Kearifan Warga Baduy dalam Menjaga Kampung dari Wabah

Ricky Yudhistira
3 menit

Masyarakat adat di Indonesia menghadapi kondisi yang makin pelik. Sebelum pandemi Covid-19, mereka sudah lebih dulu berseberangan dengan industri ekstraktif yang merusak sumber daya alam pegangan hidup mereka. Tak terkecuali masyarakat Baduy, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.


Suku asli masyarakat Banten ini tinggal di sekitar aliran sungai Ciujung dan Cikanekes di Pegunungan Keundeng, sekitar 172 km sebelah barat ibu kota Jakarta dan 65 km sebelah selatan ibu kota Serang. Walaupun secara turun temurun mereka hidup sebagai komunitas yang mengisolasi diri, mereka terbuka terhadap masyarakat luar yang umumnya berkunjung ke perkampungan adat sebagai wisatawan.

Seorang warga beristirahat di emper rumah. (Project M/Faisal Irfani)
Anak-anak bermain di pekarangan. (Project M/Faisal Irfani)

Masuknya wisatawan membuat masyarakat Baduy rentan terhadap serangan virus korona. Akses ke fasilitas kesehatan kurang memadai. Rumah sakit rujukan Covid-19 berjarak sekitar 30 km. Sementara karakter komunal mereka dengan hidup berkelompok menambah kompleksitas situasi. Jarak rumah satu dengan yang lain berdekatan dan satu rumah setidaknya didiami lima orang. Sekali virus masuk, risiko penyebaran dan dampaknya akan luar biasa berbahaya.

Dengan letak geografis yang relatif jauh dari pusat keramaian, mereka melindungi diri dengan memperketat masuknya wisatawan ke kawasan adat mereka. Tanpa hasil negatif dari tes Covid-19 terbaru, orang luar, termasuk orang Baduy yang hendak kembali dari luar tidak diperkenankan masuk. Bahkan secara konsisten mereka memberlakukan karantina wilayah setiap lonjakan penularan terjadi di luar perkampungan mereka.

Seorang perempuan sedang menenun. (Project M/Faisal Irfani)
Lumbung tempat warga menyimpan hasil ladang/kebun. (Project M/Faisal Irfani)

Minimnya kunjungan membuat pendapatan pariwisata merosot. Produk dan komoditas andalan seperti kain tenun, kerajinan anyaman, dan madu hutan sulit dipasarkan. Hasil dari berladang atau berkebun menjadi modal utama untuk bertahan hidup.

Rumah-rumah tradisional Baduy menyatu dengan alam sekitar. (Project M/Faisal Irfani)

Covid-19 merupakan hal yang sama sekali asing bagi masyarakat Baduy. Pihak tenaga kesehatan menggandeng kepala adat untuk menyebarkan informasi mengenai Covid-19. Namun demikian, belum semuanya percaya terhadap bahaya pandemi.

Bagi masyarakat adat Baduy, munculnya wabah dipercayai sebagai pertanda ada yang salah pada alam di mana mereka tinggal. Terjadi ketidakseimbangan alam karena aktivitas manusia yang alih-alih menjaganya malah merusaknya.

Warga berkumpul di balai adat. (Project M/Faisal Irfani)

Sinergi dengan alam mereka yakini sebagai siasat agar hidup selamat – di samping petuah leluhur yang mereka jaga sebagai pedoman menghadapi hari-hari ke depan yang tidak menentu. Menurut petuah leluhur, setiap penyakit pasti ada obatnya dan untuk mendapatkannya perlu dilakukan ritual, yakni berpuasa. Hingga saat ini belum ada masyarakat Baduy yang dilaporkan terpapar virus corona.


Reporter Project Multatuli sudah melakukan swab antigen sehari sebelum ke Baduy dan sudah mendapat vaksinasi Covid-19.

Cerita Foto ini merupakan bagian dari serial reportase #MasyarakatAdat dan Lingkungan.

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Ricky Yudhistira
3 menit