Lika-liku Masyarakat Dusun Sungai Telang di Jambi Melawan Tambang Emas Ilegal

Ronna Nirmala
15 menit
Seorang pria, warga Dusun Sungai Telang, Bungo Jambi, menyaksikan kerusakan hutan akibat penambangan emas ilegal. (Project M/M. Sobar Alfahri)
Aktivitas penambangan emas ilegal di Dusun Sungai Telang, Jambi, menyebabkan kerusakan air dan kestabilan lingkungan. Protes warga ke pemerintah setempat dan aparat keamanan tak membuahkan hasil. Begitu juga aduan ke KLHK dan surat untuk Presiden Jokowi. Konflik horizontal dan intimidasi tak terhindarkan. 

JEJAK EKSKAVATOR masih terlacak di beberapa ruas jalan di hutan Dusun Sungai Telang, di Kabupaten Bungo, Jambi. Batang-batang pepohonan dan bambu juga masih berserakan di sepanjang jalan. 

Tidak banyak aktivitas manusia di area yang kerap menjadi sasaran penambangan emas tanpa izin alias PETI itu. Kendaraan berat yang biasa digunakan untuk meratakan tanah dan merobohkan pohon juga tidak terlihat.   

Sebuah pondok beratapkan terpal hijau masih berdiri di salah satu titik area yang diduga bekas tambang ilegal. Di dalamnya ditemukan sehelai karpet yang biasa digunakan untuk menyaring emas.

Karpet untuk menyaring emas ditemukan di lokasi PETI, Dusun Sungai Telang, Bungo, Jambi. (Project M/M. Sobar Alfahri)

“Di manolah orang tu menyembunyikan alat berat? Mungkin mereka sudah pindah lebih jauh” kata Syarif, salah satu warga Dusun Sungai Telang, akhir April 2024.

Terdapat lima titik diduga PETI di sepanjang jalur yang kami telusuri. Pondok beratapkan plastik itu menjadi titik paling jauh dari keempat lainnya. 

Warga menduga aktivitas itu sedang berhenti sementara pasca-unjuk rasa pada 5 April 2024. 

***

Tiga hari menjelang Idulfitri, April 2024, ratusan warga menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kepala Desa (Rio) Dusun Sungai Telang. Mereka mendesak adanya kebijakan yang lebih tegas untuk membubarkan PETI. 

Antony, warga yang menjadi koordinator aksi, meminta pemerintah desa mengusir permanen ekskavator-ekskavator yang digunakan penambang ilegal. Selain itu, warga juga mendesak Rio Dusun Sungai Telang, Ramaini, melaporkan pelaku penambang liar ke aparat berwajib dan menandatangani surat pernyataan sikap. 

“Ada dua surat kemarin. Pertama surat tuntutan. Kedua surat pernyataan rio. Surat tuntutan ditandatangani. Surat pernyataan Rio tidak ditandatangani,” kata Antony. 

Penolakan kepala desa untuk menandatangani surat pernyataan memancing amarah warga yang lebih besar. Warga lalu menyegel pintu kantor kepala desa dengan kayu dan paku.

Kantor Dusun Sungai Telang, Bungo, Jambi disegel masyarakat. Pemerintah desa menolak bertindak tegas terhadap PETI sementara warga kerap mendapat intimidasi dari oknum-oknum aparat ketika lantang meminta penutupan PETI. (Project M/M. Sobar Alfahri)

Ramaini menuding aksi penyegelan warga ditunggangi urusan politik. Alasannya karena warga tak mau lagi ikut menyisir lokasi tambang ilegal di dalam hutan bersama polisi. Padahal, warga kerap mendapat intimidasi dari oknum-oknum aparat apabila lantang meminta penutupan PETI. 

Zulfikri (28), salah satu pemuda Dusun Sungai Telang, misalnya. Ia mengaku pernah dihubungi langsung oleh Kapolsek Rantau Pandan Iptu Wiji Nur Eko untuk mengantarkan pihaknya ke lokasi PETI. 

Zulfikri menolak permintaan tersebut. Ia bersikeras, pihak kepolisian seharusnya bisa ke lokasi penambangan emas ilegal tanpa membahayakan masyarakat. “Jangan membahayakan masyarakat. Jangan sampai sesama masyarakat diadu,” ujarnya. 

Keruhnya Air Sungai

Tahun 2020, pertama kali ekskavator mulai memasuki hutan di Dusun Sungai Telang. Alat berat itu menumbangkan satu per satu pohon untuk membuka jalan yang membelah hutan menuju ke tepi sungai.

Sejak itu, ekskavator-ekskavator lain berdatangan, hilir mudik, melalui permukiman dan hutan. Beberapa orang diduga sebagai penambang ilegal mulai mencari butiran emas. Eksplorasi ilegal itu juga membebani sungai yang menjadi sumber air warga.

Masyarakat awalnya tidak menyadari bahwa aktivitas penambangan ilegal ini berdampak panjang. Sebab awalnya para penambang menyekat limbah di sebuah galian. Ternyata limbah tersebut baru dibuang dan mengalir ke sungai pada malam hari. 

“Lambat laun masyarakat tahu sehingga takut menggunakan air sungai,” kata Antony. 

Aktivitas itu semakin marak pada tahun 2022. Para penambang liar sudah tidak lagi menunggu malam hari untuk mengalirkan limbah. Air sungai menjadi semakin keruh dan berwarna kecokelatan. Padahal, berkisar 2.800 orang bergantung dengan sungai ini untuk memenuhi kebutuhan air minum, untuk memasak, mandi, hingga mencuci.

Pekerja menambang emas di badan sungai, Dusun sungai Telang, Bungo, Jambi. Praktik ilegal ini mengakibatkan sungai rusak dan tercemar. (Dokumentasi warga)

Sebagian warga terpaksa menggunakan pipa yang terhubung ke sungai untuk menghindari titik PETI. Akan tetapi warga menyimpan kekhawatiran bahwa pipa akan ikut tersumbat limbah dan airnya turut tercemar.

Sebagian lainnya beralih menjadi pelanggan air galon. Namun, ada beberapa lainnya yang terpaksa menggunakan air keruh dari sungai.

“Aliran air bersih juga ada yang dak sampe ke rumah yang jauh. Sekarang sudah beberapa orang yang sayo temukan. Menggali sumur untuk mendapatkan air bersih,” kata Antony.

Dampak PETI turut dirasakan para santri di Pesantren Babul Muarrif Sangi Timbolasi. 

Tengku Amri, pengurus pesantren, mengatakan pihaknya kesulitan memperoleh air bersih sejak kemunculan PETI. Sejumlah santri di pondok pesantren itu bahkan sempat mengalami gatal-gatal.

“Anak santri ini kalau mandi dari aliran dengan sungai, minum, cuci, dan lainnya. Itu menjadi masalah. Anak pondok pesantren ini sering terjadi gatal-gatal, tapi kita dak tau ya apakah penyebabnya air sungai atau penyakit pondok,” kata Amri.

Ia berharap bantuan dari berbagai pihak untuk pondok pesantren tersebut. Namun, ia menolak bantuan dari para pelaku PETI. 

“Kami tidak mau menerima infak dari uang haram. Kami pernah ditawari oleh penambang pemilik ekskavator dikasih uang puluhan juta akan tetapi kami tidak mau,” katanya.  

***

Desember 2022, warga tak lagi tinggal diam. Sejumlah warga dan pemuda dusun melakukan unjuk rasa di depan kantor rio yang saat itu bertepatan dengan kegiatan musyawarah rencana pembangunan daerah.

Warga mengancam akan membakar eskavator penambang liar apabila dalam lima hari, mereka tidak berhasil diusir keluar hutan. Warga juga mendesak oknum-oknum pemerintah dusun yang terlibat untuk diberhentikan. 

Sampai tenggat waktu yang diberikan, ekskavator tak kunjung keluar dari hutan. Pada 30 Desember 2022, warga menggelar pertemuan dengan turut mengundang Kapolsek Rantau Pandan. Aparat saat itu menyepakati permintaan warga untuk mendampingi upaya pengusiran PETI. 

Keesokan harinya, sekitar 200 warga bersama aparat polisi dan TNI menyisir hutan dengan berjalan kaki hingga enam jam menuju titik-titik lokasi PETI.

Situasi memanas karena warga mengancam ingin menghancurkan alat berat. Beberapa warga sengaja menumpahkan BBM milik penambang yang ditemukan di sekitar lokasi. Tidak hanya itu, selang yang digunakan untuk aktivitas PETI ikut diputus. 

Warga dan para pelaku PETI kemudian bermediasi di pinggir sungai. Warga memberikan waktu selama tiga hari untuk bagi para penambang mengeluarkan ekskavator dari Dusun Sungai Telang. Para penambang ilegal bernegosiasi dengan meminta tenggat hingga tujuh hari karena memerlukan waktu memperbaiki alat.

Ratusan warga masuk ke hutan untuk mengusir para pelaku PETI dari Dusun Sungai Telang, Bungo, Jambi, pada akhir Desember 2022. (Dokumentasi warga)

Namun, aktivitas PETI justru kembali lagi. Tanpa diduga juga, para penambang liar malah meminta ganti rugi atas kerusakan alat dan BBM yang ditumpahkan warga. Salah satu penambang bahkan mendatangi rumah Sekretaris Dusun Sungai Telang untuk menuntut ganti rugi. Warga juga mendapatkan intimidasi dan ancaman kekerasan. 

“Kemudian kita ke (Polres) Bungo untuk laporkan itu,” kata Antony.

Laporan warga baru ditindaklanjuti pada awal 2023. Aparat dari Polres Bungo dan juga Polda Jambi mengunjungi Dusun Sungai Telang untuk menindak PETI. Puluhan aparat itu mendatangi lokasi PETI tanpa melibatkan atau membahayakan warga setempat.

Dua penambang ditangkap dengan satu unit monitor di ekskavator ikut disita. 

Tapi, penangkapan itu tidak berlangsung lama. Dua orang itu dibebaskan lagi dalam hitungan hari. 

Aktivitas penambangan ilegal juga berlangsung kembali. Warga lagi-lagi mencoba jalur dialog dengan kepala desa, kepolisian, dan pihak terkait lainnya. Seperti sebelumnya, dialog berhasil menghentikan kegiatan PETI tetapi hanya sementara. Ketika masyarakat sudah fokus ke kehidupan masing-masing, alat berat kembali masuk ke dusun.

“Jadi tidak ada berhenti secara permanen. Kito maunya berhenti secara permanen. Dalam mediasi kito sudah menyatakan sikap sepakat tidak ingin PETI tu masuk,” kata Hasyim.

Januari 2024, Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) melaporkan aktivitas PETI ke Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Pada 1993, lanskap hutan Bujang Raba tercatat mencapai 39.611 hektare. Laju deforestasi mengakibatkan lanskap ini terus menyusut sehingga luas hutan lindung Bujang Raba kini berkisar 13.529,5 hektare.

Hutan ini membentang di lima desa, yakni Dusun Lubuk Beringin, Senamat Ulu, Sungai Mengkuang, Letung Buat, dan Sungai Telang. Kelima desa itu mendapatkan izin pengelolaan dengan total luas 7.291 hektare. Dusun Sungai Telang mendapatkan izin hutan desa seluas 1.000 hektare.

Peta sebaran titik lokasi PETI di Dusun Sungai Telang, Bungo, Jambi, yang lokasinya tidak jauh dari taman nasional, Januari 2024. (Dokumentasi Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat)

Selain merusak aliran sungai, aktivitas penambangan emas ilegal di Dusun Sungai Telang juga dikhawatirkan bakal ikut mengancam kelestarian Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) karena lokasinya yang berdekatan. 

Muhammad Zainuddin, Kepala Bidang Pengelolaan Balai TNKS Wilayah I Jambi, mengatakan sejak awal PETI masuk, pihaknya sudah mewanti-wanti dan melakukan pengawasan. Jarak lokasi PETI dengan TNKS berkisar kurang dari 1 km.

“Untuk mengantisipasinya kami terus melakukan patroli bersama masyarakat dan stakeholder terkait,” kata Zainuddin, pertengahan Mei 2024.

Mengutuk Penambang Ilegal

Tahun 2023, Dusun Sungai Telah dilanda banjir yang juga mengakibatkan sawah gagal panen. Warga menduga bencana ini berkaitan dengan aktivitas PETI. Pasalnya, banjir ini baru pertama kali terjadi selama mereka tinggal di dusun itu secara turun-temurun. 

Warga lalu menggelar doa bersama. Selepas salat Jumat, 29 Desember 2023, pemuda hingga lansia berbondong-bondong mendatangi jembatan beton di dusun. Karpet berwarna biru dan merah dibentangkan di sana.

Safrudin Dwi Aprianto, Wakil Bupati Bungo, juga hadir dalam kegiatan ini. 

“Kami juga melawan dengan doa,” kata Zulfikri.

Masyarakat melakukan yasinan dan doa bersama dengan harapan penambangan emas tanpa izin dan banjir berakhir di Dusun Sungai Telang, Bungo, Jambi. (Project M/M. Sobar Alfahri)

Doa warga sepertinya tak langsung terjawab. Penambangan ilegal masih berlangsung. Warga semakin marah. Beberapa hari kemudian, warga kembali menggelar ritual doa agar para penambang mendapatkan azab. Warga membalut sebuah batu dengan kain kafan lalu membuangnya ke air sungai sebagai bagian dari ritual tersebut. 

“Memang sudah kejam Yasinan itu, tiga kali berturut-turut. Yang jelas di-Yasinin, dikafankan lalu dibuang ke aek (air). Guru-guru agama yang lebih tahu,” ujar Zulfikri.

***

Kena Intimidasi, Hingga Surat Untuk Jokowi

“Masih anak hidup kau?”, begitu bunyi pesan bernada ancaman yang pernah Zulfikri terima di ponselnya. 

Dak saya balas. Banyaklah ancaman,” katanya. 

Zulfikri vokal menentang penambangan emas ilegal. Aksinya membuat ia didatangi sejumlah pria yang memintanya berhenti melawan. Intimidasi dan ancaman itu yang membuatnya kerap mengalami ketakutan hingga gangguan diri. Ia akhirnya memutuskan menyembunyikan diri di luar kabupaten dan berpindah-pindah tempat tinggal. 

“Kalau nginap, ada di dua lokasi, Bungo dan Jambi. Dibantu warga, sokongan,” katanya.

Tidak hanya Zulfikri, beberapa kawannya juga mendapatkan ancaman secara langsung maupun melalui media sosial. 

Sofwan (30), Sekretaris Dusun Sungai Telang juga Ketua Forum Bujang Raba, mengalami intimidasi yang membuatnya terpaksa mencabut laporannya dari KLHK. 

Dari penelusuran warga, orang-orang yang mengintimidasi Sofwan diduga masih memiliki keterkaitan dengan pejabat daerah setempat. Orang-orang itu mendesak Sofwan untuk membuat klarifikasi dan meminta maaf kepada pihak-pihak yang disebutkannya di dalam laporan. 

“Pak Sofwan ini memang sudah garis merah. Bergerak sedikit, orang itu muncul lagi (mengintimidasi). Memang kasusnya seperti kasus individu,” kata Hasyim.

Ishak (30), pemuda desa yang juga bertugas sebagai bendahara dusun, juga didatangi sejumlah pria berpenampilan seperti preman di rumahnya. Pria-pria ini mengancam dengan senjata tajam agar Ishak berhenti protes terkait PETI. 

Dio bilang juga “niat awaklah buruk.” Cuma dio belum ngeluarin senjata tajamnya. Di bawah jok sepeda motornya,” kata Hasyim.

Beberapa hari kemudian, Ishak kembali didatangi orang yang sama. Pria ini marah atas unggahan Ishak di Facebook terkait PETI. Padahal, unggahan itu sudah ada sebelum pria ini pertama kali mendatangi rumah Ishak.

Februari 2024, Ishak memutuskan untuk menulis surat terbuka untuk Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Dalam surat itu, ia menyampaikan bahwa PETI telah merugikan masyarakat dalam berbagai aspek.

Masyarakat Sungai Telang sangat bergantung terhadap pemanfaatan sumber daya alam sehingga PETI hanya memberikan kerugian secara ekologi, ekonomi, dan sosial masyarakat.

Karena saya telah ikut serta dalam penolakan perusakan alam dan ketidakadilan ini, sering sekali saya mendapat intimidasi dan intervensi dari orang yang tak saya kenal.

Saya siap membela apa yang benar. Tolong bantu lindungi saya dari mereka yang ingin melakukan hal yang buruk kepada saya karena mengekspos penambangan emas di Dusun Sungai Telang. Saya hanya mengekspos dosa dan ketidakadilan. Satu-satunya tujuan saya adalah membantu Dusun Sungai Telang dan membelanya dari para pencuri yang merusak lingkungan,” tulis Ishak dalam surat tersebut.

Ishak tidak pernah menerima surat balasan dari Jokowi.

Konflik Horizontal PETI

Penangkapan pelaku penambang ilegal oleh kepolisian tak membuat mereka jera. Aktivitas itu terus kembali terjadi. Beberapa dari pelaku penambangan ilegal bahkan juga merupakan warga dusun. 

Bahrul, salah satu kepala kampung di dusun itu, misalnya. Bahrul pernah ditetapkan sebagai tersangka kepolisian, tetapi tidak kunjung diproses hukum lebih lanjut. Bahrul, hingga kini, masih melenggang bebas di luar tahanan. Ada juga Pori yang sudah pernah menjadi tersangka PETI. Setelah ditahan selama sekitar setahun, pria ini kembali berburu emas dengan alat berat.

“Ya dulu pernah ditangkap polisi. Yang Bahrul aku dak tahu, kalau yang Pori jelas bawa alat berat masuk. Nah sekarang ini bawa alat berat masuk,” kata Ramaini, Rio Dusun Sungai Telang.

Warga seperti diadu domba. Konflik horizontal antar-masyarakat tumbuh akibat aktivitas ilegal. Tetapi, konflik vertikal dengan perangkat desa juga tidak terelakkan. Banyak warga yang menduga Ramaini juga terlibat dalam aktivitas ini. Warga tak ayal sering mengasingkan Ramaini pada acara-acara tertentu. 

“Dia diasingkan. Saat dia datang ke acara pernikahan, masyarakat lari semua. Masyarakat sini beda, bang. Bukan datuk Rio saja, masyarakat yang menjadi pelaku PETI diasingkan semua,” kata Hasyim.

Informasi yang beredar di masyarakat menyebutkan kalau Ramaini diduga pernah menerima uang Rp11 juta dari penambang liar. 

“Saat diskusi dengan masyarakat, dio pura-pura menolak PETI. Tapi, kalau di luar diskusi dengan masyarakat, dio lain lagi. Bahaso kito, dio bermuko duo,” ujar seorang warga. 

Ramaini membantah tuduhan tersebut.

Masyarakat berdemonstrasi di kantor pemerintah Dusun Sungai Telang, mendesak pemerintah desa mengusir pelaku PETI dan melaporkan ke kepolisian. (Dokumentasi warga)

Sejumlah aparat keamanan disebut terlibat dalam praktik ilegal ini. Salah satunya anggota kepolisian berinisial D. Pria itu diduga terlibat dalam membantu membawa alat berat ke Dusun Sungai Telang.

Kapolres Bungo AKBP Singgih Hermawan menolak memberikan jawaban perihal ini. 

Kasubbdit Penmas Bidang Humas Polda Jambi Kompol Amin Nasution meminta warga melapor ke Propam Polda Jambi bila memang terdapat anggota kepolisian yang terlibat dalam PETI di Dusun Sungai Telang.

“Kalau keterlibatan oknum di dalam PETI, silakan masyarakat membuat laporan pengaduan atau laporan resmi ke Propam Polda Jambi untuk ditindaklanjuti. Kami tidak pandang bulu, yang namanya ilegal tetap kita tindak,” katanya.

Tidak hanya kepolisian, militer juga disinyalir terlibat dalam aktivitas ilegal ini. Dalam laporan Bujang Raba, tertulis keterlibatan anggota TNI berinisial Z. Namun, Z dikabarkan tidak lagi terlibat dalam PETI meski laporan ke Gakkum KLHK itu telah dicabut.

Komandan Kodim 0416/Bute Letkol. Inf Arief Widyanto mengakui bahwa dirinya juga sempat mendapatkan informasi sejumlah anggota yang terlibat dalam PETI. Ia mengatakan pihaknya sedang menindaklanjuti informasi tersebut tetapi terkendala karena belum mempunyai bukti, misalnya berupa video.

“Kita dengan senang hati apabila ada bukti atau ada hal yang bisa kita jadikan dasar, akan kami proses sesuai hukum yang berlaku,” kata Arief.

Komunitas Konservasi Lingkungan (KKI) Warsi mencatat aktivitas penambangan emas ilegal di Provinsi Jambi meningkat 8,3 persen dari tahun 2021 hingga tahun 2022. Kegiatan yang merusak lingkungan ini menyasar seluas 45.059 hektare area penambangan pada tahun 2022.  

Dari lima kabupaten yang tercatat, PETI di  Kabupaten Bungo mencapai 8.801 hektare pada tahun 2022. PETI di Provinsi Jambi yang terluas berada di Kabupaten Sarolangun, mencapai 15.578 hektare. 

Kondisi ini berbeda di Dusun Sungai Telang, Bungo. Mayoritas masyarakat di sana menolak PETI. Hanya segelintir masyarakat yang pro terhadap aktivitas ilegal tersebut.

Mimpi Desa Wisata

Kehadiran PETI menghambat mimpi warga yang menginginkan wilayahnya menjadi desa wisata. Dusun Sungai Telang memiliki 18 titik air terjun. Bila dilestarikan dan dikelola sebagai objek wisata, desa ini dapat berkembang dan perekonomian masyarakat meningkat, ujar Antony.

Di desa telah dibentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Telang Membara. Karena keterbatasan, kelompok ini baru bisa mengelola dua titik lokasi wisata, yakni Gunung Puhong dan air terjun Batang Kelumuk.

Namun, air terjun Batang Kelumuk belakangan ini sepi pengunjung lantaran keruh diduga imbas aktivitas PETI. Padahal, lokasi wisata ini sebelumnya ramai pengunjung.

Sejak Oktober 2022, Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kelumbuk Dusun Sungai Telang mengembangkan produksi kopi robusta dengan dukungan KPHP Bungo. (Project M/M. Sobar Alfahri)

Tidak hanya mengelola objek ekowisata, kelompok masyarakat Dusun Sungai Telang juga menanam kopi jenis robusta. Bin kopi yang dihasilkan langsung dikelola oleh 15 anggota, termasuk para perempuan.

“Baru merintis, baru pengenalan. Pernah laris tidak sampai seminggu, habis sekitar 80 bungkus. Kami dapat bantuan dari KPHP berupa alat penggiling kopi,” kata Antony.

“Kami itu mengharapkan ekonomi jangka panjang. Contohnya, ekowisata.” 

***

Terlepas dari mimpi desa wisata, warga Dusun Sungai Telang menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan mereka. 

“Di sini kan banyak yang dari pesantren. Guru-guru buat kajian termasuk tentang fiqih yang di antaranya juga terkait ke lingkungan,” kata Antony.

Dari 13 ribu hektare lahan hutan, sebanyak hampir setengahnya telah menjadi kawasan hutan desa, yakni di Lubuk Beringin, Senamat Ulu, Sungai Mengkuang, Sangi Letung Buwat dan Sungai Telang. Selain itu, sekitar 5.336 hektare lainnya merupakan area lindung dan 1.955 hektare area pemanfaatan.

“Izin hutan desa pertama kali didapatkan tahun 2009, lalu yang terakhir tahun 2012 di Dusun Sungai Telang. Dari 2013 sampai 2015, hutan berhasil dijaga masyarakat dengan baik,” kata Rudi Syaf, Manajer Komunikasi KKI Warsi. 

Lima hutan desa di Bujang Raba, kata Rudi, berpotensi menyimpan rata-rata 350 ton karbon per hektare. Bila terjadi deforestasi lagi, maka penyimpanan karbon akan berkurang sesuai kerusakan yang terjadi. 

Semangat masyarakat dalam menjaga hutan didukung KKI Warsi dengan pengembangan skema PES (payment environmental services) atau imbal jasa lingkungan. Program ini telah berjalan sejak 2019 sampai sekarang.

Pada tahun pertama, masyarakat di lima desa itu mendapatkan imbal jasa lingkungan senilai Rp300 juta. Tahun berikutnya sampai tahun 2023, kelima desa itu mendapatkan Rp1 miliar per tahun. Saat pandemi, uang itu digunakan warga untuk membeli sembako, mendukung kegiatan sosial dan keagamaan, hingga pengelolaan hutan desa. 

“Intinya, masyarakat bisa mendapatkan dana itu karena menjaga hutan,” tutup Rudi.


*Untuk alasan keamanan, beberapa nama narasumber dalam artikel ini disamarkan.

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Ronna Nirmala
15 menit