polusi serta mengganggu kesehatan masayarakat.
Dari mediasi oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara antara warga Marunda dan PT KCN, perusahaan berjanji akan mengurangi residu batubara agar tidak menyebar ke pemukiman warga. Hampir tiga tahun dari protes pertama, Senin 14 Maret 2022 lalu, warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Rusunawa Marunda dan Sekitarnya (F-MRM) melakukan demonstrasi di Kementerian Perhubungan dengan tuntutan sama, pencemaran debu batubara.
Dua minggu setelahnya, mereka kembali berunjuk rasa, kali ini di depan Balai Kota. Mereka merasa demo kemarin sia-sia. Tidak ada upaya dari PT KCN untuk mengurangi debu batubara yang masih bertebaran di halaman rumah mereka.
Siang semakin terik, lapar mulai permisi. Suara pedagang gemblong menggema di seantero Rusunawa menggoda untuk dibeli. Pada saat yang sama suara batuk warga juga terdengar tak putus, mengiringi gaung pedagang gemblong. Kedua suara itu saling beradu.