Melakoni Melankoli

Ricky Yudhistira & Ronna Nirmala
5 menit
(Peringatan: Tulisan ini memuat penuturan percobaan bunuh diri yang dapat mengganggu kenyamanan Anda)

REYNOLD (25) membuka catatan hariannya yang bersampul gambar papan clapper film. Ia tersenyum, sesekali tergelak ketika membaca kembali tulisan zaman sekolah dulu. Isinya mulai dari persoalan sehari-hari, ide-ide cerita, serta mimpi menjadi seniman Broadway.

Kertas buku diari itu keriput, bekas basah air, dan sebagian tulisannya buram. Spontan saya bertanya. Ada jeda, lalu ia menghela. Pertengahan 2021, Reynold sempat menenggelamkan diri di kolam renang komplek bersama catatan hariannya itu. Peristiwa tersebut adalah usaha kesekian untuk mengakhiri hidupnya.

Tidak ada seorangpun yang tahu, sampai malam ini, ketika ia bercerita. Terkejut. Bagi saya yang sudah mengenalnya selama tiga tahun, ia adalah kawan yang humoris dan menyenangkan. Malam ini, saya benar-benar tak siap memberi tanggapan.

Depresi bagi Reynold adalah tentang perasaan hampa yang membuatnya terus mempertanyakan arti hidup. (PPG/Felix Jody)
Salah satu lembar dalam catatan harian Reynold berisi tulisan yang penuh cacian dan amarah. (PPG/Felix Jody)
Depresi yang Reynold alami diakibatkan pengalaman masa kecil yang traumatis. Kekerasan fisik dan verbal, serta absennya peran orang tua berdampak dalam caranya memandang hidup. (PPG/Felix Jody)
Memulihkan diri dari depresi dan pikiran untuk bunuh diri tidak mudah. Reynold sendiri masih berjuang dengan cara rekoleksi dan rekoneksi dengan hal-hal menyenangkan. “Kita sering lupa dengan cerita-cerita yang baik,” katanya. (PPG/Felix Jody)
Usaha bunuh diri pertama ia lakukan di kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan menjerat leher di kamar mandi. Yang kedua ketika kuliah, saat ia berencana terjun dari lantai 11 gedung kampus di bilangan Tangerang. Terakhir, dia sempat sengaja menenggelamkan diri di kolam renang komplek perumahannya pada pertengahan 2021. Setiap kali, selalu ada pikiran yang menghentikannya, kesempatan – juga harapan – pada hari esok. (PPG/Felix Jody)

Reynold didiagnosis mengalami depresi sejak awal kuliah, tahun 2018, ketika ia sudah punya biaya untuk berkonsultasi ke profesional. Namun, gejala gangguan mentalnya sudah muncul sejak Sekolah Dasar (SD). Menyayat paha dan pergelangan tangan jadi rutinitas. Luka di badan mengalihkan sejenak kacau di kepala.

“Anjing bahkan lebih tahu diri dari kamu!” kata Reynold, mengisahkan ulang ucapan sang ibu kepadanya sewaktu kecil. Kalimat itu tajam. Harga dirinya runtuh. Saat itu, ia merasa hidup jadi tak punya harga.

Orang tuanya berpisah. Sejak kecil, Reynold diasuh oleh ibunya. Tapi, ia tak mengingat kenangan indah bersama sang ibu. Kekerasan fisik dan verbal kerap dilemparkan kepada Reynold setiap ia berbuat salah.

Belakangan ia sadar, ibunya juga memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya.

Mengutip jurnal ilmiah Evelina Landstedt dan Ylva B. Almquist, Intergenerational Patterns of Mental Health Problems: The Role of Childhood Peer Status Position, sebanyak 11,8% anak laki-laki dari orang tua dengan gangguan mental cenderung akan ikut mengalami gejala serupa ketika usianya beranjak dewasa. Risiko ini membesar pada anak perempuan.

“Mama threw glasses to Papa

Papa just stared at the shards

Brother was scared of what used to be our tube, and…?

Don’t know why I remember this night after I woke up…?”

(dari catatan harian Reynold)

‘I was confuse, alone, and lost… – tulisan dalam catatan harian Reynold. (PPG/Felix Jody)
Depresi bisa menyerang siapa saja. Ia kerap membuat kondisi kesehatan mental memburuk dan mempengaruhi cara seseorang untuk merasa, berpikir, serta beraktivitas. Akibat terburuknya, depresi bisa berujung bunuh diri. Pada 2019, WHO mencatat lebih dari 700.000 orang mati akibat bunuh diri tiap tahun, membuatnya menjadi penyebab kematian terbesar keempat pada orang usia 15-29 tahun. (PPG/Felix Jody)
Kondisi depresif serta pengalaman buruk membuatnya memiliki isu emotional detachment. Reynold menolak untuk berkeluarga, bahkan menjalin romansa. Keduanya ia anggap seperti berjudi. Teman-teman pun ia kelompokkan dengan fungsi mereka masing-masing. Dengan begitu, dia merasa lebih aman. (PPG/Felix Jody)
Reynold bekerja sebagai senior scriptwriter di salah satu perusahaan startup di Jakarta. Meski beban pekerjaan banyak, ada rasa syukur di sana. Kesibukan membuat kepalanya tak pernah kosong, sehingga membuatnya berjarak dengan pikiran buruk. “Semua gue dedikasikan buat kerjaan, engga ada buat personal life, keluarga, ataupun romansa. Ga ada goal lain selain kerja,” kata Reynold. (PPG/Felix Jody)
Depresi adalah gangguan kesehatan mental yang serius dan cukup sering ditemukan. WHO mencatat sekitar 3,8% populasi dunia atau setidaknya 280 juta orang mengalaminya, termasuk 5% pada orang dewasa dan 5,7% pada orang dewasa di atas 60 tahun. (PPG/Felix Jody)
Reynold sudah berhenti menyakiti diri dan minum obat sejak 3 tahun belakangan. Pikiran-pikiran untuk mengakhiri hidup masih sesekali terlintas, namun kini ia lebih berdaya mengatasinya setelah mengenal diri dan kondisi mentalnya dengan lebih baik. (PPG/Felix Jody)

Mentor: Rosa Panggabean

Cerita foto kontributor Project Multatuli, Felix Jody Kinarwan, meraih karya terbaik dalam Permata Photojournalist Grant ke-11 (PPG XI) bertema COURAGE. Permata Photojournalist Grant (PPG) merupakan program PermataBank bermitra dengan PannaFoto Institute yang didedikasikan untuk mengembangkan ilmu dan talenta pewarta foto Indonesia, khususnya dalam pembuatan foto bertutur (photo story). Sejak diluncurkan pada 2011, program PPG telah memberikan beasiswa dan pelatihan pada 106 pewarta foto dan fotografer dari lebih dari 45 media dan melibatkan sejumlah 70 pendidik fotografi. Pameran luring menampilkan karya 10 peserta PPG XI dibuka untuk publik di World Trade Center (WTC) 2, Jakarta Selatan dan berlangsung pada 14 Juni-8 Juli 2022.

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Ricky Yudhistira & Ronna Nirmala
5 menit