Rusli (34) frustrasi merasakan menjadi pekerja outsourching di PLTU Suralaya unit 9 dan 10. Ia merasa terperangkap dalam sistem yang semakin membuat suram masa depannya. Tujuh belas tahun lalu, ia belum memikirkan hal ini ketika ia pertama kali bekerja di sana.
Ia memulai karir bekerja di PLTU Suralaya sebagai buruh harian lepas pada 2008 dalam proyek overhaul (perbaikan atau pemeliharan) PLTU Suralaya unit 4. Ilmu yang diperoleh dari SMK YP Fatahillah 1 Kramatwatu jurusan elektrikal langsung diterapkan dalam proyek tersebut.
Pada akhir 2009, Rusli diajak bekerja di PLTU Banten 1 atau PLTU Suralaya unit 8. Statusnya yang dulu pekerja harian lepas, kini menjadi pekerja konstruksi dengan sistem outsourcing. Pekerjaan itu berlangsung selama 16 bulan, setelah itu ia kembali menjadi pengangguran.
Menurut Rusli, sistem outsourcing dulu lebih baik dibandingkan era Cipta Kerja. Ia bilang, dulu per tiga bulan pembaruan kontrak kerja mendapatkan satu kali gaji di luar bulanan, namun sekarang sudah tidak ada lagi. “Konstruksi dulu sama sekarang outsourcing-nya beda. Kalau dulu dapat uang surplus gitu,” kata Rusli, Jumat, 6 Desember 2024.
Pola kontrak yang diterapkan oleh perusahaan pun tidak memberikan jaminan jangka panjang. Pada awal kontrak kerja sebagai pekerja outsourcing di PLTU Suralaya, ia dipekerjakan setiap tiga bulan. Namun, setelah ada UU Cipta Kerja, kontraknya diubah menjadi per per bulan. Hal ini membuat Rusli dan banyak temannya sangat rentan diputus kontraknya secara sepihak.
Kondisi itu yang mendorong Forum Pemuda Kahal Bersatu melakukan demonstrasi di depan kantor Kelurahan Suralaya pada awal Desember 2024. Rusli salah satu yang ikut dalam demonstrasi itu. Mereka menuntut transparansi informasi lapangan pekerjaan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Suralaya. LPMK merupakan organisasi yang dibentuk kelurahan untuk mencari pemuda di Suralaya yang ingin bekerja di kawasan pembangkit listrik terbesar di Indonesia tersebut.
Rusli bilang sudah tiga bulan lebih warga lokal menyerahkan data pengalaman kerja dan berharap ada panggilan pekerjaan. Namun, LPMK memberi janji kosong. Pemuda diminta untuk mengirimkan lamaran, namun tak ada kejelasan. Jika ditanya, jawabannya selalu sama. “Sabar, proses masih berjalan,” ungkap Rusli.
Rusli menuding adanya praktik nepotisme yang dilakukan oknum di LPMK. Organisasi di bawah kelurahan itu memonopoli informasi lapangan kerja. Ia menandai beberapa orang yang bekerja di PLTU memiliki kedekatan dengan pengurus LPMK.
Catatan Forum Pemuda Kahal Bersatu, ada sekitar 400 orang pengangguran yang berasal dari 15 lingkungan; Kubang kepuh, Pringori, Cubul, Pancuran, Jelawe, Kotak malang, Kembang kuning, Cisalak 1, Cisalak 2, Selirit, Cisuru, Buah dodol, Kopi, Semboja dan Berigil.
Kondisi serupa diungkap Ruslan (35), bapak dua anak asal Suralaya. Ruslan merupakan buruh kerja harian lepas. Ia bilang semua informasi lapangan kerja di blok kelurahan, dan lamaran kerja tak pernah ada kabar.
Kondisi bertolak belakang dengan klaim pemerintah bahwa pembangunan industri di Suralaya akan meningkatkan sumber daya manusia, menyerap lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan untuk warga sekitar. Faktanya di lapangan justru berbeda.
“Untuk kesejahteraan warga, tapi nyatanya nol. Bukan nol kecil, nol besar. Pengangguran setiap tahun bertambah. Janji pun bertambah. Jadi tidak ada solusinya sama sekali untuk kesejahteraan masyarakat. Berdirinya PLTU di sini hanya dikasih polusi,” ungkap Ruslan Jumat, 6 Desember 2024.


Ruslan juga mengungkap bahwa ada 50 lebih subkontraktor, baik lokal, nasional maupun luar negeri di PLTU Suralaya. Ia menjelaskan semua kontraktor yang beroperasi pasti melakukan koordinasi dengan pihak kelurahan. Oleh karena itu, bagi warga, klaim bahwa LPMK tidak mengetahui soal lapangan pekerjaan yang tersedia, terasa sangat tidak masuk akal.
“Mustahil kita masuk ke rumah orang tanpa izin, tapi saat ditanyakan ke masyarakat, mereka tidak tahu apa-apa. Itu sudah terjadi sejak dulu,” jelas Ruslan yang mempunyai keahlian sebagai welder (juru las) di industri pembangkit listrik.
Ia juga menceritakan pengalamannya dan warga lainnya yang menjadi korban seorang broker sub kontraktor PLTU Suralaya. Ruslan pernah disuruh mencuci mobil milik si broker jika ingin masuk bekerja, namun ia menolak. “Suruh cuci mobil dulu, baru bisa masuk. Itu seperti diperbudak,” ungkapnya.
Akibatnya, ia tidak mendapatkan pekerjaan, sedangkan beberapa temannya yang mengikuti perintah tersebut akan mendapatkan pekerjaan di PLTU Suralaya, seperti menjadi helper konstruksi.
Selain perlakukan yang semena-mena, warga juga mendapatkan ancaman. Misalnya bagi pemuda yang ikut demonstrasi bakal di-blacklist dari lapangan pekerjaan di Suralaya. Bahkan ada orang tua yang dipanggil untuk menasehati anak-anaknya agar tidak ikut demonstrasi selanjutnya.
“Kamu kepantau sama CCTV, kalau kamu di-blacklist sama perusahaan, saya gak tanggung jawab. Jadi ditakut-takuti,” kata Ruslan menirukan ancaman yang ia dengar.
Sementara itu, Ketua LPMK Suralaya, Sukandi, menyebut aksi pemuda Suralaya pada awal Desember 2024 di kelurahan merupakan bagian dari silaturahmi, bukan demonstrasi. Wajar, lanjutnya, pemuda mempertanyakan informasi lapangan kerja. Namun, ia membantah tudingan Forum Pemuda Kahal Bersatu yang menyebut pihaknya menutup informasi lapangan kerja.
Ia menjelaskan mandat informasi lapangan kerja diberikan kepada pihaknya oleh lurah. Namun, informasi itu juga diteruskan kepada RT/RW setempat karena yang tahu persis kondisi lingkungannya.
Selain itu, ia membenarkan memiliki perusahaan di wilayah Suralaya. Perusahaan itu bergerak dibidang mekanis dan sipil. Namun, Sukandi membantah memanfaatkan posisi sebagai Ketua LPMK untuk kepentingan pribadi atau perusahaannya. “Kalau ada buktinya, silahkan buktikan. Jangan menuding,” kata Sukandi, Jumat, 10 Januari 2025.
Terkait tudingan intimidasi kepada pemuda Suralaya yang ikut aksi demonstrasi, Sukandi lagi-lagi membantah. Ia bilang tidak punya kewenangan untuk memasukan mereka ke daftar hitam pencari kerja. “Mana bisa LPMK blacklist,” klaimnya.
Rencana Pensiun PLTU Suralaya
Kecemasan atas ketiadaan akses lapangan pekerjaan makin dirasakan sejumlah pekerja setelah kabar rencana penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya. Pada saat masih menjabat, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengatakan hal ini sebelum lengser.
“Itu kami (akan) rapatin nanti yang (PLTU) Suralaya itu, kan sudah banyak polusinya. Dan sudah (beroperasi) lebih dari 40 tahun,” kata Luhut setelah menghadiri Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Rabu, 14 Agustus 2024.
Ia menyebut indeks kualitas udara Jakarta bisa mencapai 170-200 µg/m3 akibat PLTU Suralaya. Kondisi itu membuat banyak orang sakit Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Kondisi itu berbanding terbalik dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang mencatatkan kualitas udaranya lebih bagus dengan indeks 6 µg/m3.
“Kita Jakarta ini, kalau bisa kita tutup tadi (PLTU) Suralaya, kita berharap [indeks kualitas udara] akan bisa turun, mungkin di bawah 100 indeksnya ini,” kata Luhut.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa setidaknya ada 13 unit PLTU yang berpotensi melakukan pensiun dini sebelum 2030. Kriteria pensiun dini PLTU ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) 112 tahun 2022, yang melibatkan beberapa faktor seperti kapasitas, usia pembangkit, utilisasi, emisi gas rumah kaca, nilai tambah ekonomi, hingga dukungan pendanaan dan teknologi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Atas dasar kriteria itu, PLTU besar seperti PLTU Suralaya, PLTU Paiton, dan PLTU Ombilin masuk sebagai calon yang dipertimbangkan untuk pensiun dini. Rencana ini semakin diperkuat dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang disampaikan dalam KTT G20 di Rio de Janeiro, Brasil.
“Kami berencana untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan semua pembangkit listrik tenaga fosil dalam 15 tahun ke depan. Kami berencana untuk membangun lebih dari 75 gigawatt tenaga terbarukan dalam 15 tahun ke depan,” jelas Prabowo.
Rencana pensiun dini PLTU merupakan bagian dari program Just Energy Transition Partnership (JETP). JETP merupakan skema pendanaan bagi negara berkembang untuk meninggalkan energy fosil dan bertransisi ke teknologi yang rendah karbon. Salah satu pilar penting dalam transisi energi adalah keadilan restoratif. Pilar ini penting karena memulihkan dan pengembalian hak-hak masyarakat, serta mengatasi ketidaksetaraan yang timbul akibat industri batubara yang merusak lingkungan dan mengancam kesehatan serta kehidupan sosial-ekonomi warga sekitar.
Namun, rencana pensiun PLTU Suralaya tak disertai langkah mitigasi dampak bagi pekerja dan warga sekitar. Lurah Suralaya, Sarmanah bahkan mengungkap bahwa ia belum menerima informasi apapun mengenai rencana tersebut.
“Belum ada informasi dan tidak ada tindak lanjut ke internal kami juga (dari Indonesia Power maupun pemerintahan kota Cilegon),” kata Sarmanah, Selasa, 10 Desember 2024.
Saat ini jumlah penduduk Suralaya mencapai 7.121 orang dengan jumlah kepala keluarga 2.333 orang. Awalnya mata pencaharian warga adalah petani dan nelayan. Namun, sejak industri PLTU hadir, profesi tersebut mulai kurang diminati warga, bahkan beralih profesi menjadi buruh kasar.
Mayoritas penghasilan warga, lanjut Sarmanah, rerata tidak lebih dari Rp5 juta per bulan. Selain itu, jumlah pengangguran warga Suralaya sebanyak 700 orang. Namun, yang baru terdaftar ulang di kelurahan sebanyak 500 orang.
Bukan hanya Sarmanah, Disnaker Kota Cilegon belum mendapat informasi terkait rencana suntik mati PLTU Suralaya. Jika pun ada, seharusnya ada surat masuk ke Disnaker, sebab berkaitan dengan hubungan kerja antara perusahaan pemberi kerja dengan pekerja. Bahkan dari pemerintah provinsi belum ada instruksi apapun terkait pensiun PLTU Suralaya.
Sementara itu, pekerja overhaul PLTU Suralaya, Sudarsono (bukan nama sebenarnya) mengatakan ia mengetahui rencana pensiun PLTU atau suntik mati PLTU dari berita dan sesama rekan kerja di unit 1-7. Ia menyebut tak tahu nasib warga yang telah bekerja di unit 1-4 tersebut, sebab selama puluhan tahun warga bergantung dengan PLTU Suralaya.
Ketergantungan warga pada industri PLTU Suralaya, kata Sudarsono, karena mata pencaharian warga sekitar telah direnggut oleh PLTU, seperti ladang dan sawah untuk petani sudah berkurang, pesisir pantai untuk pedagang sudah tidak ada, dan ruang tangkap nelayan semakin jauh.
“Bila mana (PLTU) unit 1-4 ditutup, masyarakat yang berdampak dari situ. Orang yang masih produktif di PLTU, membiayai anak cucunya. Mau dikasih makan apa anak-istrinya,” kata Sudarsono yang juga merupakan pekerja outsourcing di PLTU Suralaya.

Azrul (66), pensiunan karyawan PLTU unit 1-7, mengatakan sudah tahu informasi penutupan PLTU Suralaya dari acara halal bihalal yang diselenggarakan Indonesia Power sembilan bulan lalu. Indonesia Power adalah anak perusahaan dari PLN yang bergerak di bidang pembangkitan listrik. Dalam pertemuan itu ada perbincangan soal rencana pensiun PLTU Suralaya.
“Bapak aja pensiun, unit juga bakal pensiun. Itu sudah lumrah,” kata Azrul saat ditemui Project Multatuli, Minggu, 5 Desember 2024.
Radyan Genta, pegawai tetap di PLTU Suralaya, menyampaikan kekhawatirannya mengenai rencana pensiun PLTU yang diperkirakan akan membawa dampak besar bagi pekerja dan masyarakat sekitar. Bagi pekerja tetap, dampaknya mungkin tidak terlalu signifikan secara ekonomi karena mereka bisa dipindahkan ke unit Indonesia Power di daerah lain. Namun, bagi pekerja outsourcing, perubahan ini dapat menjadi pukulan besar.
“Kalau shock pasti ada, cuma itu sudah menjadi bagian dari kesepakatan awal kami, siap ditempatkan di mana saja (oleh Indonesia Power). Pokoknya gimana caranya sustainable lah, kalau bisa jangan ditutup,” kata Genta saat ditemui di Kota Cilegon pada Senin, 16 Desember 2024.
Menurut Assistant Manager Humas PLN Indonesia Power UBP Suralaya itu, PLTU Suralaya unit 1-7 mempekerjakan sekitar 600 pekerja organik (pegawai BUMN) dan 400 pekerja lokal dengan sistem outsourcing di bidang cleaning service dan security. Namun, jika dihitung dengan aktivitas overhaul tahunan, jumlah pekerja yang terlibat bisa mencapai 2.000 orang.
Peningkatan jumlah pekerja ini terjadi karena dalam proses overhaul, PLTU Suralaya tidak hanya melibatkan pegawai BUMN atau outsourcing, tetapi pekerja lepas harian. Jumlah pekerja harian yang terlibat tergantung pada tingkat kerusakan yang terjadi pada pembangkit tersebut.
Overhaul merupakan proses pemeliharaan dan perbaikan besar, memerlukan tenaga kerja tambahan untuk memastikan kelancaran operasional dan meminimalkan waktu henti pembangkit.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), sebuah lembaga think-tank yang sebagian besar berfokus pada Ekonomi dan Hukum, Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa rencana pemerintah untuk mematikan PLTU Suralaya merupakan langkah reaktif akibat tekanan publik terkait polusi udara di Jakarta. Menurutnya, keputusan ini diambil setelah semakin kuatnya desakan masyarakat mengenai dampak buruk polusi yang berasal dari PLTU tersebut.
Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai waktu dan mekanisme pensiun PLTU Suralaya. Ditambah lagi PLTU Suralaya tidak masuk dalam skema kerja sama pendanaan JETP. Hal ini menambah kebingungan di kalangan masyarakat sekitar.
“PLN beralasan transmisinya belum siap ketika dimatikan dan belum ada pembangkit energi terbarukan untuk menggantikan,” ujar Bhima, Rabu, 11 Desember 2024.
Di sisi lain, meskipun ada oversupply listrik di wilayah Jawa-Bali, keputusan untuk tetap mempertahankan PLTU Suralaya, yang berkontribusi pada polusi udara dinilai tidak memiliki dasar yang kuat.
Dalam laporan Ventusky, sebuah perusahaan yang berfokus pada visualisasi data meteorologi (curah hujan, kecepatan angin, suhu, kualitas udara) secara real time, selama seminggu (23-29 Desember 2024), kualitas udara atau PM2.5 di Suralaya mencapai 106 mikrogram per meter kubik (µg/m3) pada jam 10 malam-26 Desember 2024.
Pola meningkat dan menurunnya polusi udara PM2.5 pada dini hari, siang dan malam terjadi selama satu pekan. PM2.5 memiliki lebar sekitar 2 sampai 1,5 mikron. Ukuran ini 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia. Selama enam hari, kualitas udara pada jam 1 dini hari dari 16-100 µg/m3. Angka ini sudah melebihi batas aman harian (24 jam) kualitas udara berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 15 µg/m3. Sedangkan sehari lainnya kualitas udara mencapai 12 µg/m3, sesuai ambang batas WHO.
Presiden Prabowo Subianto, dalam pertemuan KTT G20 baru-baru ini mengungkapkan niat untuk memensiunkan PLTU Batu Bara. Hal ini, menurut Bhima, seharusnya menjadi indikasi bahwa PLTU Suralaya juga harus segera dimasukkan dalam rencana pensiun, dengan sosialisasi yang jelas kepada masyarakat.
Namun, ada ketidaksesuaian antara PLN dan pemerintah dalam hal strategi pensiun PLTU, khususnya di Suralaya. PLN, lanjut Bhima, justru berusaha memperpanjang usia PLTU Suralaya dengan cara mencampurkan biomassa dengan pelet kayu, sementara pemerintah pusat berencana melakukan suntik mati PLTU.
Tak hanya itu, Bhima juga menjelaskan bahwa mayoritas pemerintah daerah seperti di Cirebon, Cilegon, dan Sukabumi belum tahu dan tidak memiliki kerangka regulasi untuk pelaksanaan JETP pada perpres 112/2022 dan perpres Nomor 11/2023 yang mengatur kewenangan daerah pada bidang EBT. Karena ketidaktahuan mereka, hingga kini pemda akhirnya belum memiliki aturan pelaksanaan pengelolaan energi bersih di lapangan.
“Kami juga waktu itu kunjungan ke pemda, ingin melihat kapan PLTU Suralaya dimatikan. Malah (pemda) kok enggak tahu. Jadi rencana transisi energi ini seolah bukan urusan pemerintah daerah, padahal jika PLTU Suralaya benar-benar dimatikan, dampaknya akan menjadi beban berat bagi pemerintah daerah. Apalagi, jika lokasi pengganti untuk sumber energi terbarukan tidak berada di tempat yang sama dengan PLTU Suralaya,” ungkap Bhima.
Project Multatuli mencoba konfirmasi soal roadmap transisi energi pada PLTU Batubara ke Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi. Namun, ia tak berkomentar. Saat ditanya lagi soal upaya mitigasi dan dampak pensiun PLTU, ia hanya menjawab singkat.
“Belum ada keputusan,” katanya, Kamis, 12 Desember 2024.
Tak adanya keputusan pemerintah pusat juga membuat pemerintah daerah bingung terkait mitigasi dan dampak ke depan. Bahkan mereka belum dilibatkan dalam pembuatan kebijakan atau regulasi transisi energi di daerah.
“Belum, biasanya kita di Kominfo (komunikasi dan informasi kota Cilegon) mendapat informasi dari DLH (Dinas Lingkungan Hidup), tapi kita belum dapat info,” kata Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Kota Cilegon, Ipung Ernawati Setianingrum, Rabu, 8 Desember 2024. “Transisi energi? Baru dengar saya.” Tambahnya.
Sementara itu, Radyan Genta menyebut pihak PLN selalu membahas mitigasi dari rencana pensiun PLTU Suralaya. Bahkan ada kajiannya terkait dampak pensiun PLTU terhadap pekerja maupun warga sekitar.
“Pasti (ada kajian mitigasinya), enggak mungkin kalau enggak (ada),” katanya.
Namun, ia mengakui bahwa pembahasan mitigasi belum sampai ke kelurahan. Sebab, ia menunggu keputusan dari PLN pusat. Genta juga menambahkan pembahasan rencana pensiun PLTU Suralaya secara resmi pasti ada di PLN, tapi belum ada keputusan juga.
“Gak mungkin gak dong. Apalagi yang ngomong kan sekelas menteri (Luhut) ya. Pasti tetap ada pembahasan. Cuma untuk perhitungan (untung rugi), rencananya akan tutup kapan, ya ini aku gak bisa pastiin. Ini masih belum dibuka sama teman-teman dari kantor pusat,” ujarnya.
Genta berharap PLTU Suralaya unit 1-7 jangan ditutup, mengingat belum ada pengganti yang menggantikan kapasitasnya secara penuh, meskipun ada pembangkit unit 9 dan 10. Ia bilang menutup aset nasional itu tak segampang membalikkan telapak tangan, malah menimbulkan dampak besar bagi warga sekitar
“Yang akan teriak sebenarnya bukan kita ya, tapi masyarakat yang ada di sekitar,” kata Lutfi dari Humas PLN Indonesia Power UBP Suralaya. “Jangan ditutup, jangan ditutup, malah kayak gitu akhirnya. Dampaknya ya, kalau kami (pegawai tetap) sebenarnya masih kondisi aman.”
Dampak Ekonomi Bagi Pekerja dan Masyarakat
Sejak duduk di bangku SMK YP Fatahillah 1 Kramatwatu, Rusli sudah terbiasa membantu orang tuanya berdagang kelapa muda di Pantai Kelapa 7, Cilegon. Setiap hari, ia bersama keluarga menjajakan kelapa muda segar kepada para pengunjung yang datang menikmati sejuknya angin pantai.
Rusli yang memiliki keahlian di bidang elektrikal sempat mencoba peruntungan di PLTU Suralaya selama tiga tahun (2008-2011). Namun, karena sistem yang tidak mendukung pekerja lokal, ia akhirnya memilih kembali ke pekerjaan lamanya, berdagang di pantai.
Selain itu, ia juga mengelola usaha toilet yang menjadi kebutuhan penting bagi wisatawan. Kehidupan sederhana namun cukup memberi untuk menghidupi keluarganya.
Namun, pantai yang menjadi tempat penghidupan Rusli selama empat tahun (2011-2015) kini telah berubah drastis. Tempat yang dulu penuh dengan riuh pengunjung, kini hilang, digantikan oleh batu pemecah ombak dan pemandangan kokohnya PLTU Suralaya unit 9 dan 10 yang berdiri megah di atasnya. Industri besar yang hadir di tanah kelahirannya itu telah mencabut sumber mata pencahariannya, memaksanya untuk mencari jalan hidup yang baru lagi.
Rusli mengingat betul bagaimana dahulu ia bisa menghasilkan hingga Rp300 ribu per hari hanya dengan berjualan kelapa muda. Pendapatan itu bisa dua kali lipat jika di akhir pekan.
“Kalau akhir pekan, penghasilan bisa lebih banyak, sekitar Rp700 ribu sampai Rp800 ribu per hari,” kenangnya. Belum lagi, usaha toilet yang ia kelola juga memberi tambahan pendapatan, meski tidak sebesar usaha kelapa mudanya. Dari usaha toilet, Rusli bisa dapat Rp100- Rp300 ribu per hari.
Artinya jika penghasilan terkecil Rp300 ribu, maka dalam sebulan Rusli bisa menghasilkan Rp9 juta. Sementara penghasilan usaha toilet dengan nilai terkecil bisa mencapai Rp1 juta per bulan. Jika ditotal, penghasilannya dari berdagang bisa mencapai Rp12 juta per bulan.
Namun semua itu berubah sejak hadirnya PLTU Suralaya unit 9-10. Rusli kehilangan lebih dari sekadar mata pencaharian, ia kehilangan sebagian dari hidupnya yang dulu begitu akrab dengan laut dan pasir pantai.
“Sekarang susah, sulit banget dapat pekerjaan di sini,” ujarnya dengan suara yang tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa.

Rusli menambahkan bahwa kerusakan unit PLTU 1-7 merupakan sedikit rejeki bagi warga lokal untuk menjadi pekerja lepas harian. Biasanya besar kecilnya perbaikan maupun pemeliharaan PLTU akan pengaruhi pendapatannya. Ia bilang, pendapatannya sebagai pekerja overhaul bisa mencapai Rp6 juta per bulan atau Rp8 juta. Setelah itu, warga menjadi pengangguran kembali.
Sedangkan sebagai pekerja outsourcing di PLTU Suralaya dapat mencapai Rp4,8 juta per bulan, dan dengan lembur, totalnya bisa mencapai Rp6-7 juta.
Sementara itu, Azrul bilang sejak pensiun dari karyawan PLTU Suralaya, ia membuka warung nasi padang. Jaraknya tak lebih dari 100 meter dari industri PLTU Suralaya. Sehari-hari, pria asal Sumatera Barat itu bisa menghasilkan Rp1,5 juta per hari dari hasil dagangannya. Paling kecil lanjutnya, bisa dapat Rp600 ribu per hari.
Sementara itu, Ali (bukan nama sebenarnya) sudah mengabdikan 20 tahun hidupnya sebagai pekerja outsourcing cleaning service di PLTU Suralaya. Pekerjaan ini menjadi satu-satunya sebagai sumber penopang hidupnya bersama keluarga kecilnya, meski upahnya di bawah upah minimum regional Cilegon 2024 Rp4,8 juta. Baginya, mencari pekerjaan di luar sangatlah sulit, apalagi bagi warga yang tak punya ijazah.
“Kalau bertani dan mengelola ladang hasilnya gak mungkin cukup untuk makan sehari-hari karena hasilnya enggak menentu. Kalau di PLTU kan otomatis per bulannya sudah pas,” ujarnya, Kamis, 5 Desember 2024.
Laporan Celios dan Yayasan Cerah yang berjudul “Antisipasi Dampak Ekonomi Pensiun Dini PLTU Batu Bara” mengungkapkan dampak terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Banten. Pada skenario pertama, hanya mencakup pensiun dini PLTU, PDRB diperkirakan mencapai Rp930 miliar. Dalam skenario kedua, yang mencakup pensiun dini dan pembangunan energi terbarukan, PDRB bisa meningkat menjadi Rp1,9 triliun.
Jika menggunakan skenario pertama, sektor yang paling terdampak penutupan PLTU adalah pengadaan listrik dan gas dengan minus Rp752 miliar, perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor Rp44 miliar, transportasi dan pergudangan Rp29,2 miliar, penyediaan akomodasi dan makan minum Rp1,9 miliar, real estat Rp3,1 miliar.
Kondisi di atas berbanding terbalik jika menggunakan skenario kedua, sebab pertumbuhan ekonomi menjadi positif. Sektor yang paling berdampak positif adalah pengadaan listrik dan gas Rp1,3 triliun, penyedia akomodasi dan makanan minuman Rp220 miliar, perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor Rp385 miliar
Sementara itu sektor transportasi dan pergudangan yang dikhawatirkan terdampak adanya transisi dari pengangkutan batu bara ke PLTU yang di pensiun dinikan, ternyata menerima manfaat positif Rp269 miliar. Hal ini terjadi karena kebutuhan transportasi pergudangan untuk mengangkut komponen energi terbarukan jauh lebih besar terutama pada fase pembangunan atau konstruksi.
Tambahan tenaga kerja yang diakibatkan peningkatan output menghasilkan penurunan kemiskinan sebesar lebih 153 ribu orang. Peningkatan ini dihasilkan dari investasi yang masuk untuk pembangunan pembangkit energi terbarukan sehingga dapat menyerap tenaga kerja sekaligus dapat mereduksi angka ketimpangan antar wilayah dan menekan jumlah penduduk miskin
Wawan Gunawan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cilegon menyatakan bahwa dampak penutupan PLTU Suralaya akan menjadi masalah yang melibatkan banyak sektor, bukan hanya terkait tenaga kerja. “Ini sudah menjadi masalah lintas sektor, bukan hanya soal tenaga kerja saja. Di luar informasi yang ada, sejumlah dinas lain, seperti Dinas UMKM, Dinas Sosial, Disperindag juga harus terlibat,” ujarnya.
Menurutnya, jika PLTU Suralaya ditutup, akan ada dampak besar terhadap karyawan, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK). Dia juga menegaskan bahwa meskipun isu ini menyentuh banyak bidang, pembahasan mengenai penutupan PLTU Suralaya belum pernah dilakukan secara menyeluruh. “Setahu saya, sampai sekarang belum ada surat resmi terkait penutupan,” ungkapnya.
Mitigasi Dampak Penutupan PLTU
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menegaskan bahwa penutupan PLTU akan berdampak signifikan, bukan hanya bagi pekerja di sektor tersebut, tetapi juga bagi seluruh rantai pasok yang terlibat. Ia menjelaskan, PLTU membutuhkan pasokan batu bara yang melibatkan banyak pihak, mulai dari penambang hingga pengangkut. Dampaknya jelas luas dan melibatkan berbagai sektor.
Namun, Fabby menilai dampak negatif ini dapat diatasi dengan strategi mitigasi yang baik. Menurutnya, pekerja yang terdampak, baik di dalam PLTU maupun di sektor pendukung seperti transportasi dan logistik, dapat dipindahkan ke sektor energi terbarukan. Jika PLTU ditutup, pekerja bisa dipindahkan ke unit lain milik PLN atau anak perusahaan yang membangun pembangkit energi terbarukan.
“Ya tentunya perlu retraining dan reskilling untuk para pekerja PLTU yang terdampak, tergantung pada keahlian mereka. Pekerja administrasi bisa dipindahkan, sementara yang mengoperasikan boiler juga bisa dipindahkan ke unit lain,” ujar Fabby, Senin (2/12/2024).
Menurutnya, meskipun ada dampak yang besar, penutupan PLTU tidak harus menyebabkan hilangnya kesempatan kerja jika langkah-langkah mitigasi yang tepat diterapkan. Fabby juga menggarisbawahi perlunya peta jalan transisi energi yang jelas untuk mengidentifikasi dampak sosial-ekonomi yang akan muncul, termasuk berapa banyak pekerjaan yang akan hilang dan bagaimana merencanakan masa depan para pekerja.
Berkaitan dengan pekerja lokal Suralaya, Fabby menyarankan agar pemerintah melakukan kajian dan identifikasi dampak penutupan PLTU Suralaya secara mendalam, seperti PLTU Cirebon. Dengan memahami siapa yang terkena dampak, langkah-langkah mitigasi yang lebih terarah dapat diambil. Terlebih, program JETP yang diluncurkan sejak 2022 bertujuan untuk mempersiapkan dampak transisi energi.
“Solusinya bisa berbeda-beda tergantung lokasi, tapi yang penting adalah kita tidak hanya memikirkan penutupan PLTU, tetapi juga bagaimana menciptakan ekonomi baru yang berkelanjutan,” pungkasnya.


Sementara itu, Bhima Yudhistira menegaskan bahwa jika penutupan PLTU Suralaya dilakukan, harus ada paket kompensasi yang mencakup pengalihan pekerjaan untuk karyawan, serta dukungan bagi UMKM yang bergantung pada aktivitas pembangkit tersebut. Menurut Bhima, pekerja dan pedagang lokal yang selama ini menggantungkan penghasilan mereka pada PLTU Suralaya harus diberikan keterampilan baru atau pelatihan yang bisa mendukung mereka untuk membuka usaha baru.
“Jika PLTU benar-benar dimatikan, maka harus ada solusi untuk pekerja dan UMKM di sekitar area. Pengalihan pekerjaan bagi karyawan dan kompensasi untuk UMKM, seperti warung dan penyedia jasa makanan yang bergantung pada aktivitas PLTU ini, sangat diperlukan,” ujarnya.
Bhima berharap pemerintah daerah diberi wewenang untuk mengatasi dampak negatif penutupan PLTU Suralaya, serta menyiapkan alternatif ekonomi untuk menggantikan sektor tersebut. Namun, ia bilang hingga kini, pemda belum memiliki alokasi khusus atau dana transfer untuk menangani dampak sosial dan ekonomi dari penutupan PLTU. Bahkan, daerah penghasil batu bara seperti Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan yang menghadapi masalah serupa, juga belum dipersiapkan untuk mengatasi dampaknya.
“Pemda kebingungan, tidak ada dana khusus untuk memitigasi dampak dari pensiun PLTU batu bara. Kami lihat belum ada rencana matang untuk menghadapi konsekuensi sosial-ekonomi dari penutupan pembangkit energi fosil,” tutupnya.
Laporan ini merupakan hasil liputan fellowship transisi energi yang diselenggarakan Remotivi & WRI Indonesia.