Mafia, Polisi, dan Imigrasi Berkongsi Menyelundupkan Pekerja Migran dari Batam ke Malaysia

Mawa Kresna
14 menit
Para pekerja migran berada di dalam kapal yang berangkat dari Pelabuhan Internasional Batam Center menuju Tanjung Pengelih, Johor, Malaysia. (KKP-PMP)

Polisi hingga imigrasi di Kota Batam diduga terlibat menyelundupkan calon pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia secara nonprosedural. Aktivis migran berkolaborasi dengan beberapa media di Batam membongkar penyelundupan PMI oleh mafia yang berkongsi dengan aparat.


Pada pertengahan 2022, Sumiati tidak lagi bisa hanya berpangku tangan. Sejak suaminya meninggal dunia, ia harus menafkahi dua anaknya. Keduanya membutuhkan biaya cukup besar, karena sedang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Karena ia kini menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga, ia harus segera mencari kerja. Suatu hari kabar peluang kerja datang dari kawannya. Ada tekong (agen) yang bisa memberangkatkan pekerja migran ke Malaysia dengan mudah. Syaratnya hanya berbekal paspor dan membayar Rp17 juta.

Sumiati pun membulatkan niat. Malaysia bukan negara asing buatnya. Dulu ia pernah bekerja juga di sana. Ia lantas mencoba menghubungi majikan lamanya. “Kerjaan saya sudah pasti di sana, sebagai cleaning service,” kata Sumiati, 6 Januari 2023.

Dalam pikiran Sumiati, sudah terbayang upahnya 1.200 Ringgit Malaysia atau setara Rp4,2 juta setiap bulan. Daripada diam di rumah, Sumiati memilih berangkat ke Malaysia. Ia meminjam duit Rp17 juta kepada saudaranya.

Sekitar bulan Oktober 2022, Sumiati mendapatkan uang pinjaman. Ia lalu menyerahkan uang itu kepada tekong. “Saya bayar lunas, Rp17 juta,” kata Sumiati.

Dengan biaya sebesar itu Sumiati dijanjikan tekong diberangkatkan dari kampungnya di daerah Malang, Jawa Timur, sampai alamat di Malaysia. Sumiati akan dibawa dari Malang ke Batam dengan pesawat, kemudian dari Batam lewat jalur laut ke Malaysia.

Perjalanan dari Malang ke Batam tidak ada kendala, tapi keberangkatan dari Pelabuhan Internasional Batam Center ke Malaysia berbuah masalah. Polisi menangkap Sumiati karena berangkat menjadi pekerja migran ke Malaysia tanpa surat-surat resmi.

Setelah kejadian itu, Sumiati dipulangkan ke kampung halaman. Paspornya masih ditahan sebagai barang bukti. Selain itu, Sumiati tidak pernah lagi bertemu bahkan berkomunikasi dengan tekong.

“Duit pinjaman Rp17 juta saya itu hilanglah,” katanya.

Saat ini ia tidak bisa berangkat ke Malaysia, meskipun ia sudah berniat masuk secara legal. Sumiati harus menunggu paspornya dikembalikan pihak kepolisian.

“Saya tidak tahu lagi mau gimana? Sudah berhutang, tetapi sekarang tidak ada pekerjaan,” kata Sumiati, diikuti isak tangis.

Modus Penyelundupan PMI di Batam

Sudah berkali-kali cerita tentang penipuan dan penyelundupan seperti yang dialami Sumiati itu didengar Pastor Chrisanctus Paschalis Saturnus. Namun, belum ada satu pun bukti yang kuat untuk membongkar dan menghentikan penyelundupan tersebut. Ia makin geram ketika cerita serupa selalu terdengar, sementara aparat justru diduga terlibat dalam pengiriman PMI ilegal.

Dugaan keterlibatan aparat ini ia ketahui ketika ia dan aktivis Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKP-PMP) melakukan investigasi penyelundupan PMI lewat Pelabuhan Internasional Batam Center. Pada 6 Desember 2022, ia bersama timnya menyamar menjadi penumpang kapal MV Allya Express 3 tujuan Tanjung Pengelih, Malaysia.

Sejak pagi, Paschalis sudah datang ke pelabuhan dan membeli tiket di konter PT Duta Bahari Samudra. Satu jam sebelum keberangkatan, ia melihat para calon PMI mulai masuk satu per satu ke kapal secara bergantian. “Mereka tidak gerombolan, agar tidak dicurigai,” katanya.

Secara umum, sulit buat mengidentifikasi mana calon PMI dan mana penumpang umum. Namun, berdasarkan manifest yang didapatkan Paschalis, ada perbedaan kode tiket untuk calon PMI ilegal dengan penumpang umum.

Manifest penumpang kapal dengan tanda merah adalah kode khusus penumpang PMI nonprosedural. (KKP-PMP)

Paschalis menemukan pada manifest kapal terdapat kode para mafia penyelundupan PMI nonprosedural. Kode itu tertera di kolom nomor tiket, diselipkan setelah tanggal keberangkatan kapal.

“Waktu itu kami berangkat tanggal enam bulan Desember, jadi kodenya 06/12/2022/ dan diikuti tiga huruf, itulah kodenya,” kata Paschalis.

Setidaknya manifest kapal Paschalis terdapat empat kode di setiap penumpang. Kodenya yaitu OD, BCK, SY, dan RS. “Lihat di manifest, kalau penumpang biasa tidak ada kode,” katanya.

Kode tersebut disinyalir mengatur jumlah jatah PMI yang bisa dikirim masing-masing mafia. Pada 6 Desember itu, tercatat mafia mengirim jumlah PMI yang berbeda-beda; OD mengirim 50 orang, BCK mengirim 68 orang, SY mengirim 12 orang, dan RS mengirim 10 orang.

“Kode itu yang menentukan punya siapa PMI ini,” kata Paschalis.

Paschalis mengatakan setiap jalur pengiriman PMI ilegal melalui pelabuhan resmi memang memiliki kode tertentu. Jika di jalur Tanjung Pengelih, kodenya berbentuk huruf; sedangkan jalur ke Pelabuhan Stulang Laut dan Pasir Gudang Malaysia, kodenya lingkaran atau centang di tiket penumpang.

Salah seorang sumber yang bekerja di pelabuhan membenarkan ada kode itu. Kode itu merujuk inisial nama penyalur PMI ilegal. “Kode itu biar mudah menghitungnya,” kata sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Paschalis memastikan kode itu sudah diatur oleh pemilik kapal. Kapal yang berangkat ke Tanjung Pengelih merupakan kapal MV Allya Ekspress 3 milik perusahan PT Duta Bahari Samudra.

Ika, salah seorang petugas di penjualan tiket, tidak mau berkomentar. Ia meminta kami datang ke kantor perusahaan di Kawasan Baloi, Kota Batam. Saat kami menyambangi kantor itu, perusahaan tersebut tutup.

Sementara itu, Yak Tiang, pemilik PT Duta Bahari Samudra, membenarkan kapal MV Allya Express 3 adalah miliknya, tapi menyangkal jika kapal itu digunakan untuk menyelundupkan PMI ke Malaysia.

“Betul punya saya, tapi nggak ada itu [penyelundupan]. Itu [kapal penumpang] biasa saja. Gila apa penyelundupan?” kata lelaki yang akrab dipanggil Akhiang lewat sambungan telepon, 10 Januari 2023.

Setelah manifest penumpang diperiksa, kapal pun berangkat ke Malaysia pukul 12.30 WIB. Saat itu Paschalis dan timnya diarahkan untuk naik ke ruangan VIP yang berada di kabin paling atas kapal. VIP hanya diisi beberapa orang.

Sedangkan penumpang lain yang memiliki kode khusus diarahkan ke lantai pertama dan kedua kapal. “Satu orang tim saya yang menyamar berada di lantai bawah, bersama PMI lain,” ujar Paschalis.

Suasana kapal ini tidak seperti biasanya. Petugas kapal yang mengenakan baju putih berkerah selalu mondar-mandir di antara penumpang. Selang beberapa menit, petugas menanyakan perihal proses penumpang mendapatkan tiket.

“Ada yang beli tiket sendiri?” Tidak ada satu pun penumpang yang menjawab; itu berarti tiket sudah diurus oleh pihak lain, kata Paschalis.

Salah satu kapal yang membawa calon PMI non prosedural dari Pelabuhan Batam Center ke Tanjung Pengelih, Johor, Malaysia. (KKP-PMP)

Di dalam kapal, petugas kapal menyediakan jasa penukaran uang rupiah menjadi ringgit. “Silahkan tukarkan uangnya ke rupiah sebagai uang tunjuk,” katanya.

Sebelum turun dari kapal, para PMI dibekali tiket pulang. Tiket pulang ini dijadikan sebagai modus meyakinkan pemeriksaan di Malaysia bahwa PMI hanya melancong yang akan kembali pada sore hari. Mereka pun lolos begitu saja dari pemeriksaan. Paschalis menduga ada permainan dengan petugas pelabuhan di sana. Sebab, dari penampilan para PMI, tidak ada satu pun yang terlihat seperti wisatawan.

“Kalau memang petugas pelabuhan bersih, sudah tampak mereka bukan pelancong,” katanya.

Dari pengamatan Paschalis, pelabuhan Pengelih begitu sepil; tidak terlihat banyak pelancong. Lokasi pelabuhan yang jauh dari kota membuatnya semakin yakin bahwa pelabuhan ini hanya untuk pekerja.

Selain itu, di pintu keluar pelabuhan, sudah terdapat bus dua tingkat. Bus itu membawa pekerja dari Tanjung Pengelih ke Kuala Lumpur. Setidaknya, butuh waktu dua jam perjalanan pekerja migran untuk sampai ke Kuala Lumpur.

Paschalis menyaksikan ratusan pekerja memasuki bus. Sebelum naik, mereka didata kembali oleh seseorang di pelabuhan yang juga memegang manifest penumpang dengan kode para penyalur.

Paspor Blacklist dan Setoran Per Kepala

Dalam sebuah wawancara video, tim Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKP-PMP) mendapatkan pengakuan dari salah seorang penumpang kapal yang ingin bekerja Malaysia, berhasil lolos meskipun memiliki paspor blacklist. Ia mengaku harus mengurus ‘pemutihan’ paspor dengan cara membayar ke calo imigrasi sebesar Rp12 juta.

“Bayar 12 juta kepada kapten, setelah itu paspor bisa baru lagi,” kata salah seorang PMI kepada tim KKP-PMP. Ia melihatkan bukti percakapannya dengan calo yang disebut ‘Kapten’.

Paschalis mengatakan selain ada penumpang blacklist yang lolos di Pelabuhan Internasional Batam Center menuju Tanjung Pengelih, ia menemukan daftar setoran pemain kepada oknum polisi di pelabuhan dan petugas Imigrasi.

“Yang paling main oknum polisi dan imigrasi,” katanya.

Setelah modus penyelundupan PMI ini dibongkar dan dilaporkan Paschalis ke Kementerian Hukum dan HAM, polisi dan lembaga lain pelabuhan Pengelih ditutup beberapa hari.

Semua temuan Paschalis itu dibenarkan oleh salah seorang mafia penyelundupan PMI nonprosedural di Pelabuhan Batam Center. Ia mengaku kesulitan jika menyalurkan PMI secara prosedural, sebab banyak aturan yang terkenal memberatkan pengusaha penyalur.

Untuk menyalurkan calon PMI ke Malaysia, ia meminta imbalan Rp2,3 juta per kepala. Biaya ini sudah termasuk biaya menjemput pekerja ke Bandara Hang Nadim Batam, penginapan di Batam, dan mengantar ke pelabuhan Batam Center hingga proses pengantaran dari Tanjung Pengelih ke Kuala Lumpur.

“Kita antar sampai pelabuhan karena calon PMI ini tidak mengerti semua,” katanya kepada tim liputan.

Setiap hari, ia datang ke pelabuhan dengan langsung membawa para calon PMI tersebut. Setelah itu, ia mengambilkan tiket kapal pekerja. “Tetapi hari ini saya ke pelabuhan, imigrasi tak mau cop (stempel pada paspor), close katanya.”

Saat pelabuhan ditutup karena dilaporkan Paschalis ke polisi, ia hendak membawa 130 calon PMI. Ia mengantar mereka kembali ke penginapan. “Ketika trip, tiba-tiba close, nggak jadilah,” ujarnya, belum lama ini.

Siluet seorang calon penumpang kapal membawa ransel dan kopor di Pelabuhan Batam Center. (Tim kolaborasi)

Buka tutup pelabuhan itu hal biasa dalam bisnis ini. Biasanya penutupan pelabuhan terjadi ketika ada konflik antara polisi dan imigrasi.

Sejak jalur Pengelih dibuka pada Mei 2022, memang terjadi buka tutup beberapa kali. “Jalan dua bulan tutup selama empat bulan. Kemudian pada November 2022 dimulai lagi. Tidak sampai sebulan, setop lagi,” katanya.

Pada Desember 2022, jalur ini sempat tutup tiga hari. “Pelabuhan Harbour Bay informasinya tutup, tetapi isunya tetap bergerak,” katanya.

Terkait setoran ke polisi dan imigrasi, ia membenarkan temuan Paschalis. Biasanya ia memberikan setoran kepada polisi dan imigrasi masing-masing Rp300 ribu per kepala. “Dulu hanya Rp200 ribu, sekarang naik.”

Setoran itu diberikan kepada polisi melalui pengutip yang merupakan warga sipil. Setiap minggu, ia dihubungi oleh nomor tak dikenal untuk menghitung penagihan total PMI yang dikirim setiap minggu. Setelah total jumlah penumpang didapatkan, dilanjutkan proses pengutip.

“Penagih ini punya nomor ganti-ganti setiap penagihan, saya tidak tahu siapa yang penagih,” katanya.

Setelah itu, ia harus memberikan setoran melalui pengutip. Ia juga mengaku proses serah terima setoran berbeda-beda. “Hari ini ngutipnya di lokasi ini, besoknya ngutipnya berubah lokasi.”

Sudah tiga minggu ini ia tidak dihubungi penagih setoran. “Beberapa hari ini close, imigrasi tidak mau ngecop, terhambat juga kita, padahal sudah lobi jalur VIP tidak bisa juga,” katanya.

Saat ini ia masih menampung sekitar 200 calon PMI ke Malaysia; semua itu masih tertunda. Sementara calon PMI yang sudah mendaftar melalui dia kini sudah mencapai 1.000 orang. Dari jumlah itu, ia mengaku mendapat keuntungan Rp250 ribu per kepala.

Ia menghitung, jika dalam sehari kapal melakukan 2 kali perjalanan dan sekali berangkat bisa mengangkut 169 orang dengan 130 orang di antaranya adalah calon PMI, maka dalam sehari ada sekitar 260 calon PMI nonprosedural yang diberangkatkan. Jika dikalikan Rp300 ribu per kepala untuk setoran ke polisi dan imigrasi, total Rp1,5 miliar disetor setiap bulan ke masing-masing instansi.

“Itu baru jalur Tanjung Pengelih, belum ke Stulang dan Pasir Gudang,” katanya.

Sesampai di Malaysia, para PMI sudah ada perusahaan lain yang mengurus mereka. “Orang imigrasi sana [Malaysia] juga ikut bantu,” katanya.

Jalur penyelundupan PMI lewat pelabuhan resmi ini kini lebih banyak diminati daripada pelabuhan tikus. Pelabuhan tikus sangat berbahaya dan biasanya khusus untuk pekerja blacklist dan bekas tangkapan di Malaysia. Biayanya pun mencapai Rp15 juta per kepala. Menurutnya, jalur belakang banyak dilalui pekerja dari Lombok.

“Sekarang memang tak seramai dulu,” katanya.

Cop Legal Jalur Pengelih

Pada hari-hari biasa, rute kapal Pelabuhan Internasional Batam Center ke Pelabuhan Pengelih memang terlihat banyak calon penumpang meski Pengelih jauh dari destinasi wisatawan Malaysia. Penjagaan di pelabuhan itu pun lengang dan tidak ada pemeriksaan ketat.

Salah seorang dari tim kolaborasi media di Batam yang menjajal jalur ini, begitu mudah lolos dari pemeriksaan. Petugas di sana hanya bertanya tentang tujuan dan alasan ke Malaysia, lalu memberikan cap pada paspor tanda bisa melintas.

Pada 15 Desember 2022, tim kolaborasi mencoba mengkonfirmasi jalur Pelabuhan Batam Center-Tanjung Pengelih kepada imigrasi Batam. Imigrasi malahan tidak mengetahui ada jalur tersebut.

“Baru tahu saya [jalur itu], pakai cap [imigrasi], ya?” ujar Tessa Harumdila, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi Batam.

Tessa sempat menghubungi beberapa petugas melalui sambungan telepon; ia menanyakan rute tersebut. Tessa meminta foto petugas yang memberikan cap di jalur tersebut kepada tim kolaborasi.

“Pakai baju putih, ya? Saya tanya Kepala Seksi Pemeriksaan di [pelabuhan] Batam Center, Pengelih saja dia tak tahu,” katanya.

Tessa berkata akan menindak jika terdapat “oknum” yang mencoba menerima suap dari pemain tersebut. Ia memastikan selalu memperingatkan petugas untuk bekerja dengan baik.

“Kalau ada petugas yang begitu, selama ini pasti akan kami berikan sanksi,” kata Tessa.

Suasana pelabuhan Tanjung Pengelih, Johor, Malaysia pada Desember 2022. (Tim kolaborasi)

Berbeda dengan imigrasi, Kapolsek Kawasan Pelabuhan (KKP) Polresta Barelang, AKP Awal Syaban Harahap, tak membantah jika terdapat penyelundupan PMI nonprosedural di Pelabuhan Batam Center. Ia berkata berbagai upaya telah dilakukan sejak menjabat sebagai kapolsek pada akhir September 2022.

AKP Awal sudah menangkap 20 tersangka pemain PMI nonprosedural, dengan korban 70 orang, serta satu bos besar yang masih berstatus DPO. “Sekarang laporannya sudah berstatus P21 (berkas penyidikan perkara lengkap),” kata Awal.

Awal mengatakan jalur penyelundupan PMI nonprosedural tak hanya di Pelabuhan Batam Center, tapi juga di Harbour Bay Batam dan Pelabuhan Sekupang. “Jadi, kalau kita tolak mereka masuk Batam Center, mereka akan cari jalan lain,” kata Awal.

Awal berkata hasil pemeriksaan beberapa kasus itu setidaknya korban berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Surabaya, dan lainnya. Setiap PMI harus membayar paling besar Rp17 juta satu orang, paling sedikit Rp2 juta. “Harga ini tergantung kebutuhan PMI. Kalau hanya berangkat saja bisa Rp3 juta,” kata Awal.

Awal akan menunggu pemeriksaan atas laporan yang disampaikan Paschalis. “Yang penting kalau ada anggota saya yang bermain, laporkan langsung kepada saya,” kata Awal.

Solusi Ideal PMI Ilegal

Tuntutan ekonomi membuat PMI harus mencari pekerjaan ke Malaysia. Bahkan tidak jebol jalur pelabuhan resmi, mereka mengakali melalui jalur belakang (pelabuhan tikus). Tidak jarang di jalur belakang, para pekerja mempertaruhkan nyawa demi keluarga.

Yang terbaru adalah delapan PMI tenggelam di perairan Kabil Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Mereka hendak masuk ke Malaysia melalui jalur pelabuhan tikus di Batam dengan kapal kecil. Nahas, mereka diterjang ombak di tengah laut, kemudian tenggelam.

Kejadian seperti ini hampir lumrah setiap akhir tahun di perairan Batam. Apalagi Kota Batam menjadi transit para pekerja migran ke Malaysia atau Singapura.

Sepanjang 2022, Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepulauan Riau telah mencegah 94 kali pemberangkatan PMI secara nonprosedural dan 555 PMI berhasil dihindarkan dari bekerja secara nonprosedural ke luar negeri.

Banyak dari pekerja lebih mengambil cara nonprosedural ketika bekerja ke luar negeri.

Menurut para pekerja, jalur tersebut lebih mudah dan cepat. Menurut pengakuan salah seorang mafia penyelundupan PMI ilegal, terlalu banyak syarat dan aturan pemerintah yang memberatkan penyalur dan para pekerja. Beberapa izin yang memberatkan itu antara lain surat keterangan dari Disnaker, surat medical, dan sertifikat pelatihan.

“Apalagi ketika mereka pakai jalur sesuai prosedur, ada perjanjian harus membayar pelatihan dengan sistem potong gaji selama tiga bulan. Kalau potong gaji, mereka makan apa? Itu yang pekerja tidak mau,” katanya.

Begitu pula yang disampaikan Kapolsek Kawasan Pelabuhan (KKP) Polresta Barelang, AKP Awal Syaban Harahap. Ia menyarankan pemerintah daerah membuat lembaga khusus untuk menampung para korban PMI yang ditolak pergi ke Malaysia. Setelah ditampung, mereka bisa diberikan edukasi dan mungkin dibantu kekurangan apa yang membuat mereka ditolak.

“Jadi dicarikan solusinya oleh pemerintah,” kata Awal.

Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepri, Kombes Amingga, mengatakan hal sama. Menurut Amingga, harus ada aturan khusus di Kota Batam sebagai daerah transit PMI yang ingin bekerja ke Malaysia.

Misal saja, ketika pekerja kekurangan administrasi, mereka harus kembali ke daerah asal dari Batam untuk mendapatkan surat tertentu. Menurut Amingga, di Batam harus ada pos untuk pengurusan hal seperti itu. “Juga kita perlu payung hukum khusus penempatan PMI di daerah transit,” ujarnya.

BP3MI mencatat ada beberapa hambatan perlindungan PMI, di antaranya banyak pelabuhan tikus di Batam, masih kuat ego sektoral hingga maraknya sindikat PMI. Ia berkata seharusnya setiap pekerja harus melengkapi prosedural syarat bekerja di luar negeri sesuai regulasi tentang pekerja migran.

“Kami bisa melakukan pencegahan, tapi kewenangan terbatas. Tidak seperti teman-teman kepolisian yang bisa menindak langsung.”

Amingga berkata sejatinya BP3MI memproses PMI yang berangkat secara prosedural, bukan menyaring yang ilegal. “Sekarang kalau mereka bilang mau melancong, kami nggak punya hak menghentikan. Jadi selama ini fungsi kami ada di pelabuhan untuk mendata PMI yang pulang,” katanya.


Sumiati bukan nama sebenarnya. Identitas narasumber disamarkan karena alasan keselamatan.

Laporan ini merupakan hasil kolaborasi dengan Harian Kompas, Batam Pos, Batam News, dan Project Multatuli.

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Mawa Kresna
14 menit