Destinasi Wisata Lokal Gili Genting Memanggil Perantau Pulang ke Desa

Muni Moon
Adrian Mulya & Ronna Nirmala
8 menit

HARI-HARI di Bringsang, desa kecil di Pulau Gili Genting, Sumenep, Jawa Timur, tak pernah bising dan sesak oleh penduduk. Populasi warga desa saat ini hanya berkisar seribuan orang. Dulu, jumlahnya mencapai dua kali lipat. Impitan mencari modal hidup memaksa sebagian besar warganya merantau ke kota-kota besar. 

Ahmad Muzakki salah satunya. Muzakki lahir di Bringsang, 41 tahun lalu. Namun, masa kecil hingga remajanya ia lalui di Jakarta, mengikuti orangtua yang mencari nafkah di kota metropolitan. 

Tahun 2009, Muzakki memilih pulang ke Bringsang. Keluarganya memiliki warung sembako di Surabaya yang paling tidak, bisa menambah modal hidup di Bringsang. 

Memutar otak mencari pendapatan, Muzakki mulai melirik potensi pariwisata di daerah pesisir desa. Ia bersama teman-temannya berinisiatif merapikan Pantai Sembilan yang lokasinya tidak jauh dari dermaga Desa Bringsang. 

Waktu berlalu, strategi menghidupkan pariwisata di Pantai Sembilan berkembang. Dari awalnya memakai modal sendiri, Muzakki dan teman-temannya memberanikan diri membawa proposal ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). 

Strategi berhasil. Pembersihan dan pengembangan Pantai Sembilan akhirnya diambil alih BUMDes. Wisatawan mulai berdatangan ke Pantai Sembilan. 

Sepinya penduduk membuat Pantai Sembilan cocok bagi wisatawan yang ingin mencari ketenangan. Pantai dengan ombak yang relatif landai, pasir putih bersih, dan air jernih bakal memanjakan pengunjung. 

Akses menuju Pantai Sembilan melalui Pulau Madura, menyeberang melalui Pelabuhan Tanjung di Sumenep menuju Pelabuhan Desa Bringsang dengan kapal penumpang selama 1 jam dengan tarif Rp30 ribu per orang. 

Aktivitas para penumpang dan buruh angkut memindahkan barang-barang penumpang ke kapal motor yang akan berangkat dari Pelabuhan Tanjung ke pulau Gili Genting, Sumenep, Madura. (Project M/Muni Moon).

Gambaran Desa Bringsang, tenang, tenteram. Tidak ada kasus kriminal kecuali sekelas pencurian ayam karena ‘kenakalan remaja’,” kata Muzakki. 

Kerja keras Muzakki membangun kepercayaan warga desa. Tahun 2021, Muzakki terpilih menjadi Kepala Desa Bringsang. 

“Salah satu alasan terpilihnya saya karena adanya Pantai Sembilan,” kata Muzakki, seraya menambahkan bahwa misinya adalah mengajak anak-anak muda pulang dari perantauan dan membangun desa bersama. 

***

Heri (39), setelah lulus SMP merantau ke Jakarta, bekerja sebagai kuli angkat barang di sebuah kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.  

Tahun 2004, Heri pulang ke Bringsang bersama istrinya dan memutuskan untuk menetap di desa. 

“Di sini hampir 70 % warganya merantau, kalau Lebaran baru mereka pulang,” kata Heri. 

Warga pulau Gili Genting kurang lebih 70% merantau ke pulau Jawa, Kalimantan dan Bali.  Saat ini lebih banyak anak-anak dan orangtua yang menetap di pulau. (Project M/Muni Moon).
Edi( 35) merawat kebun vanili seorang diri tanpa upah. Ia berharap adanya desa wisata di Gili Genting segera terwujud. (Project M/Muni Moon). 
Marnamih yang berusia sekitar 100 tahun. Seorang petani Jagung asal Dusun Gunung, Gili Genting. Pulau Gili Genting memiliki kadar oksigen yang bagus, sehingga banyak lansia berumur panjang yang berusia 65 tahun ke atas masih dalam kondisi sehat. (Project M/Muni Moon).

Penduduk Desa Bringsang yang tidak merantau umumnya bekerja sebagai nelayan tradisional. Hasil tangkapan sebagian dijual, sebagian lainnya dikonsumsi sehari-hari. Ayah Heri juga seorang nelayan. 

“Kalau orangtua dulu bilang, ‘Ngapain ke Jakarta, di sana gak ada nenek.’ Tapi kalau hari ini, ngapain pulang ke desa, sudah tidak ada nenek,” kata Heri, menjelaskan mengapa banyak anak muda di desa memilih pindah ke kota, dan tak sedikit dari mereka yang mengajak orangtuanya tinggal di perantauan. 

“Saya ini hanya anak nelayan, [tapi] punya keinginan untuk bangun desa,” kata Heri. 

Heri terlibat bersama dengan Muzakki merevitalisasi Pantai Sembilan. 

Tahun 2017, upaya desa menghidupkan pariwisata membuahkan prestasi. Pantai Sembilan mendapatkan peringkat kedua Anugerah Wisata Jawa Timur dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur. 

Akan tetapi, upaya pengembangan tak berhenti di situ. Heri melihat masih banyak yang harus diselesaikan di Pantai Sembilan, salah satunya ancaman abrasi.

Dari Mangrove hingga Kebun Vanili

Papan penunjuk perkiraan ketinggian tanaman mangrove per tahun di area Taman Hiburan Bringsang, Gili Genting, Sumenep, Madura. (Project M/Muni Moon).
Berkebun vanili bisa menjadi daya tarik agenda desa wisata Pulau Gili Genting. Edi (35) sedang merawat kebun vanili miliknya. (Project M/Muni Moon).

Pembukaan pantai untuk lokasi wisata membawa imbas yang perlu segera ditangani warga Gili Genting. Pasir di sisi kanan pulau, yang berseberangan dengan Pantai Sembilan, mulai mengalami abrasi

Pesisir terkikis, pasir-pasir di sisi kanan pulau terbawa arus ke area lainnya di Gili Genting. Warga berharap adanya pembangunan tanggul untuk mengantisipasi dampak yang lebih buruk, tetapi mereka terhalang oleh anggaran. 

Akhir tahun 2023, warga mulai menanam mangrove di area abrasi. Kegiatan itu awalnya dibantu oleh aktivis lingkungan yang menjalankan program penanaman 1.000 bibit mangrove di pesisir Gili Genting. 

Antusias warga menanam mangrove cukup tinggi, mereka mau bergotong royong mengajak keluarganya untuk menanam ketika mereka punya waktu luang.  

“Karena mereka sadar ini kepentingan dirinya sendiri, lingkungannya dan keberlangsungan anak cucunya,” kata Heri.

Namun, Heri mengatakan penanaman mangrove tidak selalu mudah. Ada beberapa wilayah yang gagal ditanami karena area pesisir yang didominasi bebatuan. Selain itu, sampah plastik di pesisir juga menghambat penanaman mangrove. 

“Berat bagi kami harus merawat 10.000 ribu pohon mangrove. Ya, akhirnya habis!” kata Heri. 

Sampah-sampah plastik merupakan imbas dari angin muson barat atau musim penghujan yang kerap membawa sampah-sampah dari pulau lain mendarat bersama ombak-ombak di pesisir Gili Genting.

Ahmad Muzzaki (41) kepala Desa Bringsang sedang membersihkan sampah yang menyangkut di tanaman Mangrove sembari menerima telepon dari warga desa di Taman Hiburan Bringsang, Gili Genting, Sumenep, Madura. (Project M/Muni Moon).

“Ini sampah kiriman. Biasanya kalau di seberang pulau sedang musim penghujan ketika banjir sampah-sampah itu keluar ke muara sungai kemudian lari ke laut. Setelah dari laut sampah-sampah itu baru ke sini,” kata Ari (45), tokoh muda Desa Bringsang yang juga pegawai di BUMDes. 

Di sisi lain, Muzakki mengatakan desa masih memiliki keterbatasan untuk menyediakan tempat pengelolaan sampah yang layak. Bahkan, sampai hari ini, masih banyak warga yang mengumpulkan sampah mereka di pekarangan rumah lalu membakarnya.  

“Sampah-sampah itu menjadi PR saya,” katanya. 

Taman Gratis dan Mimpi Desa Wisata

Suasana penginapan di dalam pantai Sembilan yang sepi. Tidak ada satu orang pun turis yang datang dan menginap. Juga tidak ada petugas keamanan yang menjaga wilayah penginapan. (Project M/Muni Moon).
Deretan kios warung kopi yang disediakan oleh pemerintah Desa Bringsang dengan sewa tempat yang murah sekitar Rp100 ribu/bulan. Berlokasi  di depan Taman Hiburan Bringsang  agar warga setempat bisa turut serta mengembangkan roda perekonomian di pulau Gili Genting. Namun, karena minim pengunjung sebagian kios belum terisi. (Project M/Muni Moon).

Tahun yang sama saat Muzakki menjadi kepala desa, ia dan teman-temannya itu, membangun Taman Hiburan Bringsang (THB) yang berada di sebelah barat Pantai Sembilan. Tujuannya agar masyarakat Gili dapat menikmati wisata alam dengan gratis. 

Pengunjung Pantai Sembilan perlu membayar tiket masuk di Pelabuhan Desa Bringsang sebesar Rp15 ribu per orang. Mereka berasumsi, pengenaan tarif itu yang membuat Gili Genting tidak terlalu ramai dengan wisatawan. 

Banyak hal yang dikerjakan Muzakki dan teman-temannya untuk mengubah area THB yang semula kosong tak berpenghuni menjadi area dengan wahana bermain anak-anak dan tempat bersantai di pinggir pantai.  

 “Dulunya daerah ini angker, orang kalau melintas daerah ini jam 8 malam, otomatis jadi Rossi (pembalap),” kata Adi Sutrisno alias Gek. 

Gek baru kembali ke Desa Bringsang tahun 2021. Ia diminta Muzakki untuk pulang dan membantunya membangun desa. 

Semenjak remaja, Gek tinggal di Jakarta sampai berkeluarga. Ia bekerja serabutan dari menjadi ojol, supir pribadi, dan sopir ambulans selama 6 tahun. Ia juga kerap mengantarkan orang sakit atau jenazah orang-orang Suku Madura yang tinggal di Jakarta kembali ke kampung. 

Keputusan pulang ke kampung tak mudah diterima bagi keluarga Gek. Namun, ia berupaya meyakinkan istrinya bahwa setiap keputusan memiliki jalan keluar terbaik. “Apakah saya menyesal? Tidak.” 

Membangun desa wisata adalah cita-cita utama Muzakki dan teman-temannya itu. Konsep desa wisata yang dibayangkannya adalah yang membuat semua warga desa terlibat dan merasakan manfaatnya. 

“Orang bisa merasa nyaman dan tenang selama berlibur di sini, menginap dirumah penduduk dengan sajian masakan rumah, bisa berkeliling desa, mengenal budaya dan kesenian yang ada di Gili Genting,” katanya.

Banyaknya warga desa yang memilih merantau membuat banyak rumah-rumah di Gili Genting terbengkalai. Muzakki berharap rumah-rumah kosong itu bisa dimanfaatkan sebagai tempat menginap wisatawan.  

Butuh waktu bagi Muzakki dan teman-temannya membuktikan kepada masyarakat bahwa apa yang mereka cita-citakan bisa terwujud dengan baik. Muzakki mengaku ia membutuhkan kerja sama warga, terutama anak-anak muda untuk membangun desa. 

Istri dari Adi Sutrisno pengelola Taman Hiburan Bringsan sedang mencabut rumput liar  area pesisir Taman Hiburan Bringsang, Gili Genting, Sumenep, Madura. (Project M/Muni Moon).
Ari (45) memungut sampah bersama seorang anak perempuan di Taman Hiburan Bringsang, Gili Genting, Sumenep, Madura. (Project M/Muni Moon).
Pendopo dan ayunan gantung untuk bersantai di area pantai yang dibangun oleh pemuda dan warga desa secara gotong royong. (Project M/Muni Moon).

“Saya merasa hal yang terbesar yang didapatkan ketika pulang ke desa adalah saya merasa kaya karena mempunyai desa, berkarya untuk desa sendiri, bermanfaat untuk sahabat, keluarga, dan tetangga,” tukasnya.


 

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Muni Moon
Adrian Mulya & Ronna Nirmala
8 menit