Cerita soal negara agraris Indonesia dan ketahanan pangannya adalah dongeng belaka. Ia rutin disampaikan turun-temurun secara lisan, tapi saat dicek kebenarannya, fakta menunjukkan sebaliknya. Dan, selayaknya dongeng, ia pun mengandung pesan moral nan berharga: jangan telan mentah-mentah apa kata pemerintah.
Sektor pertanian memang secara konstan menyerap tenaga kerja terbanyak di Indonesia. Namun, persentasenya kian mengecil. Pada Februari 2022, 29,9% dari seluruh penduduk bekerja Indonesia bergiat di sektor pertanian. Padahal, 10 tahun sebelumnya, angkanya menyentuh 36,5%, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS).
Di sisi lain, pertanian bukan kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia. Dari tahun ke tahun, peran itu dipegang industri pengolahan. Nilai ekonomi lahan sawah dianggap tak seberapa dibanding lahan sawit atau perumahan. Ia pun kerap dikorbankan atas nama pembangunan infrastruktur. Maka, tidak mengherankan luas lahan baku sawah terus menyusut, dari 8,06 juta hektare pada 2009 menjadi hanya 7,46 juta hektare pada 2019. Imbasnya, Indonesia kerap gelagapan memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, dan impor menjadi solusi.
Desa Sumberbrantas memiliki bentang perkebunan yang terhampar luas disertai pemandangan deretan pegunungan. Wortel, kubis, bit, bawang prei, kentang, dan beragam sayuran hijau serta sejumlah tanaman khas pegunungan lainnya tumbuh subur di sini. Dari ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut, desa tertinggi di Kota Batu ini menjadi pemasok sayur mayur di Jawa Timur dan belakangan didapuk sebagai tujuan wisata dengan lokasi utama di Puncak Brakseng.
Kesejukan alami dan hamparan sayur hijau memikat wisatawan datang. Tak jarang mereka asyik merekam diri dalam foto atau selfie berlatar perkebunan. Malangnya, suka bagi wisatawan menjelma duka bagi petani. Atas nama estetika, kaki-kaki mereka tak sungkan menginjak sayur-mayur yang dirawat mati-matian oleh petani.
Wisatawan pulang dengan gambar indah a la Mooi Indie sementara tanaman petani gepeng di tanah. Geram dengan ulah mereka, para petani di Puncak Brakseng memasang peringatan ‘Lahan Kami Bukan Tempat Selfie’. Pembangunan fasilitas wisata dan properti pun tumbuh seiring bertambahnya wisatawan. Para petani di Puncak Brakseng selayaknya waspada. Mereka tidak akan sekadar berhadapan dengan kaki-kaki wisatawan.
Foto cerita ini diproduksi selama pelatihan foto yang diselenggarakan oleh Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan PannaFoto Institute, didukung oleh Kurawal Foundation pada 18 Mei-6 Juni 2022 dan dipamerkan pada Festival ##panganjujur.