Sejak Mei 2021 hingga Desember 2022, kami menerbitkan 224 terbitan dalam bahasa Indonesia: 148 artikel, 27 cerita foto, 47 opini, dan 2 hak jawab. Upaya kami untuk menantang praktik dominan di industri media Indonesia yang berpusat di Jakarta, berperspektif dominan laki-laki, dan lebih melayani elite ketimbang yang dipinggirkan, tercermin pada data terbitan kami.
Dari 224 terbitan, 27,2 persen adalah berita nasional, 14,7 persen berita Jakarta, dan sisanya adalah Jawa tidak termasuk Jakarta (29,5 persen) dan luar Jawa (28,6 persen).
Kami juga mendorong para kontributor kami dari gender apapun untuk mewawancarai tidak hanya laki-laki sebagai narasumber utama. Hasilnya, 45,1 persen dari terbitan kami mengandung narasumber utama perempuan, termasuk transpuan, dan 1,3 persen narasumber non-biner. Ini jauh di atas “benchmark industri” yang menunjukkan bahwa untuk berita umum, narasumber perempuan hanya 11 persen, menurut data Pusat Data dan Analisis Tempo pada 2018.
Sedapat mungkin kami mendorong perempuan untuk menulis. Secara keseluruhan, dari 224 terbitan, 39,7 persen adalah karya perempuan (termasuk transpuan) dan 3,6 persen ditulis oleh non-biner.
Demi melayani yang dipinggirkan, kami melantangkan suara-suara yang biasanya tidak diliput di media dan topik-topik yang diabaikan: perburuhan, keadilan gender, ketimpangan kelas, Masyarakat Adat, konflik lahan, kerusakan lingkungan, kekerasan negara, suara rakyat miskin, suara queer, petani dan nelayan, dan suara anak muda tentang isu perburuhan, kerusakan lingkungan, dan konflik lahan.
Pada Februari 2023 sebuah pesan datang ke nomor Whatsapp membership. Rupanya pesan datang dari seorang jurnalis yang bekerja di Baubau, suatu kota kecil di Pulau Buton. Yuli menjelaskan kronologi kejadian lalu dia meminta bantuan publikasi dari Project M karena kasus ini tidak terlalu diperhatikan oleh media di Sulawesi Tenggara.
Devina Heriyanto melaporkan pesan itu ke rapat redaksi, dan Fahri Salam menyambutnya. “Biar aku yang follow up,” kata Fahri.
Beberapa minggu kemudian, kami menerbitkan tulisan berdasarkan kesaksian si ibu, yang kami sebut “Ratih”. Fahri membuat judul “Dua Putri Saya Dicabuli, Saya Lapor ke Polres Baubau, Polisi Malah Tangkap Anak Sulung Saya”. Judulnya memang dibikin mirip dengan artikel kami pada awal Oktober 2021: “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan”. Demikian pula tagarnya, #PercumaLaporPolisi, kami bikin sama.
Banyak kesamaan di antara dua kisah ini. Dua-duanya ibu yang mendapati anak-anaknya, di bawah 10 tahun saat kejadian, menjadi korban kekerasan seksual. Keduanya melapor ke polisi juga ke petugas perlindungan anak setempat, keduanya tinggal di kota kecil di Sulawesi. Keduanya malah mengalami kemalangan lain setelah melapor polisi. Ibu di Luwu Timur, yang bernama samaran Lydia, dicap punya waham (delusional), sementara Ibu Ratih malah mendapati anak sulungnya, yang berusia 19, dijadikan tersangka.
Dua kisah ini juga yang paling menguras tenaga dan emosi kami, terutama editornya, Fahri Salam, yang kehilangan banyak malam di mana dia bisa tidur nyenyak. Untuk kedua liputan ini, kami tak hanya kena serangan digital tetapi juga harus mengontak pengacara LBH Pers, minta bantuan dana darurat dari Yayasan Kurawal untuk melindungi narasumber agar bisa mengakses rumah aman, dan serentetan tugas-tugas yang melampaui batas-batas jurnalisme. Evi Mariani menyebutnya: “beyond journalism”.
Rebecca Vincent, direktur kampanye di Reporter Tanpa Batas (RSF), di siniar Brave New Media oleh BBC Media Action memberi apresiasi bahwa Project M memberi perhatian pada kemaslahatan narasumbernya.
Kami sadar betul, kami harus serius melindungi jurnalis kami dan narasumber-narasumber kami dan untuk itu kami butuh jaringan dan solidaritas. Ketika pada tanggal 6 hingga 7 Oktober 2021 situs kami diserang dan tak bisa diakses, kami mengumumkan bahwa kami akan membagi tulisan tersebut kepada media, pers mahasiswa, blogger, pengelola situs-situs organisasi, untuk mengunggah artikel yang mengisahkan perjuangan ibu Lydia di Luwu Timur untuk mendapatkan keadilan bagi anak-anaknya. Responsnya luar biasa: kurang lebih 50 email kami terima selama kurang lebih empat hari, meminta republikasi. Puluhan sungguh-sungguh merepublikasinya, termasuk VICE Indonesia, Suara.com, Tempo.co, Kompas.com, dan IDNTimes. Ignatius Haryanto, akademisi jurnalisme, menyebutnya sebagai “pertama kali dalam sejarah pers Indonesia” pembungkaman dilawan dengan republikasi.
Beberapa hari setelah artikel kami rilis, Ketua dan Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu, Herman Herry dan Ahmad Sahroni, menuntut kepolisian untuk mengusut kasus Luwu Timur secara transparan dan memberikan keadilan bagi korban. Pada pertengahan Oktober 2021, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Listyo Sigit Prabowo menggelar konferensi video dan meminta agar kepala satuan wilayah untuk segera mencopot, memberhentikan tidak dengan hormat dan mempidanakan anggota yang melakukan pelanggaran hukum. Ia juga mendorong jajarannya untuk terbuka terhadap kritik dan mengintrospeksi diri.
Pada Desember 2021, Listyo menyinggung tagar #PercumaLaporPolisi dalam pidatonya di dua acara, Rapat Kerja Analisa dan Evaluasi Inspektorat Pengawasan Umum Polri dan upacara Serah Terima Jabatan dan Korps Raport Perwira Tinggi Polri. Ia meminta agar jajaran tidak menunggu suatu kasus menjadi viral sebelum menyelesaikannya dan menjadikan kritik masyarakat sebagai bahan evaluasi untuk berbenah.
Banyak pelajaran yang kami dapat dari pengalaman menerbitkan dua kasus ini. Di antaranya:
Ini serial pertama kami yang cukup “viral” dan berdampak. Sejak Juni 2021 hingga Agustus 2021, kami menerbitkan 8 artikel tentang kurir shopping online yang kami namai #SekrupKecil. Kami bayangkan, ratusan ribu driver ojol dan kurir di Indonesia sebagai sekrup-sekrup kecil di mesin raksasa bernama “big tech”. Mereka sangat dibutuhkan, tapi dengan mudah dibuang dan digantikan dengan sekrup lainnya.
Serial ini terbit di tengah kondisi industri media yang tidak menunjukkan keinginan, bahkan ada yang anti, terhadap isu buruh. Buruh big tech ini lebih jauh jadi yang paling diabaikan karena big tech sedang menjadi “media darling” dan juga kesayangan pemerintah. Mereka juga mengeluarkan dana cukup besar untuk beriklan atau bekerja sama dengan media-media. Misalnya, ketika GoJek dan Tokopedia merger, ada demo kurir GoKilat. Hampir-hampir tak ada yang meliput demo mereka.
Tujuan dari serial ini adalah mengungkap kondisi kerja kurir shopping online yang sedang moncer dianggap sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan dielu-elukan sebagai sektor yang akan terus tumbuh pesat.
Sebuah petisi dibuat Serikat Pekerja 4.0 di Change.org dan seluruh informasi petisi ini didapatkan dari Project M. Ini mengonfirmasi bahwa terjadi kekosongan informasi tentang kondisi kerja kurir e-commerce. Petisi ini ditandatangani lebih dari 13.200 orang. Hingga tahun 2023, masih ada satu dua yang menandatangani petisi ini. Beberapa bulan sesudah petisi ini terbit, kami mendapatkan informasi dari pembuat petisi bahwa Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengundang mereka untuk audiensi untuk perbaikan kondisi kerja kurir. Sayangnya, tak ada follow up setelah audiensi.
Serial ini juga mempunyai satu terbitan yang paling berdampak sepanjang sejarah Project M: Bak Diikat Tali Sehasta: Saya Wartawan, Saya Menjajal Jadi Kurir, Saya Ngos-Ngosan.
Tulisan sepanjang 11.000 kata ini mematahkan banyak mitos tentang pembaca Indonesia: bahwa pembaca Indonesia tidak suka bacaan panjang mendalam, hanya suka berita receh, dan tidak mau membayar untuk berita. Saat berita ini terbit di Agustus 2021, dua bulan sejak Viriya Singgih nekat jadi kurir Shopee selama dua minggu di masa pandemi, kami belum mempunyai program membership, tapi kami sudah membuka jalur untuk donasi.
Bukan saja tulisan Viriya ini viral di luar dugaan kami (siapa yang menyangka tulisan 11.000 kata bisa viral?), tulisan ini juga membawa masuk donasi. Hanya dari tulisan ini saja, lebih dari Rp6 juta terkumpul dalam kurun waktu kurang lebih seminggu.
Bukan hanya itu, banyak pembaca “share” tulisan di Twitter dan Instagram sambil komentar bahwa habis baca tulisan Viriya, mereka mau memberi tip, lebih mengerti kalau ada kurir ketok-ketok rumah jam 11 malam, dan akan berhenti pesan dengan “COD” atau cash on delivery yang bikin hidup kurir jauh lebih susah.
Total pageviews untuk serial ini adalah 274.000, 203.000 di antaranya dari Bak Diikat Tali Sehasta. Data media sosial untuk serial ini, di Instagram, adalah 249.000 “reach” dan 20.500 “engagement” (likes dan comments).
Apa yang tidak dikatakan politisi, pejabat, dan pengusaha ketika mereka membicarakan anak muda di media? Mereka yang putus sekolah, miskin, mengalami gangguan kesehatan mental, yang jadi buruh murah, jadi ibu muda, yang harus menanggung ekonomi keluarga, cemas akan masa depan, dan burnout.
Serial #UnderprivilegedGenZ telah menerbitkan tujuh artikel, sementara #GenerasiBurnout empat artikel. Serial kami buat untuk mengisi ketimpangan informasi tentang anak muda di Indonesia, yang disuruh kuat bikin startup, disuruh konsumtif agar ekonomi tumbuh, dibujuk untuk memilih politisi yang pakai sneaker saat pemilu tapi tak mendapatkan apa-apa di sekolah-sekolah dan diminta masuk belantara lapangan kerja tanpa bekal yang cukup.
Sejak kami menerbitkan dua serial ini, kami sering diundang untuk bicara mengenai kondisi anak muda. Permata Adinda diminta bicara di TEDX di ITS Surabaya dan menjadi narasumber ahli di FGD tentang anak muda yang diadakan British Council. Evi Mariani menjadi narasumber di podcast Diary Dave dan menjadi salah satu pembicara di IdeaFest 2022 untuk membicarakan beban anak muda.
Ada tiga tulisan di serial #GenerasiBurnout, ketiganya ada narasumber utama perempuan. Lalu ada tujuh di serial #UnderprivilegedGenZ termasuk satu Ide & Esai. Dari tujuh tulisan dan foto, tiga memiliki narasumber utama perempuan dan satu narsum utama nonbiner.
Dua serial ini merupakan karya dari 16 jurnalis dan fotografer dan ilustrator perempuan, laki-laki dan nonbiner.
Kedua serial ini menarik 187.350 tampilan halaman.
Pada April 2021, kami meluncurkan seri Masyarakat Adat untuk menyediakan tandingan narasi dominan selama ini yang mendorong perubahan masyarakat adat demi pembangunan dan menjembatani masyarakat adat dengan pembaca kami yang kebanyakan kaum muda urban. Hingga Februari 2023, kami telah mempublikasi 43 tulisan, empat film dokumenter dan tiga episode podcast, bekerja sama dengan delapan kolaborator, termasuk komunitas lokal.
Kami menyalurkan suara dan cerita mengenai ketangguhan hingga siasat masyarakat adat dan komunitas lokal di 18 provinsi dalam menghadapi berbagai masalah, di antaranya perlindungan hutan, konflik agraria hingga pencegahan COVID-19. Seri ini menarik perhatian pembaca kami, yang menyuarakan keinginan mereka untuk membaca cerita positif seperti tokoh perempuan adat inspiratif hingga kuliner dan pengetahuan tradisional, yang mulai kami publikasikan di tahun 2022. Microsite Jendela Perempuan Adat telah diluncurkan untuk menampilkan cerita sebanyak mungkin perempuan adat secara lebih interaktif. Ke depannya, kami akan bekerja sama dengan media lokal untuk memperbanyak isi Jendela Perempuan Adat.
Puluhan tulisan dalam serial #MasyarakatAdat ini telah menarik lebih dari 172.000 tampilan halaman dan 205.000 interaksi di Twitter dan Instagram.
Film dokumenter kami, Motherland Memories (Tano Na Uli, Hagodanganki), meraih penghargaan Dokumenter Panjang Indonesia pada Festival Film Dokumenter 2022 dan masuk dalam daftar panjang nominasi dokumenter Piala Maya 2022. Film ini menelusuri perjalanan hidup Ompung Putra Boru, perempuan Batak berusia enam puluhan di daerah Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, sebagai istri, ibu, penyembuh, serta pejuang tanah adat.
Di tahun 2022, kami mulai memperluas jangkauan audiens dengan memproduksi produk multimedia kolaboratif. Tiga film diproduksi bekerja sama dengan novelis dari masyarakat adat di Nusa Tenggara Timur, Felix Nesi; insan film muda Dayak dari Ranu Welum Foundation dan juga Papuan Voices. Dua di antaranya telah ditayangkan secara terbatas ke 160 penonton. Kami juga bekerja sama dengan tiga pembuat podcast yang populer di kalangan anak muda (Benang Merah (Rara dan Ben), Kejar Paket Pintar, dan Podluck Podcast Collective) untuk membahas tulisan #MasyarakatAdat kami yang dapat diakses melalui YouTube, Spotify dan aplikasi lainnya. Berbagai podcast tersebut telah menjaring 4,690 pendengar di Youtube dan aplikasi podcast.
Untuk pertama kalinya, kami menggunakan produk lokal dari bisnis mikro Koperasi Adil di Yogyakarta sebagai suvenir tanda terima kasih atas kontribusi Kawan M.
Seri #MasyarakatAdat menjadi bahan refleksi kami dan pembaca bahwa kami perlu melihat ke dalam dan belajar dari masyarakat adat dalam menghadapi krisis kemanusiaan dan lingkungan saat ini.
Liputan Project M menginspirasi berbagai aksi pembaca, termasuk donasi ke narasumber maupun isu yang diangkat. Artikel mengenai lima guru PAUD di Kalimantan Timur yang tidak kunjung mendapatkan gaji selama 8 bulan menarik 135 donatur dengan dana terkumpul sebesar Rp27 juta (Rp14 juta dari masyarakat, lalu sisanya dari Kitabisa). Total, sumbangan pembaca pada beberapa narasumber (Jombang Women’s Crisis Center, Hayu (Underprivileged Gen Z Yogyakarta), organisasi bagi penyandang disabilitas di Bandung, dsb) mencapai kurang lebih Rp20 juta. Total, hingga 2 Mei 2023, donasi yang kami gerakkan mencapai sekitar Rp47 juta.
Project M versi Inggris diselenggarakan oleh Project M lebih karena pendiri dan staf Project M banyak yang dulunya kerja di The Jakarta Post, sehingga di awal terasa alamiah membuat situs berbahasa Inggris. Dalam perjalanannya, situs berbahasa Inggris sejujurnya belum dikembangkan dengan baik karena pengelolanya tidak ada yang penuh waktu. Sejauh ini, situs itu hanya dikelola oleh Evi Mariani, yang merangkap jabatan sebagai “Head of PM English”.
Sejak Mei 2021 hingga Desember 2022, ada 38 terbitan di Project M English. Ada beberapa Ide & Esai, juga laporan yang tak ada versi bahasa Indonesianya. Ada juga sejumlah artikel yang dibuat karena merupakan pesanan mitra/klien Impact Service.
Situs versi Inggris juga sangat berguna untuk memperkenalkan kami ke dunia internasional. Berkat situs versi Inggris, kami lebih mudah berkiprah di dunia internasional karena mereka bisa membaca “About Us” juga membaca sebagian artikel.
Kami juga membuka donasi pembaca internasional dan sejauh ini telah mengumpulkan US$457 atau sekitar Rp6,5 juta. Donor perseorangan ini kadang mengirim uang beserta pesan yang memberi semangat. Salah satu artikel yang paling populer di kalangan pembaca internasional adalah “The Coal Oligarchs” yang mendapatkan nominasi di ajang internasional One World Media Awards.