Menghitung Mundur Berebut Batu Borobudur

Hakuna Damar Anggita
Fahri Salam
13 menit
'Dulu saya jadi tulang punggung keluarga, sekarang jadi tulang rusuk," kata Hindarti, PKL yang tergulung relokasi akibat pengembangan kawasan wisata super prioritas Candi Borobudur. (Project M/Muhammad Ikbal)
Proyek strategis nasional kawasan pariwisata Borobudur menyingkirkan ratusan PKL yang menolak direlokasi. Para PKL yang mau direlokasi ke Pasar Seni Borobudur pun masih sepi pembeli. Hak ekonomi para pedagang diabaikan. 

TUMPUKAN karung putih berada di pojokan kamar. Isinya adalah baju dagangan ikon Borobudur milik Hindarti yang dititipkan di rumah tetangga. Sebelum menganggur, bersama kelompok pedagang Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) yang mayoritas perempuan, Hindarti sempat berjualan di trotoar jalan Pintu 6 sisi utara candi. 

“Kalau yang sepuh duduk saja di rumah, nggak tahu mau ngapain,” kata Hindarti, 48 tahun.

Para pedagang sempat menemui PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT TWC) sebagai pemegang otoritas. Namun, para pedagang disuruh menemui kelompok Forum Pedagang Borobudur Bersatu. SKMB awalnya tergabung di dalamnya.

Forum Pedagang baru dibentuk belakangan sebagai respons atas rencana pemindahan lapak pedagang dari zona 2 ke zona 3. Dalam perjalanannya, forum itu diduga dikendalikan oleh beberapa tokoh dari ormas keagamaan Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) setempat. 

PT TWC memindahkan hampir 2.000 pedagang di zona 2 Borobudur ke Kampung Seni Borobudur. Lokasi baru terletak Dusun Kujon, berada di zona 3 sisi barat candi. Saat ini semua PKL dilarang berjualan di dalam kompleks candi. Mereka harus keluar dari pagar besi hijau yang mengelilingi candi.

Para pedagang yang tergabung dalam kelompok Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur berjumlah 767 orang. Sejumlah 426 orang menempati lapak sementara. Sementara 341 pedagang dipaksa kerja serabutan; ada yang berjualan di trotoar, jadi tukang ojek wisata, dan menganggur di rumah. 

Peristiwa pengosongan lapak dan “relokasi” para PKL Borobudur telah dilaporkan ke Ombudsman Jawa Tengah pada November 2024. Ombudsman mencatat ada 324 pedagang SKMB yang belum mendapatkan hak lapak di Kampung Seni Borobudur. Proses akomodasi ini belum ditanggapi PT Taman Wisata Candi. 

Hindarti memperlihatkan tumpukan dagangan kaos di rumah. Ia tidak bisa lagi berjualan di area candi. Semula bisa mandiri bersama keluarganya selama 25 tahun, mendadak pendapatan keluarga menurun drastis. (Project M/Hakuna Damar Anggita).

Tetapi para pedagang yang sempat berjualan di trotoar sudah tak bisa berjualan lagi setelah pintu 6 di sisi utara ditutup. Begitupun pintu utama di sisi timur ditutup. Alhasil, jarang ada pengunjung dan potensial pembeli yang singgah di sepanjang Jalan Medang Kamulan.  

Penutupan pintu keluar membuat para pedagang yang ngemper di trotoar ikut gulung tikar. Sebagai aksi protes, mereka berjualan di seberang jalan Kampung Seni Borobudur pada 20 September 2024. 

Penutupan pintu-pintu itu juga berimbas pada masyarakat pelaku pariwisata yang berjualan  di sekitar terminal, juru parkir, penyewa kamar, hingga pasar yang tak seramai dulu. Sebab, semua kendaraan turis diarahkan ke Kampung Seni Borobudur. 

“Kalau terminal ramai, pasar pun ikut ramai. Terminal sepi, ya terdampak banyaklah,” kata Hindarti.

Alhasil, PKL seperti Hindarti memilih berjualan di trotoar. Tapi pendapatannya tak menentu. Sebelumnya ia memperoleh pendapatan rata-rata sehari antara Rp200-Rp300 ribu. Bila musim liburan, bisa Rp1 juta per hari. 

“Sekarang ibaratnya satu hari, kadang satu minggu, nggak buka dasar,” ujarnya. Buka dasar adalah istilah pedagang untuk pembeli pertama. “Dari situ, saya kayak nggak ada kehidupan.”

Ia dan suaminya sudah bertahun-tahun selalu berbagi nafkah untuk kebutuhan hidup keluarga. Ia memenuhi kebutuhan rumah dan lain-lain, sementara suami menanggung biaya sekolah anak-anak.

Sekarang hari-hari Hindarti bergantung pada suami yang bekerja serabutan. Ia juga mulai bergantung kepada anak perempuannya yang baru saja menikah dan bekerja di sebuah toko roti. 

“Dulu saya yang jadi tulang punggung, sekarang jadi tulang rusuk.” 

Pedagang kaki lima dari paguyuban Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) menggelar protes menuntut kejelasan hak atas kios untuk berdagang. Mereka beraksi di depan Tourism Information Centre Borobudur. (Project M/Hakuna Damar Anggita).

‘Kriminalisasi’

Pada 18 September 2024, Kampung Seni Borobudur kedatangan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat itu Sandiaga Uno, dan Menko Kemaritiman dan Investasi saat itu Luhut Pandjaitan. Saat itu pedagang yang ada di lapak sementara baru saja dipindahkan ke lapak baru sebagai uji coba meski pembangunan belum rampung. 

Kedatangan mereka dimanfaatkan kelompok pedagang Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) melakukan protes di depan Tourism Information Centre Borobudur.

Di Kampung Seni Borobudur, sebagian pedagang sudah mengisi deretan petak-petak kios baru itu, meski ada pula kios kosong. Biar kelihatan ramai, para pengasong di jalan diajak mengisi lapak kosong. 

Suasana Kampung Seni Borobudur di Dusun Kujon yang masih sepi pengunjung pada September 2024. PKL hanya duduk, bercakap dengan sesama rekannya, dan tidur-tiduran. (Project M/Hakuna Damar Anggita).

Secara umum, saat saya datang pada akhir September 2024,  kios-kios di Pasar Seni sepi pembeli. Saking sepinya, para pedagang mengisi waktu lebih banyak bercakap dengan sesama rekan penjual. Ada juga yang tiduran di depan kios.

Seorang perempuan pedagang yang saya jumpai, sedang duduk termenung di depan petak kecil kios kacamata, tanpa ada satupun pembeli. Matanya awas kalau-kalau ada petugas keamanan yang biasa wara-wiri. 

”Sudah seminggu sejak pindah ke sini nggak ada pengunjung yang datang, mending ngasong di luar kalau begini,” katanya dengan mata berkaca-kaca. 

Protes dari kelompok pedagang Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB), yang menolak dipindahkan ke lapak Kampung Seni, sudah memicu apa yang diyakini oleh mereka sebagai upaya pembungkaman. 

Ini terjadi pada Darbani, Muhammad Zainal, dan Riyanto. Ketiganya pedagang yang paling vokal menolak relokasi. Darbani, 43 tahun, adalah pengurus SKMB sejak 2018. Polisi dari Polresta Magelang memanggilnya untuk “dimintai keterangan” pada 9 September, menyusul dua rekannya pada 3 Oktober 2024. 

Tuduhannya adalah penggelapan uang iuran “lahan bangunan” sebesar Rp2.000 per pedagang per bulan. 

Darbani menutupi tumpukan dagangan kaos dengan plastik agar tidak berdebu. Ia dilaporkan oleh “pihak tertentu” ke polisi Magelang sebagai upaya pembungkaman karena dia termasuk PKL paling vokal menentang relokasi. (Project M/Hakuna Damar Anggita).

Darbani bertugas mengumpulkan iuran Rp17 ribu per pedagang: Rp15 ribu untuk biaya sewa kios bulanan yang disetorkan ke PT Taman Wisata Candi; Rp2.000 untuk kas operasional paguyuban yang diserahkan ke bendahara SKMB. Uang Rp2.000 itulah yang dituduh sebagai penggelapan, padahal dipakai untuk kegiatan organisasi. 

“Polisi cuma bilang pemeriksaan ini adalah formalitas,” kata Royan Juliazka, advokat publik dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang mendampingi pedagang SKMB. “Dalih polisi, ada laporan dari pihak tertentu.” 

Darbani dan istrinya adalah warga kampung sekitar Candi Borobudur. Sejak lapak direlokasi dan menghadapi “kriminalisasi”, saat ini ia belum bisa fokus berjualan. 

“Perbedaannya kalau dulu pengunjung mencari penjual,” katanya, “tapi keadaan sekarang, penjualnya yang mencari pengunjung untuk beli.”

Ia mulai menarik satu per satu barang jualannya yang dia dititipkan ke rekan yang berjualan di trotoar, lalu dibawa pulang ke rumah. Baju-baju dagangannya menggunung di rak-rak kayu yang penyok. 

Bani dan istrinya kini menunggu di rumah, selain membantu memelihara ternak sapi dan kambing milik orangtuanya.

Riwayat Pengelolaan

Candi Borobudur adalah warisan dunia yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 1991. Pengosongan PKL di kawasan candi adalah imbas dari Peraturan Presiden Jokowi tentang Tata Kelola Kompleks Candi Borobudur pada 20 September 2024, mengakomodasi peringatan UNESCO. 

Ada lima zona tata ruang kawasan Candi dalam peraturan itu. 

Zona 1, seluas  25,7 ha, meliputi struktur candi, pelataran sisi barat termasuk area selatan pos pengamanan, Taman Lumbini, Taman Bhumisambhara, Taman Aksobya, Bukit Jaten, Taman Kinara, dan Taman Gunadharma. 

Zona 2, seluas 60,9 ha, sebagai taman arkeologi meliputi Taman Bhumisambhara, Lapangan Kinara, Dagi Abhinaya, Taman Samudraraksa, Area Museum Kapal Samudraraksa, Taman Karmawibhangga, Taman Abhaya, Taman Padma dan, Taman Lumbini. 

Zona 3, 4, dan 5 merupakan lanskap kompleks candi terdiri dari area pemanfaatan lahan terbatas seluas 1.010 ha, area pengendalian benteng pandang seluas 2.600 ha, dan area taman arkeologi nasional seluas 7.850 ha. 

Presiden Jokowi menugaskan PT TWC sebagai manajemen destinasi tunggal untuk mengelola Candi Borobudur sebagai warisan budaya berkelanjutan dan turisme. 

Wisatawan menaiki tangga Candi Borobudur. UNESCO menetapkan Candi Borobudur sebagai warisan dunia pada 1991. Imbas Peraturan Presiden Joko Widodo pada September 2024, para PKL dilarang berjualan di zona 2 dan dipindahkan ke Pasar Seni di zona 3. (Project M/Hakuna Damar Anggita).

PT TWC berdiri sejak 1980, semula di bawah Departemen Perhubungan dengan nama PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan (Persero). Pada 1985, operasionalnya di bawah Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi. 

Pada 1994, pengelolaannya diperluas ke Ratu Boko, namanya berubah jadi PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (PT TWC). Sejak 1996, operasionalnya di bawah BUMN, kemudian menginduk ke PT Aviasi Pariwisata Indonesia alias InJourney sejak 2021. 

Peringatan UNESCO agar tidak ada aktivitas manusia di area inti candi, demi konservasi berkelanjutan, sudah keluar sejak 2006 dan 2019, tapi baru direspons pemerintah Indonesia sejak tiga tahun terakhir. 

Peringatan itu sudah muncul lebih lama pada 1979 saat restorasi candi. Setahun sebelumnya, pemerintah Indonesia melakukan kerja sama dengan pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) melakukan tata kelola candi terkait koefisien dasar bangunan. Kerja sama ini cikal bakal pendirian PT TWC. 

Sejalan peringatan UNESCO, pemerintahan Jokowi punya agenda pembangunan mengenai apa yang dikenal Destinasi Pariwisata Super Prioritas dan proyek “10 Bali Baru”. Candi Borobudur, juga kawasan di sekitarnya termasuk bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo, ikon Malioboro di Yogya, dan pembangunan jalan tol untuk menghubungkan ketiganya, termasuk ke dalam proyek tersebut. 

InJourney, induk usaha BUMN yang mengelola berbagai objek wisata, bandara dan hotel di berbagai wilayah Indonesia, juga mengelola kawasan Nusa Dua Bali, Danau Toba di Sumatera Utara, Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Nusa Tenggara Barat, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.

Kampung Seni Borobudur dibangun oleh PUPR dengan anggaran Rp253,2 miliar, seluas 10.7 ha, dengan tujuan agar para PKL bisa berjualan dalam “suasana yang estetis dan profesional.” (Project M/Hakuna Damar Anggita).

Jokowi memasukkan ambisi destinasi pariwisata super prioritas dan “10 Bali Baru” itu ke dalam Proyek Strategis Nasional. Di lapangan, proyek lapar lahan ini menggusur lahan masyarakat serta mata pencaharian subsisten dan informal warga setempat.  

Proyek “konektivitas” ekonomi Yogyakarta dan Magelang itu menggusur lahan pertanian warga di Kulon Progo, menambang bukit hutan yang kaya tanaman produktif warga Wadas, dan menggusur PKL Malioboro. Hal sama kini terjadi pada PKL Candi Borobudur.

“Kawasan pariwisata butuh suplai air yang besar. Hotel butuh air, bandara butuh air dan lain-lain. Jadi warga di Kulon Progo jadi korban, warga Wadas jadi korban,” ujar Royan dari LBH Yogyakarta. 

Pembangunan Penataan Kampung Seni Borobudur dikerjakan oleh Kementerian PUPR pada 2023. Ia menelan anggaran Rp253,2 miliar. Bentuknya adalah pasar terpadu, lahan parkir turis, dan pelayanan antar-jemput pengunjung seluas 10,7 ha. Di dalamnya ada 1.943 kios untuk pedagang dan pengrajin yang direlokasi dari zona 2, berdasarkan data verifikasi PT TWC.  

Menurut PUPR, penataan ini agar para pedagang dan pengrajin bisa berjualan dalam “suasana yang estetis dan profesional.”

Ryan Eka Permana Sakti, Sekretaris Perusahaan PT TWC, menyatakan telah melakukan komunikasi proaktif dengan PKL saat proses relokasi. Tidak semua pedagang mau dipindah, katanya.  Meski begitu, tambahnya, pengembangan kawasan candi tidak cuma memenuhi satu pihak saja. 

Menko Kemaritiman dan Investasi saat itu Luhut Pandjaitan dan Menteri Pariwisata saat itu Sandiaga Uno meninjau lokasi pengembangan atraksi wisata Candi Borobudur pada 19 September 2024. (Kemenparekraf.go.id)

Penyingkiran

Borobudur bak rumah terakhir bagi Hindarti. Setelah lulus sekolah di Yogyakarta, ia mengikuti orangtuanya ke Borobudur, lalu menikah dengan pria asal Borobudur. Mereka memiliki tiga anak perempuan. 

Mulanya ia jualan asongan. Terkadang kucing-kucingan dengan petugas keamanan untuk memasuki zona 2 candi biar jualannya lebih dekat dengan kedatangan turis. Para pengasong menyemut di pintu sisi selatan, juga di pintu sisi utara. Kerumunan pengasong perlahan membentuk lapak lesehan, cikal bakal deretan lapak pedagang tenda biru.

Pada 2014, terjadi kebakaran di lapak-lapak PKL. PT TWC kemudian membangun deretan bilik bambu sementara untuk menggantikan kios yang terbakar. 

Sama seperti Hindarti, Muhammad Arifin, 49 tahun, mulai ngasong di bawah kaki candi sejak remaja. Masa itu puncak Reformasi 1998. Imbas krisis ekonomi, banyak pekerja industri yang dipecat. Saat itu, katanya, mulai banyak rekan pedagang asongan di Borobudur. 

Ia berjualan suvenir dari batu-batuan dan arca. Bosan mengasong, ia mulai menggelar lapak lesehan. 

Arifin membentuk paguyuban Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) pada 2000-an. Saat itu anggota paguyuban 540-an orang. Paguyuban menata pada pedagang lesehan tenda biru. 

“Kita mendirikan tenda-tenda di sepanjang jalan biar kelihatan rapi dan dikasih warna biru semua,” ujarnya.

Setelah paguyuban terbentuk, Arifin tidak berdagang lagi di Borobudur, tapi masih punya lapak yang dikelola istrinya. Ia sendiri berjualan di Pasar Krasak, 14 km dari candi, menjajakan hasil kebun pertaniannya seperti jagung dan pepaya. 

Tapi ia masih sering diundang jika ada masalah pedagang, termasuk saat terjadi kebakaran tahun 2014 maupun relokasi PKL ke Kampung Seni Borobudur belakangan ini.

Ia berkata bahwa baru kali ini PT TWC mengabaikan aspirasi para pedagang SKMB, bahkan menutup komunikasi, sebab SKMB adalah paguyuban pedagang yang paling keras menolak relokasi. 

“Kita penduduk di sini, lahir di sini, hidup di sini, makan di sini. Insyaallah mati di sini. Nah, kenapa kita orang Borobudur tidak bisa mendapatkan sesuatu yang pas dengan keinginan kita?” tambahnya.

Sama seperti Hindarti, Arifin berkata Borobudur adalah rumah bagi warga sekitar. 

Tapi, dampak turisme kawasan Borobudur telah mengubah relasi sosial-ekonomi, juga kosmologi, antara warga setempat dengan candi. Salah satunya, ujarnya, semakin banyak tanah-tanah pertanian warga yang dibeli dan dijadikan penginapan. 

Papan informasi perjalanan Borobudur menjadi tujuan wisata berkelas dunia di depan loket tiket candi. (Project M/Hakuna Damar Anggita).

Sentralisasi penguasaan ruang Borobudur ke PT Taman Wisata Candi telah mengesampingkan peran masyarakat lokal termasuk para PKL, ujar Yesaya Sandang, peneliti dan pengajar dari Universitas Kristen Satya Wacana yang fokus pada pembangunan dan pariwisata. 

Pengembangan proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, di dalamnya termasuk Candi Borobudur, memakai pendekatan pariwisata global yang sangat massal, industrial, dan memaksimalkan pertumbuhan ekonomi, tambahnya. “Pertanyaannya pertumbuhan ekonomi siapa?” 

Yesaya, yang terlibat riset mengenai potensi pelanggaran HAM di proyek 10 Bali Baru, menyebut bahwa hasil pemetaan menunjukkan bahwa relokasi pedagang ke Kampung Seni Borobudur sudah diprediksi akan menimbulkan konflik. 

“Sehingga ini bukan konflik horizontal, antara pedagang yang mau direlokasi dengan pedagang yang menolak direlokasi. Tapi ada kepentingan bisnis dan peran negara di sana,” ujarnya.

Ruwat Rawat Borobudur

Sebelum pembangunan Kampung Seni Borobudur, semula lokasi yang sama akan dibangun Pasar Seni Jagat Jawa pada 2003. Digagas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, proyek itu gagal sebab ditolak masyarakat. 

Salah satu tokoh penolaknya adalah Sucoro, pegiat budaya yang rumahnya dulu digusur saat pembangunan PT Taman Wisata Candi pada 1980.  

Penolakan Sucoro memakai pendekatan kultural. Ia menggerakkan warga melakukan Ruwat Rawat Borobudur. Ruwat Rawat menjadikan Borobudur sebagai rumah suci bersama. Borobudur bukan hanya tempat suci umat Buddha, melainkan siapa pun bisa terhubung dengan yang maha kuasa.

“Sebetulnya adalah ajakan agar orang paham apa yang ia miliki selama ini banyak didatangi orang. Borobudur adalah tumpuan hidup, monumen kesucian,” katanya. 

Darbani di depan lapak tempat dulu dia berjualan. Letaknya di sisi trotoar. Warga sekitar candi mengeluh akses ruang ekonominya dibatasi di sekitar candi setelah dipusatkan ke Kampung Seni Borobudur. (Project M/Hakuna Damar Anggita).

Pada Juli 2022, Sucoro menggelar perayaan malam 1 Suro, hari sakral bagi masyarakat Jawa, bersama komunitas Brayat Panangkaran Borobudur. Bersama ribuan orang, mereka membentangkan kain putih sepanjang 600 meter mengelilingi candi searah jarum jam.

Acara itu diawali kirab budaya dari rumah tokoh Brayat Panangkaran dengan membawa gunungan dan umbul-umbul. Ini adalah simbolisme sebagai pengingat untuk mengembalikan kesakralan Borobudur dari kepentingan ekonomi semata.

Panggilan Ruwat Rawat sebenarnya sudah muncul saat peralihan Borobudur dari situs purbakala menjadi situs wisata sekitar tahun 1979-1983, menggeser Borobudur dari ruang hidup spiritual ke ruang ekonomi pariwisata. Perubahan ini turut menjadikan warga lokal sebagai pelaku wisata.

“Borobudur harus dihormati, diagungkan. Sisi lainnya adalah mereka yang datang ke Borobudur untuk melihat keindahan. Sebenarnya apa yang terjadi: pedagang itu ada, pedagang semakin besar karena akibat, bukan sebab,” tambahnya.

“Ruwat Rawat ini strategi saya agar masyarakat tidak tergusur dengan candinya.”

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Hakuna Damar Anggita
Fahri Salam
13 menit