Meninggal di tengah laut, makan seadanya, mengalami sakit dengan pengobatan minim, jam kerja berlebihan dan diupah murah, para anak buah kapal dari Indonesia mengalami perbudakan berbulan-bulan di kapal-kapal penangkap ikan berbendera Cina dan Taiwan. Mendatangi pusat manning agency di pantai utara Jawa Tengah, reportase kami mengungkap minimnya perlindungan pekerja kapal, jaringan penipuan dalam bisnis penyaluran ABK, dan para pelaku kejahatan yang dihukum rendah. Sebagai negara penyalur terbesar tenaga kerja dalam rantai pasok bisnis perikanan global, yang rentan terjerat perdagangan manusia, kami mengibaratkan para ABK Indonesia bak mengkaveling makam di laut lepas. Liputan ini bekerja sama dengan Greenpeace Indonesia. (ProjectM/Ricky Yudhistira)
Dukung kami untuk terus menyajikan serial liputan yang melayani masyarakat terpinggirkan dan mengawasi kekuasaan agar tidak ugal-ugalan.
Seorang penyidik dari Satgas tindak pidana perdagangan orang diduga memeras pemilik perusahaan penyalur ABK (manning agency). Ratusan kasus perbudakan ABK dilaporkan setiap tahun, tapi kelanjutannya hingga ke proses hukum minim dilaporkan ke publik. Salah seorang penyidik dari satuan tugas tindak…
Kisah-kisah tentang kondisi tidak manusiawi yang dialami nelayan migran sudah lama dan sering beredar. Anak buah kapal dari Indonesia di kapal-kapal asing di laut lepas bekerja dalam kondisi minim perlindungan dan sarat kekerasan. Kondisi kerja buruk, jam kerja berlebihan, upah…
Riski Agung Sulaiman terpikat dengan iming-iming gaji besar saat temannya menawarinya bekerja sebagai awak kapal. Si teman mengontaknya via Facebook pada awal 2018. Maka, pria 27 tahun asal Cikampek, Jawa Barat ini berangkat menumpang bus menuju Pemalang, sebuah kota di…
AKU TAK PERNAH punya pengalaman bekerja di laut, tapi sekali aku menjalaninya pada usia 42 tahun, aku kemudian mengenal kata maut. Selama 6 bulan 15 hari bekerja sebagai anak buah kapal di Lu Qing Yuan Yu, kapal ikan berbendera China,…