Gerakan Jurnalisme Publik

Organisasj_Muhammad Nauval Firdaus

Project Multatuli adalah sebuah inisiatif jurnalisme untuk melayani yang dipinggirkan demi mengawasi kekuasaan agar tidak ugal-ugalan. Kami melayani publik dengan mengangkat suara-suara yang dipinggirkan, komunitas-komunitas yang diabaikan, dan isu-isu mendasar yang disisihkan.

Project Multatuli adalah jurnalisme nonprofit, menyajikan laporan mendalam berbasis riset dan data, dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Kerja-kerjanya menekankan kolaborasi antarmedia maupun dengan berbagai organisasi yang meyakini nilai-nilai yang sama dengan kami: demokrasi, kemanusiaan, keadilan sosial, keberlanjutan bumi, dan kesetaraan hak.

Kami membuka sindikasi seluas-luasnya ke jaringan media nasional maupun lokal serta internasional dengan prinsip lisensi Creative Commons.

Kami adalah reporter, editor, videografer, jurnalis data, desainer kampanye digital, di antara hal lain, yang bekerja dalam prinsip independen, adil, dan akurat.

Kami membuka peluang-peluang pendanaan baik dari publik maupun organisasi-organisasi yang punya satu kesamaan visi dan prinsip memperkuat demokrasi, membongkar kejahatan dan ketidakadilan sistematis, dan menyingkap kekuasaan yang ugal-ugalan.

Sejak November 2021, Project Multatuli meluncurkan program membership yang kami sebut Kawan M. Program ini melibatkan pembaca dan pendukung Project Multatuli agar gerakan jurnalisme publik yang kami usung lebih tajam dan berdampak. Lebih dari sekadar transaksi antarmedia dan pelanggan, program membership memungkinkan Project Multatuli menjadi media inklusif dan tumbuh bersama pembaca.

Mengapa Multatuli?

Nama Project Multatuli digamit dari bahasa Latin, artinya: “Saya banyak menderita”.
Multatuli dikenal sebagai nama pena Eduard Douwes Dekker, penulis Max Havelaar, yang dijuluki sebagai “buku yang membunuh kolonialisme” oleh Pramoedya Ananta Toer.

Kami memakai Multatuli sebagai nama proyek kami, sebuah organisasi jurnalisme pelayan publik yang fokus memberi suara pada mereka yang sudah banyak menderita, di antaranya kaum miskin kota dan desa, korban diskriminasi seks dan gender, dan masyarakat adat, serta membongkar ketidakadilan sistematis yang belum banyak berubah sejak zaman kolonial.