Lewat media sosial Wisnu, Lucky, dan Nurfa dipertemukan. Tiga orang yang tak saling kenal ini terhubung, Lucky menyumbang, Wisnu menyalurkan, Nurfa menerima bantuan. Itu semua dilakukan karena rasa kemanusiaan.
Kehidupan Nurfa (22) benar-benar remuk diterjang pandemi Covid-19. Suaminya yang jadi tulang punggung keluarga, bekerja sebagai sopir angkutan mendadak kehilangan pekerjaan. Jalanan yang sepi karena pandemi, bikin sepi penumpang pula. Pendapatan suami pun makin seret. Padahal mereka punya anak yang baru usia 14 bulan yang harus dihidupi.
Kondisi semakin memburuk sekitar seminggu lalu, ketika Nurfa dinyatakan positif Covid-19. Semula, Nurfa diserang demam selama tiga hari. Ia memutuskan beristirahat di rumah kontrakannya di Nagrak, Cianjur ditemani suami dan anaknya. Meski tengah sakit, ia tetap berusaha beraktivitas seperti biasa, ia bahkan masih menyusui anaknya.
Hari keempat, tidak ada tanda-tanda membaik. Nurfa justru merasakan indra penciumannya tidak berfungsi, ia tidak bisa mencium bau apa-apa. Keesokan harinya ia diantar ke puskesmas Nagrak untuk berobat dan tes swab. Hasilnya, ia positif Covid-19. Ia cukup beruntung, sebab bayi dan suaminya tidak ikut terinfeksi.
“Dari puskesmas diminta isoman. Di sini santri banyak yang sakit, mungkin dari santri di sini soalnya sering berinteraksi,” kata Nurfa.
Selama isoman, Nurfa tinggal sendiri. Suami dan anaknya mengungsi ke rumah mertua. Praktis selama isoman itu Nurfa bertahan hidup seadanya, terkadang ia sendiri seharian tak makan karena tak punya apa-apa lagi. Sementara suami dan anaknya masih bisa makan di rumah mertua. Ia enggan minta bantuan ke tetangga karena baru tinggal di lingkungan itu sekitar dua bulan.
“Duh ya Allah suami sama anak minta (makan) ke mertua, aku sendiri kadang seharian nggak makan,” katanya.
* * *
Kota Cianjur mendadak seperti kota mati ketika PPKM Darurat diberlakukan oleh pemerintah pusat. Daerah Cipanas dan Puncak yang jadi andalan tempat wisata orang-orang Jakarta pun juga turut sepi. Padahal beberapa hari sebelum PPKM, wilayah itu masih ramai dikunjungi wisatawan. Orang-orang acuh terhadap kondisi pandemi Covid-9 yang sudah melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu.
Wisnu Sopian, anak muda yang tinggal di Cipanas justru terheran-heran melihat pasar Cipanas yang begitu sepi, hanya toko-toko sembako saja yang buka, selebihnya tutup. “Padahal biasanya ramai seperti tidak ada Covid-19,” katanya.
Kondisi ramai atau pun sepi, dua-duanya bikin Wisnu khawatir. Kondisi yang ramai berpotensi meningkatkan penularan kasus Covid-19. Ia sudah menyaksikan sendiri bagaimana teman-temannya yang bekerja sebagai perawat tumbang dan terpaksa isolasi mandiri karena terpapar Covid-19. Apalagi beberapa waktu yang lalu, tiga rumah sakit yang jadi rujukan untuk pasien Covid-19 yakni RSUD Cimacan, RSDH Cianjur, dan RSUD Sayang Cianjur sudah penuh.
Di sisi lain, ia khawatir orang-orang yang hidup dengan ekonomi susah bakal terkapar, kelaparan. Apalagi bila mereka terpapar Covid-19, harus isoman di rumah, siapa yang akan menanggung hidup mereka.
Pikiran itu benar-benar mengganggu Wisnu. “Saya gelisah ini gimana nasibnya orang, tiga rumah sakit penuh, perawat isoman, lalu orang-orang yang secara ekonomi tidak mampu gimana nasibnya kalau positif?” kata Wisnu.
Wisnu makin gelisah ketika mendapat cerita dari temannya yang seorang perawat bahwa apa yang jadi keresahannya itu benar, banyak warga yang isoman dan membutuhkan bantuan. Di tengah kondisi genting seperti itu, ia tidak melihat ada inisiatif sesama warga Cianjur untuk saling membantu. Padahal di media sosial, inisiatif semacam itu dilakukan di berbagai kota besar di Indonesia, macam Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan lainnya.
Ia pun berinisiatif untuk memulai gerakan serupa di Cianjur. Ia lalu memposting foto dirinya memegang kertas putih dengan tulisan:
“Bagi teman-teman daerah Cipanas-Cianjur dan sekitarnya, yang gak bisa keluar rumah karena sedang ISOMAN namun membutuhkan makanan, susu bayi atau popok. Silakan hubungi 087873540793 (Whatsapp) InsyaAllah kami kirimkan sampai depan rumah gratis!”
Dalam sekejap postingan itu viral. Orang-orang aktif meretweet, ada pula yang mengunduh foto itu lalu membagikannya di grup facebook khusus warga Cianjur. Beberapa orang lainnya justru ingin turut berpartisipasi menitipkan sumbangan lewat Wisnu.
Tak lama berselang, permintaan bantuan pun mulai berdatangan lewat pesan Whatsapp. Wisnu mensyaratkan penerima bantuan memberikan foto bukti bahwa ia positif Covid-19. Setelah bukti itu dikirim, wisnu akan langsung bergegas mengantarkan bantuan.
Peminta bantuan pertama datang dari kota Cianjur, yang jaraknya sekitar 23 km dari rumah Wisnu. Setelah memastikan semua kebutuhan yang diperlukan peminta bantuan, ia langsung melaju dengan sepeda motornya dari Cipanas ke Cianjur.
Untuk menemukan alamat rumah peminta bantuan itu cukup sulit, sebab harus memasuki gang-gang sempit. Berkali-kali Wisnu salah jalan, putar lagi, sampai akhirnya menemukan alamat yang tepat. Ia lantas menghubungi si peminta bantuan, lalu meletakkan paket bantuan di depan pintu rumah, kemudian pergi ke tujuan selanjutnya macam tokoh Sinterklas bekerja di malam Natal di film-film Hollywood.
“Bantuan pertama itu dari uang pribadi saya, karena waktu belum kepikiran buka donasi. Tapi karena saya bukan Sultan Andara, ya nggak bisa banyak juga,” katanya. Sultan Andara adalah julukan bagi selebriti Raffi Ahmad yang tinggal di suatu daerah bernama Andara di Depok, Jawa Barat.
Selama sehari itu, Wisnu menempuh 61 km untuk mengantarkan bantuan. Ia lega, sebab ia bisa membantu sesama warga yang kesusahan.
* * *
Suasana di Lebak Bulus, Jakarta Selatan jauh berbeda dengan di Cianjur, setidaknya itu menurut Lucky Puspaningrum (25) seorang karyawati perusahaan minyak dan gas di Jakarta. Ia merasa segalanya aman-aman saja, keluarga masih sehat, tiap hari bekerja Work From Home, akhir pekan merawat kucingnya, tiap bulan tetap masih menerima gaji seperti biasa.
Namun ketika ia membuka Twitter, dan mulai scrolling ia menyadari bahwa kondisi di luar sana tidak sedang baik-baik saja. Kabar berseliweran ada banyak orang benar-benar tengah kesusahan mengusahakan fasilitas kesehatan, mengusahakan agar tetap bisa makan dan bertahan hidup. Ia membayangkan, betapa kalutnya jika ia dalam posisi itu.
“Nggak kebayang, pasti bingung harus minta bantuan ke siapa?” ujarnya.
Sore itu ia melihat sebuah postingan viral seorang pemuda bernama Wisnu yang berniat membantu warga yang isoman di Cipanas dan Cianjur. Ia menyediakan bantuan berupa makanan, popok sekali pakai, dan susu bayi bagi orang isoman yang membutuhkan.
Lucky lalu membaca balasan cuitan itu, ia menemukan ada banyak orang yang mendukung dan ingin ikut menyumbang bantuan ke warga yang isoman. “Aku pikir ada banyak orang pengen membantu orang lain di masa pandemi begini, tapi nggak tahu harus mulai dari mana dan bagaimana caranya. Dan ada orang yang mau menyalurkan,” kata Lucky.
Tanpa pikir panjang, Lucky langsung mengirim sejumlah uang ke rekening Wisnu yang tertera di Twitter, lalu mengirim pesan lewat direct message ke Wisnu untuk mengonfirmasi bantuannya itu.
“Aku emang niat mau membantu, tapi aku sebar, ke tempat lain juga ada, lewat mas Wisnu sekian, ke tempat lain lagi,” ujarnya.
* * *
Di rumah kontrakannya, Nurfa bingung bukan kepalang. Ia mendapat kabar ibunya dan seorang temannya juga positif Covid-19, sebab juga mengalami gejala serupa dengannya. Namun keduanya menolak untuk melakukan tes swab atau memeriksakan diri ke puskesmas dengan alasan takut dijauhi orang-orang.
Di sisi lain, ia juga harus berpikir untuk mencari bantuan. Ia mencari informasi bantuan lewat Facebook, berharap ada informasi dari pemerintah atau orang dermawan yang mau membantu. Di sebuah grup Facebook, ia menemukan seseorang memposting sebuah foto berisi informasi bantuan untuk warga isoman di sekitar Cipanas dan Cianjur disertai nomor telepon yang bisa hubungi.
Semula Nurfa ragu, namun ia meyakinkan diri untuk menghubungi nomor tersebut.
“Apakah betul ini yang memberi bantuan untuk orang isoman?” tanya Nurfa lewat pesan singkat.
Si penerima pesan adalah Wisnu. Ia tak butuh waktu lama buat membalas pesan itu. Wisnu meminta surat keterangan positif atau hasil tes swab atau antigen dan apa saja yang dibutuhkan oleh Nurfa.
Nurfa langsung mengirimkan foto bukti bahwa ia positif dan menceritakan kebutuhannya, makanan, popok, dan susu bayi. Ia juga mengirim alamat tempat tinggalnya, gang Pesona, Nagrak, Cianjur.
Wisnu mengecek peta untuk melihat jaraknya, sekitar 30 km dari rumahnya. Keesokan pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, ia berboncengan dengan seorang temannya melaju ke tempat Nurfa. Hari itu barang bantuan cukup banyak sehingga ia tak bisa membawanya sendiri.
Ia membelikan Nurfa susu bayi 600 gram yang berharap bisa bertahan beberapa hari, popok bayi, mie instan, telur, vitamin, Yakult, dan minyak goreng.
“Tadinya mau beli susu beruang, tapi saya cari ke mana-mana habis, susah sekali. Ya sudah saya belikan Yakult. Saya belikan bahan makanan dan lainnya yang kira-kira bisa buat hidup selama 3 sampai 4 hari. Kalau habis, bisa chat lagi, nanti saya antar lagi,” kata Wisnu.
Sesampainya di rumah Nurfa, Wisnu meletakkan semua barang bantuan itu di depan pintu rumah. Ia memotretnya dan mengirim ke Nurfa sebagai bukti bahwa barang bantuan sudah diantar.
Nurfa bergegas mengambil bantuan itu lalu membawanya ke dalam rumah. Ia sangat bersyukur dengan bantuan itu. “Mas Wisnu ngasih mie instan jadi tiap hari makan itu, makanya berterimakasih banget sama mas Wisnu.”
* * *
Wisnu sadar betul bahwa ia bukanlah siapa-siapa. Di luar urusan memberi bantuan itu, ia adalah seorang mahasiswa angkatan 2019 di sebuah universitas swasta di Yogyakarta. Sejak pandemi melanda dan kelas-kelas kuliah dilakukan lewat daring, ia memutuskan untuk pulang kampung ke Cipanas.
Di Cipanas, Wisnu boleh dibilang hidup berkecukupan. “Ya masuk middle class lah,” begitu katanya. Kesadaran itu yang bikin ia berpikir tentang nasib orang lain yang tidak seberuntung dia.
Ketika memutuskan membuat postingan bantuan itu, sejatinya ia tidak berharap ada orang semacam Lucky yang percaya begitu saja pada orang asing sepertinya lalu menitipkan uang untuk bantuan.
“Sebenarnya ini bukan pertama kalinya juga, dulu pernah buka donasi untuk bantu pedagang kecil. Saya pernah bikin postingannya lalu viral dan orang-orang meminta saya buka donasi,” ujar Wisnu.
Sebagai bentuk transparansi dan pertanggungjawaban, Wisnu memposting donasi yang masuk lewat rekeningnya dan mendokumentasikan setiap bantuan yang ia antarkan. Per 9 Juli, sedikitnya sudah ada sekitar Rp2 jutaan donasi yang masuk ke rekening Wisnu dan ia sudah menyalurkan bantuan ke delapan orang.
“Sebenarnya ada dua orang lagi yang minta bantuan, tapi jaraknya jauh banget, saya minta bantuan orang lain untuk mengantar, tapi belum ada yang bisa,” kata Wisnu.
Lucky sebagai penyumbang sebenarnya tidak berharap ada pertanggungjawaban semacam itu. Ia bahkan tidak berpikir hal-hal negatif ketika menitipkan bantuan itu. “Nggak, saya memang niat mau membantu, dan saya percaya ada banyak orang baik,” katanya.
Sumbangan yang disalurkan lewat Wisnu bukan cuma uang saja. Seorang pengusaha bunga di Cianjur juga ingin turut membantu, namun kondisi perputaran uang yang lesu, membuatnya tak bisa memberikan bantuan berupa uang. Ia hanya bisa menyumbang bunga dengan catatan kalimat penyemangat dan doa untuk para warga yang sedang isoman.
Wisnu tak masalah dengan itu. Ia pun kemudian mendatangi toko pengusaha bunga itu untuk mengambil bunga-bunga untuk para warga yang isoman. Satu persatu bunga itu ia bagikan kepada warga yang isoman.
Salah satunya diterima seorang anak perempuan yang kakaknya sedang isoman. Wisnu menitipkan bunga itu padanya. Pada tangkai bunga itu diikat sebuah catatan penyemangat, harapan sekaligus doa:
Semoga harimu
berbunga-bunga 🙂
Get well really soon!
Tulisan ini adalah bagian dari serial reportase #KamiSesakNapas dan #DiabaikanNegara yang didukung oleh Yayasan Kurawal.