Kongsi Hilirisasi Nikel di Kawasan Industri Konawe Menggusur Hutan Adat Mopute

Climate Home
Fahri Salam
12 menit
Jalan menuju tambang nikel PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM). Anak usaha PT Merdeka Battery Materials ini menguasai lahan konsesi hutan yang menyimpan salah satu cadangan nikel terbesar di dunia. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News)
  • Area hutan seluas 6.500 lapangan sepakbola di Sulawesi Tenggara dialihfungsikan untuk pengembangan industri hilir nikel PT Merdeka Battery Materials (MBMA).
  • Para konglomerat tambang yang terkoneksi MBMA di antaranya Winato Kartono, Sandiaga Uno, Garibaldi ‘Boy’ Thohir, dan Edwin Soeryadjaya. 
  • PT MBMA adalah anak usaha Merdeka Copper Gold, yang berkongsi dengan investor Cina untuk membangun Indonesia Konawe Industrial Park di Sulawesi Tenggara.

 

Artikel ini adalah publikasi bersama Climate Home News.


MENERABAS hamparan rumput liar yang becek, Antero berjalan menuju kebun  tempatnya dulu menanam tomat dan cabai. Ini kunjungan pertamanya sejak setahun terakhir ke dataran tinggi Sulawesi tersebut. Di sini, di bukit-bukit yang rimbun dan lembah yang subur itu, nenek moyangnya dari masyarakat Mopute berladang secara turun-temurun.

Antero tidak menyangka tanah subur ini bakal jadi tempat traumatis. “Dulunya ini rumah saya,” katanya menunjuk setumpuk papan kayu. Sekarang Antero tinggal di Desa Lalomerui. Tapi, selama bertahun-tahun, ia dan warga Mopute tinggal di sana dan berladang di tanah ulayat tempat kuburan leluhur mereka.

Pada satu malam Desember 2022, polisi menahan Antero dan dua petani lain dengan dalih mereka masuk tanpa izin ke lahan yang sekarang dikuasai perusahaan tambang nikel PT Merdeka Battery Materials (MBMA).

PT MBMA mengontrol tambang nikel Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang memiliki salah satu cadangan nikel terbesar di dunia, bahan baku penting untuk memproduksi baterai kendaraan listrik.

Dibekingi pendanaan dari segelintir investor terkaya Indonesia, yang punya relasi kekuasaan dengan kandidat presiden Pemilu 2024, PT Merdeka Battery mengakuisisi wilayah hutan untuk membangun kawasan pengolahan nikel bernama Indonesia Konawe Industrial Park di Sulawesi Tenggara.

Pemerintahan Jokowi berambisi “hilirisasi” tambang nikel akan menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional serta mendukung transisi energi dunia. Tapi, pembangunan sentra-sentra industri baru di kawasan hutan, tanpa melibatkan konsultasi yang tulus dengan masyarakat adat dan warga setempat, malah menciptakan konflik antara perusahaan plus aparat pemerintahan dengan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada tanah dan hutan adat.

Di kawasan hutan yang bakal disulap jadi pabrik hilirisasi nikel terbaru itu, warga adat Mopute diperintahkan polisi untuk membongkar rumah dan gubuk, meninggalkan ladang, dan pindah. Jika warga mengikutinya, polisi akan membebaskan Antero dan dua petani. 

“Saya sangat takut, jadi saya turuti semua perintah mereka,” kata Didin, seorang warga desa. 

Sebagaimana banyak masyarakat adat lain dan penduduk daerah terpencil Indonesia, orang Mopute tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan yang diakui negara. 

Antero dibebaskan satu bulan kemudian dengan syarat membongkar gubuk dan meninggalkan tanahnya. Sekarang ia dan Didin mengais nafkah dengan bekerja serabutan.

Foto Kiri: Gubuk di Desa Lalomerui disegel polisi. Foto kanan: Rumah-rumah warga Mopute dibongkar di ladang hutan ulayat yang kini jadi wilayah konsesi perusahaan tambang nikel. Warga diperintahkan polisi untuk pindah kampung. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News)

Melanggar Hak Masyarakat Adat

Penangkapan para petani meredam perlawanan warga dan mengakhiri tuntutan berbulan-bulan agar pemerintah mengakui tanah ulayat.

Pemuka adat Mopute, Baharuddin Maranai, menjelaskan masyarakat adat tidak diajak berunding mengenai rencana pembangunan kawasan tambang nikel itu. Ini adalah pelanggaran atas prinsip hak masyarakat adat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang transparan dan tanpa paksaan mengenai proyek ekstraktif di atas tanah ulayat mereka.

Maranai telah melaporkan pelanggaran itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan DPR. Selain itu, melalui surat ke Kepolisian Indonesia, Baharuddin menyebut polisi telah menyalahi prosedur karena memakai pendekatan dan bahasa intimidatif, seperti membawa senjata, untuk memaksa penduduk meninggalkan kampung dan tanah adat. 

Padahal, lembaga-lembaga pemantau HAM sudah mewanti-wanti, betapapun transisi ke kendaraan listrik itu dibutuhkan demi memutus ketergantungan dunia pada energi fosil, tapi pengerukan dan pengolahan mineral tidak boleh mengulangi tindakan ugal-ugalan yang dilakukan industri ekstraktif di masa lalu.

Kepolisian dan MBMA, yang sahamnya terdaftar di bursa sejak April 2023, belum menanggapi serangkaian upaya konfirmasi untuk wawancara dan berkomentar.

Foto kiri: Baharuddin Maranai, pemimpin adat Mopute, di rumahnya. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News). Foto kanan: Baharuddin Maranai menyampaikan laporan pengaduan masyarakat kepada Komnas HAM atas dugaan pelanggaran perusahaan terhadap warga Mopute. (Baharuddin Maranai).

Ambisi Jadi Sentra Pengolahan Nikel

Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dunia. Nikel adalah logam putih keperakan yang mampu meningkatkan kepadatan energi dan kapasitas penyimpanan baterai sehingga dalam sekali isi daya bisa menghidupkan kendaraan listrik. 

Dua per tiga produksi nikel digunakan untuk membuat baja nirkarat, sebagai contoh untuk konstruksi, peralatan militer, dan pembangunan menara pembangkit listrik tenaga angin.

Maraknya penggunaan teknologi energi bersih itu, yang diperlukan demi mencapai target iklim dunia, diperkirakan meningkatkan permintaan gila-gilaan atas logam nikel. 

Sejumlah perusahaan mengharapkan Indonesia memenuhi kebutuhan itu. Pabrik kendaraan seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen meneken perjanjian untuk mendapatkan suplai nikel dari Indonesia.

Selama satu dekade terakhir pemerintahan Jokowi menjalankan berbagai kebijakan memperluas pertambangan dan pengolahan nikel. Pada 2014, usai melarang ekspor mineral mentah termasuk bijih nikel, pemerintahannya memaksa para pengusaha tambang berinvestasi mengembangkan smelter alias fasilitas pengolahan logam dan menambah nilai nikel.

Produksi nikel Indonesia diperkirakan mencapai nyaris setengah total produksi nikel dunia pada 2027.

Strategi nikel itu kini jadi bagian dari ambisi ekonomi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat kendaraan listrik global, dari sentra pertambangan dan pengolahan mineral hingga sentra produksi baterai dan harapannya pabrik kendaraan listrik.

Jantung Nikel Indonesia

Sulawesi Tenggara yang dulunya dirimbuni hutan sekarang jadi pusat nikel Indonesia. Puluhan miliar dolar mengalir untuk membangun pusat pertambangan dan pengolahan nikel untuk rantai pasok baterai kendaraan listrik.

Di sinilah Merdeka Battery Materials (MBMA), anak usaha korporasi tambang PT Merdeka Copper Gold, berniat menjadi “salah satu pemasok utama bahan baku produksi kendaraan listrik dunia” dengan membangun rantai pasok sumber baterai.

Memprioritaskan industri hilir nikel sebagai proyek strategis nasional, pemerintahan Jokowi mempermudah berbagai izin bagi perusahaan dan pengusaha tambang. Di sisi lain, kebijakan itu mengesampingkan masyarakat adat yang memanfaatkan lahan dan hutan sebagai sumber ekonomi komunitas.

Lewat kebijakan semacam itulah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengizinkan PT Merdeka Battery mengalihfungsikan 4.000 hektare “hutan produksi”, yang digunakan masyarakat desa untuk berkebun dan bertani, menjadi sebuah “kawasan industri”.

Tujuan perusahaan adalah membangun Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP). Seluas 3.500 hektare, atau seukuran 6.500 lapangan sepakbola, area itu akan jadi pusat pengolahan nikel untuk baterai. Bijih nikel tipe limonit akan dipasok dari pertambangan PT Sulawesi Cahaya Mineral di dekatnya, yang dikuasai PT Merdeka Battery.

Di situ juga akan ada pengolahan nikel untuk baja nirkarat, pembangkit listrik tenaga surya, fasilitas penampungan limbah, dan jaringan pipa untuk mengalirkan bijih nikel. 

Citra satelit deforestasi di area proyek industri hilir nikel Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) di Sulawesi dari 2013 hingga 2023. (Sumber: TheTreeMap/Nusantara Atlas)

Sepanjang Sulawesi dan Maluku Utara, berjajar perusahaan tambang nikel yang membongkar 76.000-an ha kawasan hutan, yang luasnya melebihi luas DKI Jakarta, menurut lembaga advokasi lingkungan Mighty Earth. Dan, karena berada dalam area konsesi pertambangan nikel, lebih dari setengah juta hektare hutan atau sekira seluas Pulau Bali di sana terancam musnah, ujar Mighty Earth.

“Ketika kita bicara soal Sulawesi dan Maluku, area ini termasuk wilayah dengan keanekaragaman hayati paling kaya di dunia,” kata Direktur Mighty Earth, Amanda Hurowitz. “Saya tidak berkata pertambangan nikel tidak boleh ada di Indonesia, tapi implementasinya harus sangat lebih berhati-hati,” tambahnya.

Kongsi di Belakang IKIP

Rencana PT Merdeka Battery Materials mengembangkan kawasan pabrik smelter itu dibekingi segelintir taipan nikel terbesar di dunia, termasuk dari Tiongkok yang merajai industri baterai kendaraan listrik.

Kebijakan satu dekade pro-nikel pemerintahan Jokowi telah menarik jorjoran investasi perusahaan Cina. Kawasan PT Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) adalah proyek kongsi antara PT Merdeka Battery dan Tsingshan Holding Group, produsen nikel terbesar di dunia asal Cina. Tsingshan, yang memiliki saham mayoritas dalam proyek IKIP, juga menguasai Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), kawasan smelter nikel terbesar di Indonesia, 80 km dari IKIP.

Pada 2022, Contemporary Amperex Technology (CATL), produsen pabrik baterai dan produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia asal Cina, membeli saham 5% PT Merdeka Copper Gold. Kongsi keduanya berkomitmen untuk mengembangkan rantai pasok logam baterai di Indonesia. Tahun lalu, MBMA membuat kesepakatan dengan CATL untuk membangun smelter nikel.

MBMA juga meneken kerja sama serupa dengan produsen bahan baku baterai GEM Co asal Cina. Di sisi lain, perusahaan pemurnian kobalt ternama Huayou Cobalt asal Cina, yang mengembangkan bahan baku baterai berbasis litium, juga memiliki saham di MBMA

Proyek kawasan industri nikel MBMA itu terkoneksi dengan penguasa dan pengusaha Indonesia. Diperkirakan, jejaring industri nikel itu akan memengaruhi pemilihan presiden 14 Februari 2024.

“Perusahaan tambang, terutama pengusaha tambang nasional dan daerah, diketahui mendanai kampanye politik,” kata Maria Alexandra Sare, manajer energi dan sumber daya alam di perusahaan konsultan BowerGroupAsia.

Jargon kebijakan “hilirisasi” nikel Presiden Jokowi sangatlah populer. Dua kandidat presiden, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, kemungkinan akan melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel jika terpilih. Prabowo, eks tentara yang berbisnis batubara, berpasangan dengan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming. Ganjar adalah politikus PDIP, partai penguasa yang mengorbitkan Jokowi. 

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, pebisnis-cum-politisi yang jadi Dewan Pakar di Tim Pemenangan Nasional  Ganjar-Mahfud, memiliki hampir seperlima saham di PT Merdeka Copper Gold, perusahaan induk PT Merdeka Battery Materials, melalui perusahaan Saratoga miliknya.

Di sisi seberang adalah kubu yang kritis atas kebijakan hilirisasi nikel Jokowi. Mantan menteri perdagangan Tom Lembong, yang berada dalam tim inti pemenangan kandidat presiden Anies Baswedan, menyatakan potensi kerugian Indonesia jika permintaan nikel dunia menurun akibat munculnya tipe baterai lain seperti bersumber dari litium besi fosfat (LFP). 

Pernyataan Lembong itu dibantah ramai-ramai oleh para menteri Jokowi, termasuk oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Kedua menteri ini punya bisnis tambang. 

Didin menunjukkan pohon sagu dan kelapa yang ditanam leluhurnya di tanah ulayat di dekat Desa Lalomerui. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News)

Menghancurkan Makam Leluhur

Di Sulawesi, tanah ulayat masyarakat adat Mopute, tempat leluhur Antero menanam pohon sagu dan kelapa dan menguburkan keluarga-keluarga yang meninggal di ladang hutan, kini dilarang dimasuki warga. 

“Ini tanah adat,” kata mantan Kepala Desa Pondoa, Hastin. “Warga mungkin menerima jika beberapa ribu hektare saja yang disewa,” tuturnya. Tapi, apa yang dilakukan perusahaan sekarang ini “sama saja dengan menghancurkan kehidupan kami.” 

Tanah kuburan nenek-moyang warga Mopute bakal diubah jadi tempat fasilitas penampungan limbah smelter nikel PT Merdeka Battery Materials. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News)
Foto kiri: Antero berdoa di makam kakek buyutnya. Foto kanan: Warga Mopute membersihkan tanaman liar di sekitar makam nenek moyangnya. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News)

Taktik Perusahaan Memecah Belah Warga

Di Desa Lalomerui dan Pondoa, warga menuduh perwakilan PT Merdeka Battery Materials (MBMA) membuat perjanjian dengan para pejabat desa dan ketua masyarakat tanpa persetujuan semua orang.

Perwakilan PT MBMA bertemu dengan beberapa ketua masyarakat adat Mopute di sebuah restoran seafood di Kendari, ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara, pada April 2022. Di sana digelar pertemuan yang dihadiri pejabat pemerintahan daerah dan kepolisian. 

Enam warga Mopute menandatangani surat, yang salinannya didapatkan Climate Home News, isinya adalah dukungan penggunaan tanah adat seluas 2.000 hektare. Di lahan yang terbaring makam leluhur Mopute itu akan dihancurkan perusahaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan fasilitas penampungan limbah.

Kepala Desa Pondoa, Muchlis Ukas, membela warga desa yang menerima tawaran kompensasi perusahaan atas tanah tersebut. “Saya hanya memfasilitasi [dialog antara] masyarakat dan perusahaan,” katanya.

Sampai artikel ini dirilis, kompensasi tersebut, yang akan dibagikan melalui pemerintah daerah, masih belum diterima warga. 

Desa Pondoa. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News)

Direktur Yayasan Tanah Merdeka, Richard Labiro, menjelaskan regulasi terbaru seperti revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Undang-Undang Cipta Kerja telah mengabaikan prioritas risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola. Imbasnya adalah mendahulukan proyek-proyek pertambangan di atas kepentingan komunitas atas kebutuhan lahan. Selain itu, konsentrasi kewenangan berpindah dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Hal itu, katanya, membuat masyarakat semakin susah memprotes tindakan ugal-ugalan perusahaan yang melanggar hak-hak konstitusional warga, termasuk hak mendapatkan informasi yang transparan dan tanpa paksaan untuk menyetujui atau menolak proyek-proyek pembangunan termasuk proyek pertambangan.

Dalam laporan publiknya, PT MBMA Tbk menyebut perusahaan “secara konsisten membina hubungan baik dengan masyarakat melalui dialog yang berarti, kolaborasi, bahkan kemitraan yang saling menguntungkan.”

Tsingshan, Kementerian Lingkungan Hidup, maupun Dinas Lingkungan di Konawe tidak menanggapi upaya konfirmasi Climate Home.

‘Kami akan Tergusur Dua Kali”

Di Maluku Utara, pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat adat sehubungan pembangunan kawasan industri smelter nikel sudah dilaporkan oleh Climate Rights International.

“Transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik merupakan bagian penting dari transisi global ke energi baru terbarukan,” kata Krista Shennum, periset Climate Rights International. “Tapi perkembangan industri mineral penting saat ini tidak boleh melanggengkan praktik sewenang-wenang dan merusak lingkungan yang sudah dilakukan industri ekstraktif selama puluhan tahun.” 

Maria Alexandra Sare dari perusahaan konsultan BowerGroupAsia mengamti demam ledakan nikel bikin kapasitas dan sumber daya pemerintah Indonesia ngos-ngosan mengawasi secara ketat permohonan perizinan yang buntutnya adalah meluasnya praktik buruk tata kelola pemerintahan.

“Karena banyak sekali proyek yang antre, pejabat tak punya waktu untuk benar-benar memperhatikan secara detail permohonan izin-izin ini. Pada akhirnya, KLHK akan terpaksa mengeluarkan perizinan secara terburu-buru,” katanya.

Dulunya dikelola para petani subsisten, dataran tinggi Sulawesi kini mulai terlihat bak kawasan industri. Di sepanjang jalan hutan, truk pengangkut bijih nikel lalu lalang dengan truk yang mengangkut tandan kelapa sawit. 

Sungai mulai keruh akibat pertambangan. Warga Pondoa khawatir sumber air mereka tercemar saat kawasan hutan dibongkar terus-menerus untuk pertambangan nikel.

Sungai yang menjadi sumber air di Desa Pondoa. (Franco Bravo Dengo untuk Climate Home News)

Trisno, pemuka adat tanah Kuia, perkampungan Pondoa, menuturkan ekspansi PT Merdeka Battery Minerals untuk pengembangan rantai pasok nikel di daerahnya mengancam masyarakat yang akan tergusur untuk kedua kali.

Orangtuanya pertama kali diusir dari tanah mereka selama pembunuhan massal tertuduh anggota PKI pada 1965-1966. Sebagian tanah mereka sekarang jadi kebun sawit. 

“Kalau kami menyerah sekarang, kami akan tergusur dua kali. Kami menolak kompensasi apa pun. Kami akan terus menjaga tanah nenek moyang kami,” kata Trisno.


Laporan ini adalah co-publish dengan Climate Home News. Diterjemahkan oleh Devina Heriyanto dari artikel yang dirilis CHN, “Indonesia turns traditional Indigenous land into nickel industrial zone” (rilis 6 Februari 2024).

Baca laporan lain kami dalam #HilirisasiOligarki:

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Climate Home
Fahri Salam
12 menit