Setahun Kanjuruhan, Nol Keadilan

Adrian Mulya, Fahri Salam
6 menit

135 orang meninggal, lebih dari 600 orang luka-luka. Cuma lima orang yang divonis bersalah dan dihukum ringan, antara 1 tahun hingga 2,5 tahun penjara. 


Puluhan pemuda berkaus hitam berkumpul di depan pintu Stadion Gajayana, Malang, pada Minggu siang, 1 Oktober 2023. Mereka tergabung dalam Jaringan Solidaritas Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan. Sejumlah spanduk diikat dan ditata untuk dibagikan kepada keluarga korban yang hendak pawai menuju Stadion Kanjuruhan.

“Spanduk ini dibuat oleh teman-teman relawan yang sengaja disiapkan untuk memperingati  setahun tragedi Kanjuruhan,” ucap Ifa, panggilan akrab Cholifatul Nur.

“Kami akan terus mencari keadilan untuk anak kami yang menjadi korban. Kami semua keluarga korban ingin para pelaku dihukum seadil-adilnya.”

Puluhan peserta peringatan Setahun Tragedi Kanjuruhan berkumpul di depan Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2023. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)
Lutfiati (45) membawa foto keluarganya, korban Tragedi Kanjuruhan, dalam peringatan Setahun Kanjuruhan, 1 Oktober 2023. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)
Seorang ibu keluarga korban pingsan di Stadion Kanjuruhan dalam peringatan Setahun Kanjuruhan, 1 Oktober 2023. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)

Ifa kehilangan anak satu-satunya, Jovan Farellino Yuseifa Pratama Putra (15), pada 1 Oktober 2022, selepas rentetan tembakan gas air mata dilepaskan polisi-polisi Indonesia ke arah tribun stadion.

Saat itu Jovan menonton dari tribun delapan. Temannya mengabarkan kepada Ifa. Segera, pukul 11 malam, Ifa pergi menuju Stadion Kanjuruhan. “Sampai di sana, sudah banyak tembakan.”

Jovan adalah satu dari 135 suporter yang meninggal dunia, lebih dari 600 orang luka-luka, dari peristiwa mematikan yang diakibatkan brutalitas kepolisian Indonesia menghadapi massa di stadion dalam tragedi kematian massal terbesar dalam sejarah sepakbola dunia.

Hidup Ifa berubah drastis sejak kehilangan Jovan. Sebagai orangtua tunggal, Jovan menjadi harapan hidupnya. Sejak peristiwa itu, Ifa bersama keluarga korban lain mencari keadilan. Namun, perjuangan para keluarga korban menemui berbagai ancaman.

“Sempat hampir setiap hari ada mobil hitam tidak jauh dari rumah saya yang mencurigakan,” cerita Ifa. “Selain itu, saya sempat hendak ditabrak oleh pengendara berpakaian hitam, menggunakan sepeda motor. Beruntung saya lolos.”

Rini Handayani menangis saat memanggil nama putranya dalam peringatan Setahun Kanjuruhan. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)
Devi Athok terus menuntut keadilan untuk kedua putrinya yang meninggal dalam peringatan Setahun Kanjuruhan. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)

Devi Athok kehilangan dua putrinya, Natasya Devi Ramadhani (16) dan Naila Debi Anggraini (14), dan mantan istrinya, Gebi Asta Putri Purwoko (37).

“Nyawa tidak bisa ditukar dengan uang. Kami menuntut keadilan,” kata Devi.

Devi mengajukan laporan model B ke Kepolisian Resor Malang, artinya tipe laporan masyarakat ke polisi, setelah kecewa atas proses peradilan yang dijalankan negara menuntaskan kasus kematian massal ini.

“Saya berharap, kalau bisa pelaku dihukum mati, dipecat dari kepolisian,” ungkap Devi.

“Sakit hati. Keadilan di sini harus diperjuangkan.”

Tak hanya itu, Devi menuntut manajemen Arema FC harus bertanggung jawab lantaran tidak memberikan rasa aman bagi para suporter. Ia juga menuntut tanggung jawab eks Ketua Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI), Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, pensiunan jenderal polisi bintang tiga. Iwan Bule menjabat PSSI pada November 2019 – Februari 2023.

Dalam persidangan kasus Kanjuruhan, cuma lima orang yang diadili. Mereka adalah kepala satuan keamanan dan ketertiban masyarakat, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi;  Kepala Operasional Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto; Komandan Kompi Brimob Polda Jatim Hasdarmawan; Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris; dan kepala keamanan Arema FC Suko Sutrisno.

Sidik Achmadi dan Wahyu Pranoto sempat divonis bebas di Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur, tapi di tingkat kasasi, Sidik divonis 2 tahun penjara dan Wahyu 2,5 tahun penjara. Hasdarmawan divonis 1,5 tahun penjara. Abdul Haris divonis 2 tahun penjara di pengadilan kasasi. Suko Sutrisno divonis setahun penjara.

Solidaritas aksi peringatan Setahun Kanjuruhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2023. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)
Peserta aksi memasang spanduk di pagar pembatas dalam peringatan Setahun Kanjuruhan, 1 Oktober 2023. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)

Organisasi masyarakat sipil seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Surabaya, Kontras, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Tim Advokasi Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan (TATAK), dan Lembaga Penyuluh Bantuan Hukum Nadlatul Ulama (LPBH NU), menyebut penanganan negara terhadap peristiwa yang menyedot perhatian dunia ini “melanggengkan impunitas”; mereka yang punya tanggung jawab garis komando, dari institusi polisi, Arema FC, dan PSSI,  kebal hukum. Lima orang yang divonis itu pun hukumannya sangat ringan.

Imam Hidayat, koordinator Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan, berkata penyintas dan keluarga korban butuh waktu sangat panjang untuk bisa mendapatkan keadilan.

“Satu tahun, belum tampak keadilan bagi korban,” ujarnya.

Pekan lalu, keluarga korban melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia DPR, dan Ombudsman. Langka baru ini ditempuh setelah laporan model B yang diajukan Devi Athok dihentikan penyidikannya oleh Polres Malang.

Anggota keluarga korban memegang foto sanak famili dalam peringatan Setahun Kanjuruhan pada 1 Oktober 2023. Keluarga mereka meninggal akibat brutalitas kepolisian Indonesia di dalam Stadion Kanjuruhan, setahun lalu. Mereka menuntut keadilan seadil-adilnya. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)

“Selain itu, kami semua meminta Komnas HAM kembali turun dan ikut serta melakukan investigasi dan penyelidikan lebih mendalam kembali serta memutuskan terjadi pelanggaran HAM berat pada Tragedi Kanjuruhan,” kata Imam.

Persidangan yang sudah digelar, menurut Imam, “penuh settingan dan kejanggalan”.

“Gelar perkara dilakukan di Polda Jawa Timur tidak melibatkan sama sekali saksi dan keluarga korban,” ujarnya.

Kerabat korban menyalakan lilin di depan gerbang tribun 13, lokasi puluhan orang tergencet dan kehilangan napas setelah polisi menembakkan gas air mata ke dalam tribun Stadion Kanjuruhan, setahun lalu. Peserta aksi melakukan doa bersama di sini dalam peringatan Setahun Kanjuruhan, 1 Oktober 2023. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)
“Pancasila Tidak Sakti,” tulis peserta peringatan Setahun Kanjuruhan di dinding pembatas stadion. Bukannya menuntaskan keadilan, negara malah merenovasi Stadion Kanjuruhan untuk melenyapkan situs kekerasan negara. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)
Para peserta peringatan Setahun Kanjuruhan memasuki lapangan stadion pada 1 Oktober 2023. (Project M/Rizky Dwi Putra – CC BY-NC-ND 4.0)

Thufail, salah satu penyintas, berkata hukuman bagi para terdakwa sangat tidak sebanding dengan penderitaannya. Ia menuntut pimpinan kepolisian seperti Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dan Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta, diajukan ke meja hijau. Keduanya dicopot dari jabatannya setelah peristiwa Kanjuruhan. Sejak April 2023, Irjen Nico menjabat Ketua Sekolah Tinggi Kepolisian, lembaga pendidikan kedinasan dan akademik Polri.

Di peringatan setahun Kanjuruhan itu, Devi Athok berkata:  “Sejak kejadian ini, saya tidak akan menonton sepakbola sampai mati. Trauma.”


Artikel ini bagian dari serial #PolisiBukanPreman. Baca laporan kami yang lain tentang Kanjuruhaan:

 

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Adrian Mulya, Fahri Salam
6 menit