Kejanggalan & Dugaan Rekayasa Penangkapan dan Kematian Pengedar Sabu oleh Polisi di Aceh

Sinar Pidie
Mawa Kresna
16 menit
M Yusuf Basyah berdiri di samping kuburan anaknya, Miswar, Jumat, 27 Mei 2022. Miswar dikebumikan di tanah pemakaman milik keluarganya di Gampong Pasi Ie Leubeu. (Sinar Pidie/Firdaus)

Tiga polisi Direktorat Reserse Narkoba Polda Aceh menangkap seorang pengedar sabu saat melakukan transaksi dengan pembeli di Aceh. Nahas, pengedar mati setelah beberapa jam ditangkap. Polisi mengklaim pengedar mati karena terpeleset, faktanya pengedar mati karena dibanting oleh polisi. Sementara pembeli diduga dibiarkan kabur, identitasnya disamarkan, dan justru diadili karena pencurian sepeda motor. Kasus ini menyisakan sejumlah keganjilan dari penyebab kematian hingga barang bukti.


Kamis, 26 Mei 2022 sekitar pukul 16.20 WIB, Musafir (41) dan Miswar (32) menyambut kedatangan Samsuardi di sebuah kedai kopi yang terletak di sisi abutment jembatan gantung di Gampong Tanjong Krueng, Kecamatan Kembang Tanjong.

Samsuardi (42) datang bersama seorang perempuan dan bayi yang saat itu belum genap berusia setahun. Pada Musafir, ia mengenalkan perempuan dan bayi itu sebagai istri dan anaknya. Mereka tiba dengan sepeda motor.

Samsuardi mengenakan kaos dan bercelana ponggol. Dia juga menyandang tas kecil.

Pertemuan itu memang sudah direncanakan sebelumnya untuk transaksi narkotika jenis sabu. Setelah menyantap mie Aceh, mereka bergerak menuju sebuah gubuk di tambak ikan di depan rumah Miswar di Gampong Pasi Ie Leubeue, Kecamatan Kembang Tanjong. 

Musafir mengendarai sepeda motor Honda Beat yang ia pinjam dari temannya, sementara Miswar meminjam sepeda motor Honda Scoopy milik Fitriani atau yang akrab disapa Nyak Ni, 38 tahun, warga Gampong Lancang, Kecamatan Kembang Tanjong, yang kebetulan sedang menyantap mie Aceh di kedai kopi yang sama.

Seorang warga Gampong Pasi Ie Leubeue, yang identitasnya enggan dituliskan, menyebutkan bahwa ia melihat Samsuardi membawa serta bayi di dalam gendongan dan membonceng seorang perempuan ketika dalam perjalanan ke gubuk di tambak ikan di depan rumah Miswar.

Melalui jembatan gantung, jarak antara gubuk di tambak ikan dan kedai tersebut sekitar 200 meter.

Sekitar 20 menit berada di gubuk tersebut, mereka bergerak menuju Bank BSI KCP Kembang Tanjong di Keude Kembang Tanjong. Jaraknya 4,5 km.

Musafir meninggalkan gubuk di tambak ikan paling awal untuk mengembalikan sepeda motor Honda Beat pada pemilik sepeda motor di kedai kopi di sisi abutment jembatan gantung. Ia kemudian dijemput Samsuardi bersama bayinya.

Miswar, yang meninggalkan gubuk di tambak ikan paling terakhir, kemudian menyusul Musafir dan Samsuardi dengan sepeda motor Honda Scoopy milik Nyak Ni. Istri Samsuardi duduk diboncengnya. 

Sesampainya di bank BSI, Musafir dan Samsuardi, yang menggendong bayi, berdiri di teras kedai fotocopy Counter 25 di samping bank sembari mengamati istri Samsuardi yang masuk ke dalam anjungan tunai mandiri (ATM) bank BSI. Perempuan itu terlihat menggenggam plastik kresek, sementara Miswar berdiri di depan ATM. 

“Tujuan ke ATM untuk mentransfer uang setelah kesepakatan harga diputuskan di gubuk di tambak ikan,” kata sumber sinarpidie.co yang identitasnya enggan dituliskan. 

Setelah keluar dari ATM, perempuan tersebut menaruh plastik kresek di pengait sepeda motor Honda Scoopy. Miswar mengambil plastik kresek tersebut lalu berjalan ke arah kedai fotocopy di samping Bank BSI.

Miswar dibanting Briptu Akbar Juleo di depan sebuah ruko di samping Bank Syariah Indonesia (BSI) Kantor Cabang Pembantu (KCP) Kembang Tanjong pada Kamis, 26 Mei 2022 sore. (Sinar Pidie/Firdaus).

Seorang pria bertubuh gempal dengan baju gamis cokelat, celana cingkrang, dan berpeci putih turun dari sepeda motor lalu berjalan mendekati Miswar. Seorang pria berkaos hitam mengekor di belakangnya. Pria berbaju gamis cokelat itu adalah Briptu Akbar Juleo dan pria berkaos hitam adalah Bripka Sayed Maulidin. 

Begitu berada di dekat Miswar, Briptu Akbar Juleo langsung menangkap Miswar, lalu memiting leher Miswar dari belakang. Miswar melawan. Briptu Akbar Juleo kemudian membanting Miswar.

Briptu Mirza Munandar turun dari mobil Avanza hitam yang parkir tak jauh dari Bank BSI KCP Kembang Tanjong. Ia langsung menyergap Musafir. Musafir ditahan satu malam di sel tahanan Polres Pidie. Keesokan harinya, ia bawa ke Polda Aceh.

Istri Samsuardi berteriak histeris lalu kabur membawa sepeda motor Honda Scoopy milik Nyak Ni, sementara Samsuardi kabur dengan sepeda motornya. Kelak, sepeda motor Honda Scoopy milik Nyak Ni, yang dibawa kabur perempuan yang disebut-sebut istri Samsuardi, menjadi salah satu barang bukti yang tercantum di dalam berkas perkara kasus yang menjerat Musafir.

Cerita Janggal di Persidangan

Dalam sidang pemeriksaan saksi dan terdakwa Selasa, 18 Oktober 2022, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara ini, Adji Abdillah, adalah hakim pertama yang mencecar sejumlah pertanyaan pada tiga saksi penangkap, dan Bripka Sayed Maulidin adalah saksi penangkap yang paling dominan menjawab pertanyaan-pertanyaan hakim dan JPU. 

“Berapa jumlah anggota polisi yang tergabung ke dalam tim yang melakukan penangkapan terhadap Miswar dan Musafir?” tanya Adji Abdillah.

Bripka Sayed Maulidin menjawab bahwa terdapat enam anggota polisi di dalam tim yang dipimpin AKP Rustam Nawawi itu. Adji Abdillah menanyakan tempat penangkapan dan kronologis penangkapan. 

“Memang TO (target operasi)mereka ini (Miswar dan Musafir) sebenarnya?” tanya Adji Abdillah.

Bripka Sayed Maulidin menjawab bahwa sehari sebelum dilakukannya penangkapan, polisi memperoleh informasi dari masyarakat bahwa akan ada transaksi sabu pada Kamis, 26 Mei 2022 sore di Pasar Kembang Tanjong.

Adji kembali bertanya, saat dilakukan penangkapan siapa yang ditangkap terlebih dahulu. “Almarhum Miswar, Pak,” jawab Bripka Sayed Maulidin.

Bripka Sayed Maulidin mengatakan bahwa saat pihaknya melakukan penangkapan, Miswar hendak bertransaksi sabu dengan Wandi. Wandi yang dimaksud adalah Samsuardi. Di dalam berkas perkara, nama yang digunakan untuk Samsuardi adalah Wandi.

“Wandi DPO, Pak. Kebetulan kami juga menemukan dua paket narkotika jenis sabu di dalam plastik kresek. Di dalam plastik kresek itu juga ada keripik,” jawab Bripka Sayed Maulidin.

“Ada lagi yang ditemukan selain itu?”

Bripka Sayed Mulidin menjawab bahwa pihaknya juga mengamankan satu unit sepeda motor Honda Scoopy berwarna merah dan hitam serta handphone Redmi berwarna gold.

Dua paket sabu seberat 208,72 gram di dalam plastik kresek tersebut, kata Bripka Sayed Maulidin lagi, adalah milik Miswar yang hendak dia jual pada Wandi. 

“Lantas apa tugas Musafir?” tanya Adji Abdillah.

“Musafir ikut serta menemani Miswar, Pak,” jawab Bripka Sayed Maulidin.

“Mengapa almarhum Miswar meninggal?”

Pertanyaan ini dijawab Briptu Akbar Juleo. “Dia melawan dan terjatuh. Kepalanya terbentur lantai.”

“Pak Akbar Juleo juga jatuh?” tanya Adji Abdillah.

“Iya, Pak.”

Adji bertanya berapa harga 208,72 gram sabu yang akan dijual Miswar pada Samsuardi, tapi Bripka Sayed Maulidin mengatakan ia tak lagi mengingat hal itu.

“Wandi yang kini DPO saat itu berada di mana?”

Ada jeda yang cukup lama. Adji mengulang pertanyaan yang sama sebanyak delapan kali. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Adji mengganti pertanyaan. “Apakah ada dilakukan pengembangan terhadap Wandi?”

“Ada, Pak,” jawab Bripka Sayed Maulidin. “Wandi masih DPO.”

Hakim anggota, Cahya Adi Pratama, bertanya di mana istri Wandi saat Bripka Sayed Maulidin, Briptu Mirza Munandar, dan Briptu Akbar Juleo menangkap Miswar dan Musafir.

Cahya Adi Pratama harus mengulang pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali.

“Ada di sekitar lokasi penangkapan tapi melarikan diri juga, Pak,” jawab Bripka Sayed Maulidin.

“Berarti saat penangkapan, Wandi ada di sekitar lokasi juga, kan?” tanya Cahya Adi Pratama.

“Saat itu kami fokus pada almarhum Miswar, Pak,” kata Bripka Sayed Maulidin.

Cahya Adi Pratama memastikan apakah benar peran Musafir adalah perantara yang menghubungkan Miswar dengan Wandi.

“Betul, Pak,” sebut Bripka Sayed Maulidin.

Kiri ke kanan: Indah Pertiwi , Adji Abdillah, dan Cahya Adi Pratama. Mereka adalah hakim di Pengadilan Negeri Sigli yang menangani perkara Musafir. Ketiganya juga hakim yang menangani perkara Samsuardi  alias Wandi. (Sinar Pidie/Candra Saymima)

JPU, yang juga Kasi Pidum pada Kejaksaan Negeri Pidie, Sukriyadi, mendapat giliran untuk bertanya setelah hakim anggota Cahya Adi Pratama selesai menggali kesaksian tiga saksi penangkap tersebut.

Sukriyadi mengatakan pada tiga saksi penangkap bahwa saat hakim bertanya tentang Wandi dan istrinya, Musafir justru menyunggingkan senyum. “Apakah alasan terdakwa (Musafir) tersenyum-senyum karena ada perbedaan fakta di lokasi penangkapan sebagaimana yang sebenarnya terdakwa lihat?” tanya Sukriyadi.

Sukriyadi lantas bertanya berapa jarak antara saksi-saksi penangkap dan Wandi serta istrinya saat mereka melakukan penangkapan terhadap Miswar dan Musafir.

Bripka Sayed Maulidin tidak menjawab pertanyaan Sukriyadi. “Kami fokus pada almarhum Miswar, Pak.”

Sukriyadi, yang tak puas dengan jawaban tersebut, kembali mengulang pertanyaan yang sama.

“Selisih dua ruko, Pak.”

Sukriyadi kaget, tapi dia masih bisa mengendalikan diri.

“Barang bukti ini, pada saat saksi-saksi menangkap Musafir, apakah saksi mengetahui berapa nilai uang transaksi?”

“Tidak, Pak, karena kami harus ke rumah sakit untuk mengurus Miswar.”

“Terdakwa di mobil. Bersama siapa dia di mobil? Berarti saudara saksi tidak menanyakan lagi pada terdakwa (Musafir) berapa nilai transaksi. Sampai di kantor berarti penyidik yang bertanya tentang itu, ya?”

Ketua majelis hakim, Adji Abdillah, mempertanyakan tentang sepeda motor Honda Scoopy yang ikut diamankan saat penangkapan Miswar dan Musafir.

“Waktu penangkapan kan dua motor. Motor Honda Scoopy itu milik siapa?”

“Motor milik Musafir, Pak. Penangkapan dilakukan sebelum transaksi dilakukan. BB sabu ditemukan di tangan Miswar.”

Ketua majelis hakim, Adji Abdillah, menanyakan pada Musafir apakah dia keberatan dengan keterangan saksi-saksi penangkap.

Musafir membenarkan keterangan-keterangan tersebut.

Ketiga saksi penangkap ini kemudian menghilang dari layar proyektor di ruang sidang Pengadilan Negeri Sigli.

Foto kiri: Bripka Sayed Maulidin (kiri), Briptu Akbar Juleo (tengah), dan Briptu Mirza Munandar (kanan) menjalani sidang pemeriksaan saksi secara virtual. Foto kanan: Musafir menjalani sidang pemeriksaan saksi dan pemeriksaan terdakwa perkara penyalahgunaan narkotika yang berlangsung secara virtual pada Selasa, 18 Oktober 2022. (Sinar Pidie/Candra Saymima)

Keterangan terdakwa, Musafir, berbeda dengan keterangannya di BAP dan di berkas perkara. Ia mengatakan bahwa istri Wandi satu motor dengan Miswar dalam perjalanan dari gubuk di tambak ikan di depan rumah Miswar menuju ke Bank BSI KCP Kembang Tanjong. Sementara di dalam berkas perkara tertulis bahwa Miswar berboncengan dengan Wandi, sedangkan Musafir berboncengan dengan istri Wandi.

Di dalam berkas perkara, tertulis bahwa Miswar menunggu kedatangan Wandi dan Musafir di gubuk di tambak ikan di depan rumah Miswar. Di dalam berkas perkara juga tertulis bahwa yang masuk ke dalam Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank BSI KCP Kembang Tanjong adalah Wandi—bukan istrinya.

Kata Musafir, dalam sidang pemeriksaan saksi dan terdakwa, dia menerima panggilan telepon Wandi. Musafir berkenalan dengan Samsuardi di Batam. Musafir, yang pernah merantau di Malaysia, pulang ke Aceh lewat Batam bersama Samsuardi. Wandi memintanya untuk mencarikan sabu seberat dua ons pada Selasa, 24 Mei 2022. Musafir mengatakan ia akan menanyakan hal itu pada Miswar terlebih dahulu.

“Mengapa kamu tidak lari seperti Wandi dan istrinya? Mengapa kamu pasrah saja?” tanya Adji Abdillah.

“Saya tidak sempat lari,” jawab Musafir.

“Kamu yang jauh dengan Miswar saja bisa tertangkap, tapi mengapa mereka (Wandi dan istrinya) bisa lolos?” desak Adji lagi.

Musafir tak menjawab pertanyaan itu.

“Berapa uang yang akan kamu dapatkan jika transaksi berhasil?” Adji mengganti pertanyaan.

Musafir menjawab ia tak mengetahui berapa uang yang akan diberikan Miswar jika transaksi tersebut berhasil.

“Berapa harga dua ons?”

“Saya tidak tahu.”

JPU, Sukriyadi, mengambil alih jalannya sidang dengan membaca isi BAP Musafir yang menunjukkan bahwa ia mengetahui nilai transaksi dua ons sabu senilai Rp70 juta.

“Saya lupa,” kata Musafir.

“Ini BAP kamu. Bukan kata saya, ya,” kata Sukriyadi.

Musafir kemudian membenarkan keterangannya di BAP.

Hakim anggota lainnya, Indah Pertiwi, bertanya tentang keterlibatan Musafir sebagai perantara dalam transaksi sabu sebelum-sebelumnya.

Musafir mengatakan ia baru sekali melakukan hal itu. 

Tapi Indah berkata, “Berarti Wandi juga baru kali ini menghubungi kamu? Sebelumnya apakah Wandi tahu kamu bisa menjadi perantara?”

Indah melanjutkan, “Kalau AC di rumah kamu rusak, siapa yang kamu telepon?”

“Tukang AC,” jawab Musafir.

“Nah, kenapa si Wandi telepon kamu waktu dia mencari sabu, sementara kamu sebelumnya tidak tahu menahu masalah sabu. Pertama kali ketahuan polisi, ya?”

Musafir, baik di dalam berkas perkara maupun di dalam persidangan, mengatakan bahwa sepeda motor Honda Scoopy dengan nomor polisi BL 6406 PAI adalah sepeda motor miliknya.

“Sepeda motor itu saya beli sendiri seharga Rp 8 juta,” kata Musafir di dalam sidang pemeriksaan saksi dan terdakwa, Selasa, 18 Oktober 2022.

Samsuardi alias Wandi, yang ditetapkan sebagai DPO dalam perkara yang menjerat Musafir, ditangkap tim Opsnal Satreskrim Polres Pidie pada Rabu, 5 Oktober 2022, di sebuah gubuk di tambak ikan di Gampong Paloh Meuria, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, karena kasus pencurian sepeda motor milik Anwar Ismail, warga Pulo Keurumbok, Kecamatan Sakti, Pidie, pada 4 Agustus 2022. Dalam menjalankan aksinya itu, ia turut melibatkan istrinya, Nur Chairi, dan bayi laki-laki mereka.

Foto kiri: Samsuardi alias Wandi. (Dokumentasi Anwar Ismail). Anwar Ismail, warga Pulo Keurumbok, Kecamatan Sakti, Pidie, berdiri di sisi sepeda motornya yang sempat dibawa kabur Samsuardi alias Wandi. (Sinar Pidie/Firdaus)

Saat perkara yang menjerat Musafir bergulir di Pengadilan Negeri Sigli sejak Selasa, 11 Oktober 2022, Samsuardi alias Wandi sebenarnya telah ditahan penyidik Polres Pidie. Samsuardi ditahan penyidik Polres Pidie sejak 6 Oktober hingga 25 Oktober 2022. Baik Musafir maupun Samsuardi menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Sigli.

Penyebab Kematian Miswar

Miswar, yang tak sadarkan diri setelah dibanting, dibopong ke dalam mobil Avanza hitam. Ia dibawa ke Puskesmas Kembang Tanjong. Dari Puskesmas, dengan ambulans, Miswar kemudian dibawa ke RSUD Teungku Chik Ditiro Sigli.

Keuchik Gampong Pasi Ie Leubeu, Abdul Jalil, menerima panggilan telepon pada Kamis, 26 Mei 2022, pukul 17.30 WIB. Suara di ujung telepon memerintahkannya untuk memberitahukan keluarga Miswar agar segera pergi ke ruang IGD RSUD Teungku Chik Ditiro Sigli. Abdul Jalil kemudian menyambangi rumah Miswar, dan meminta ibu Miswar, Rohana, 48 tahun datang ke rumah sakit. 

Rohana diboncengi anak sulungnya, Rahmawati, 35 tahun, bergegas pergi ke rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie itu. Ayah Miswar, M Yusuf Basyah, 58 tahun, sedang berada di Gampong Lam Roh, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, malam itu. Saat itu, Yusuf sedang mengerjakan pembangunan saluran drainase. Sehari-hari, ia bekerja sebagai tukang bangunan. Dengan mengendarai sepeda motor, ia segera pulang ke Sigli setelah memperoleh kabar yang menimpa Miswar.

Setibanya Rohana dan Rahmawati di ruang IGD rumah sakit, mereka tak diizinkan masuk ke dalam ruangan tersebut untuk melihat keadaan Miswar. 

Briptu Akbar Juleo menghampiri Rahmawati. “Miswar melawan, terpeleset, dan terjatuh,” kata Briptu Akbar Juleo pada Rahmawati.

“Tak mungkin terpeleset. Kalau terpeleset, luka adik saya paling hanya lebam-lebam,” Rahmawati tak mempercayai ucapan Briptu Akbar Juleo. Faktanya, Miswar memang tidak terpeleset melainkan dibanting oleh polisi.

Beberapa waktu saat Rohana dan Rahmawati telah berada di depan IGD, Miswar kemudian dibawa ke ruang ICU. Rohana dan Rahmawati mengekor di belakang dokter yang masuk ke ruang ICU. Mereka tak lagi dihalang-halangi untuk menemui Miswar. “Darah keluar dari kepala bagian belakangnya,” kata Rohana, Jumat, 27 Mei 2022. “Saat itu, kepalanya yang terluka sudah diperban.”

Kesedihan Rohana tak terbendung. “Saya bisikkan Syahadat empat kali di telinganya (Miswar). Air matanya mengalir di pipinya untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia meninggal,” tutur Rohana.

Rohana, ibu Miswar, berdiri di depan rumahnya di Gampong Pasi Ie Leubeu, Kecamatan Kembang Tanjong, Pidie. (Sinar Pidie/Firdaus).

Miswar menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 21.45 WIB, Kamis, 26 Mei 2022.

Yusuf, ayah Miswar, tiba di rumah sakit sekitar pukul 22.30 WIB. Kata Yusuf, Briptu Akbar Juleo menghampirinya dan memperlihatkan foto BB sabu yang dia klaim milik Miswar.

Yusuf semula berpikir Briptu Akbar Juleo bukanlah seorang polisi karena dia mengenakan celana cingkrang, berbaju gamis, dan berpeci putih. Yusuf tak akan melupakan raut wajah Briptu Akbar Juleo. Wajahnya oval dan dipenuhi brewok, kata Yusuf.

Keuchik Gampong Pasi Ie Leubeu, Abdul Jalil, tiba di RSUD Teungku Chik Ditiro Sigli pada pukul 22.00 WIB.

Di rumah sakit, Rohana dan Yusuf menolak jenazah Miswar dibawa pulang dengan ambulans polisi. Abdul Jalil berbincang dengan AKP Rustam Nawawi, polisi yang memimpin penangkapan Miswar, untuk menyampaikan keberatan keluarga Miswar jika jenazah Miswar dibawa pulang ke rumah duka dengan ambulans polisi.

Keluarga memutuskan membawa pulang jenazah dengan ambulans RSUD Teungku Chik Ditiro Sigli. Saat ambulans meninggalkan rumah sakit, Yusuf berada di belakang ambulans tersebut dengan mengendarai sepeda motor. 

Miswar dikebumikan di tanah pemakaman milik keluarganya di Gampong Pasi Ie Leubeu, Kamis, 26 Mei 2022 malam. “Darah masih keluar dari hidung (Miswar) saat jenazahnya saya mandikan,” tutur Yusuf.

Keesokan harinya, Jumat, 27 Mei 2022 pagi, Abdul Jalil kembali mendapatkan panggilan telepon. Ia diminta untuk pergi ke Polsek Kembang Tanjong.

Di Polsek Kembang Tanjong, Abdul Jalil berbicara dengan Kompol Muhammad Ibrahim. Kata Abdul Jalil, Kompol Muhammad Ibrahim hanya memperkenalkan dirinya sebagai polisi yang bertugas di Mapolda Aceh. Dia dan rombongan ingin melayat ke rumah duka. Tapi Abdul Jalil mengatakan bahwa keluarga Miswar tidak mau menerima kunjungan mereka. 

“Saya dititipkan surat penangkapan dan santunan. Santunan itu semula tidak saya terima karena keluarga menolak. Tapi kata Kompol Ibrahim, jika keluarga menolak, dia meminta saya untuk mengembalikan amplop tersebut ke Polsek Kembang Tanjong,” kata Abdul Jalil.

Kejanggalan Barang Bukti

Pada hari yang sama, Jumat, 27 Mei 2022, bekas  Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Aceh, Kombes Ruddi Setiawan, merilis siaran pers. Kata Kombes Ruddi, Miswar melempar plastik yang berisi sabu ke loteng lalu mencoba melarikan diri.

“Gerakan Miswar yang ingin melarikan diri terbaca petugas. Dia langsung dipegang dan terjadi perlawanan. Karena perlawanan itu, Miswar terjatuh dan kepalanya terbentur lantai,” tutur Ruddi, Jumat, 27 Mei 2022.

Ruddi tak menyebut berapa detail berat dua bungkus narkotika jenis sabu yang pihaknya amankan. Namun barang bukti sabu hanya diperkirakan seberat dua ons.

Dalam salinan putusan Nomor 154/Pid.Sus/2022/PN Sgi, tanggal 31 Oktober 2022, dengan terdakwa Musafir, termaktub bahwa berat sabu yang menjadi barang bukti adalah 208,72 gram, dan 15 gram di antaranya disisihkan untuk pengujian laboratorium. Sisa hasil pengujian laboratorium dijadikan barang bukti untuk kepentingan pembuktian perkara di pengadilan. Sementara sisanya, sebagaimana yang tertera di dalam salinan putusan pengadilan, telah habis dimusnahkan di kantor Ditresnarkoba Polda Aceh, Selasa, 14 Juni 2022.

Pada 30 September 2022, Kombes Ruddi naik pangkat menjadi Brigadir Jenderal (Brigjen).

Kamis, 5 Januari 2023, jabatan Ruddi Setiawan sebagai Dirresnarkoba Polda Aceh diduduki Kombes Alpen. Ruddi dimutasi ke Bareskrim Mabes Polri sebagai perwira tinggi. Ia, sampai saat ini, menjabat sebagai Direktur Intelijen Badan Narkotika Nasional (BNN).

Semula, keluarga Miswar menolak santunan polisi tersebut. Namun, sekitar satu minggu kemudian, mereka menerima santunan senilai Rp5 juta tersebut dari Keuchik Gampong Pasi Ie Leubeu, Abdul Jalil.

Dalam persidangan, polisi menyebut bahwa sepeda motor Honda Scoopy bernomor polisi BL 6406 PAI merupakan milik terdakwa Musafir, namun faktanya, sepeda motor itu merupakan milik Fitriani atau yang akrab disapa Nyak Ni, 38 tahun, warga Gampong Lancang, Kecamatan Kembang Tanjong. Nyak Ni mendesak keluarga Miswar untuk mengganti rugi sepeda motor Honda Scoopy bernomor polisi BL 6406 PAI karena sepeda motor tersebut telah diamankan polisi. Ibu Miswar, Rohana, membayar Rp5,5 juta untuk sepeda motor yang disebutkan milik Musafir. Rohana membayar sepeda motor tersebut pada 20 Juli 2022.

Rabu, 19 Oktober 2022, sinarpidie.co menemani Rohana menyambangi Kantor Kejaksaan Negeri Pidie. Rohana menyerahkan salinan bukti-bukti kepemilikan sepeda motor Honda Scoopy bernomor polisi BL 6406 PAI. Perempuan yang sehari-hari menjual mie di Keude Ie Leubeu ini juga menyerahkan kuitansi pembayaran sepeda motor tersebut pada Kasi Pidum pada Kejaksaan Negeri Pidie, Sukriyadi.

Senin, 31 Oktober 2022, majelis hakim Pengadilan Negeri Sigli menjatuhkan hukuman 9 tahun 3 bulan penjara terhadap Musafir (putusan Nomor 154/Pid.Sus/2022/PN Sgi). Majelis hakim juga menetapkan barang bukti berupa satu unit sepeda motor Honda Scoopy bernomor polisi BL 6406 PAI dikembalikan pada pemiliknya yang sah melalui penuntut umum.

Rohana mengambil sepeda motor tersebut pada Rabu, 11 November 2022.

Selang dua bulan, Rabu, 28 Desember 2022, hakim yang sama di Pengadilan Negeri Sigli yang menangani perkara Musafir, —Adji Abdillah, Cahya Adi Pratama, dan Indah Pertiwi— menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun enam bulan pada Samsuardi alias Wandi. Namun putusan itu bukan terkait dengan keterlibatan Wandi sebagai pembeli sabu, melainkan sebagai pencuri sepeda motor. 

Wandi dan istrinya, Nur Chairi, membawa kabur sepeda motor Anwar Ismail—Honda Vario hitam dengan nomor polisi BL 6371 PAT—Kamis, 4 Agustus 2022.

Pada Rabu, 28 September 2022, Anwar melaporkan kasus tersebut ke Polres Pidie. “Sebenarnya istrinya, Nur Chairi, juga ikut terjerat dalam kasus pencurian sepeda motor saya. Tapi saya kasihan padanya karena dia punya bayi,” kata Anwar.

Keterlibatan Samsuardi alias Wandi terkait pembelian sabu yang menewaskan Miswar tidak pernah diungkit dan ditindaklanjuti oleh polisi. Begitu pula penyebab kematian Miswar dan bandar sabu yang menyuplai Miswar tak terungkap.


Laporan ini merupakan bagian dari serial #PercumaLaporPolisi dan dikerjakan berkolaborasi dengan Sinar Pidie. Jika kamu pernah mengalami atau mengetahui pemerasan yang melibatkan polisi dalam kasus narkotika, bantu kami mengungkap modus-modus pemerasan tersebut dengan mengirimkan email ke [email protected]. Identitas kamu akan kami rahasiakan.

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Sinar Pidie
Mawa Kresna
16 menit