Mimpi Kurir di Jambi: Jadi Karyawan Tetap dan Dapat Gaji Tetap

Mawa Kresna
9 menit
Kulup, seorang kurir Shopee Express di Kota Jambi, menelepon penerima paket sambil berkendara menuju lokasi. Menjelang Lebaran lalu, ia mengantar sebanyak 100 hingga 150 paket per hari. (Project M/Jaka H.B.)

Kulup termenung sekian detik ketika saya mengajukan satu pertanyaan padanya.

“Ada riset yang menyebutkan bahwa gaji di industri startup online shop itu gajinya Rp15 juta sampai Rp150 juta. Gaji Abang sampai segitu?”

Mungkin dalam sekian detik itu ia membayangkan bagaimana rasanya punya gaji belasan bahkan ratusan juta. Tak bakal pusing dengan urusan segala cicilan dan kebutuhan hidup. Liburan tiap bulan. Punya rumah gedong. Atau… 

“Gak mungkin lah sampai segitu,” jawab Kulup tiba-tiba memecah keheningan.

Angka itu menurut Kulup terlalu besar untuk dirinya—meskipun juga termasuk menjadi bagian pekerja industri startup e-commerce raksasa—yang cuma seorang kurir di Shopee Express, sebuah layanan antar paket khusus dari aplikasi belanja online Shopee.

Dalam mata rantai kerja industri ini, kurir seperti Kulup adalah pekerja urutan paling buncit, paling berisiko, sekaligus paling rentan. Itu pula alasan Kulup meminta saya untuk menyamarkan identitas aslinya. Meski begitu, kurir punya peran penting dalam bisnis ini.

“Kalau dalam tim sepakbola itu kami striker, ujung tombaknya. Karena risikonya kami yang menanggung. Pihak kantor pun tidak mau tahu kalau kita kecelakaan atau barang hilang, pokoknya barang sampai. Kalau barang hilang kurir yang ganti,” katanya.

Meski sadar dengan peran penting dan kondisi yang tidak enak itu, ia tak punya pilihan. Pilihannya cuma segera berkemas pagi hari, melaju dari rumahnya di Kota Jambi menuju kantor Shopee Express, lalu secepat mungkin mulai kerja. Apalagi menjelang Lebaran, paket biasanya membludak.

Awalnya Kulup bekerja sebagai pengemudi ojek online. Ia memutuskan berhenti karena mendapatkan kesempatan bergabung dengan Shopee Express yang baru buka di Jambi pada Desember 2020. Seorang kenalannya menawari pekerjaan sebagai kurir di sana dan ia langsung menerimanya.

Kini setidaknya ia sudah setengah tahun merasakan bagaimana nikmat dan perihnya menjadi seorang kurir. Panas dan hujan harus ditempuh agar bisa mengantar paket pembeli. Tiap paket yang ia antar, ia mendapatkan upah sebesar Rp2.750 per paket yang dibayarkan tiap bulan.

Perhitungan harga paket ini berbeda dengan kurir di Jakarta. “Di Jakarta itu upahnya berkurang karena perusahaan merekrut orang untuk sortir paket. Kalau di sini, kurir sekalian melakukan sortir paket sendiri,” katanya. 

Ia pun meraup banyak rezeki ketika menjelang lebaran karena jumlah paket yang ia antar jumlahnya banyak sekali, bisa mencapai 100 sampai 150 paket perhari.

“Hari ini lumayan ada 135 paket dan sampai magrib baru selesai. Sekitar pukul 18.00 WIB. Kalau sampai malam sering. Karena rasanya kalau paket kita tidak habis itu ada rasa penyesalan. Target pribadi tidak tercapai dan duit hilang, walau pun kalau dikembalikan tidak pengaruh dari kantor. Kantor tidak masalah. Yang penting lapor,” katanya saat saya temui pada bulan Ramadan kemarin.

Dalam mata rantai kerja industri ini, kurir seperti Kulup adalah pekerja urutan paling buncit, paling berisiko, sekaligus paling rentan.Click To Tweet

Sebelum pandemi semakin parah biasanya seorang kurir hanya mengantar 30 sampai 50 paket perhari. Ketika mendekati Lebaran dan Shopee memberi diskon besar-besaran seperti diskon lebaran atau diskon Ramadan, paket yang harus diantar meledak. Bisa 100 sampai 200 paket diantar satu orang kurir.

“Ini untuk estimasi besok saja (akhir Ramadan) untuk Kota Jambi ada sekitar 20.000 paket. Sekitar 20 persen dari total itu masuk ke Kecamatan Kota Baru dan Alam Barajo. Sisanya Jambi Selatan, Jambi Timur, Telanai, dan kecamatan lain,” ujarnya.

Kulup sendiri rata-rata mengantar 100 paket perhari. “Tapi di situlah keuntungannya semakin paket banyak alhamdulillah gajinya banyak,” kata Kulup.

Meskipun begitu, Kulup harus bekerja keras menghabiskan berliter-liter bensin setiap harinya. Dia pun harus berada di jalanan sejak pukul 07.00 WIB hingga malam. Tak jarang dia harus pulang di atas pukul 20.00 WIB.

Untuk meringankan beban kerjanya, Kulup mengatur strategi dengan cara paket dengan tujuan di sekitar rumahnya diantar belakangan. Lagi pula dia mendapat tugas mengantar sudah ditentukan zonanya kecamatan mana saja dan dekat dengan rumahnya. Lebih enak lagi terkadang tetangganya datang mengambil paket langsung ke rumah Kulup pada sore atau malam hari, tanpa perlu diantar.

“Itu ‘kan juga yang dekat-dekat rumah. Wilayah penugasan sesuai domisili kita tinggal. Kalau saya di Kecamatan A, ya di areal A lah antarnya, kemudian kalau di kawasan Mayang, Bagan Pete. Per distrik,” katanya.

Kulup menata paket sesuai lokasi alamat antar yang berdekatan. Wilayah penugasannya adalah Kecamatan Alam Barajo di Kota Jambi. (Project M/Jaka H.B.)

Saya mencoba mengkonfirmasi keterangan dari Kulup ke Shopee Express cabang Jambi di kawasan Jl. Soekarno – Hatta RT 01 Kecamatan Paal Merah Kota Jambi, pada Sabtu (5/6/2021) lalu. Namun melalui satpam pimpinan cabang mengatakan menolak menemui wartawan.

Sementara itu Radityo Triatmojo, Kepala Kebijakan Publik, Shopee Indonesia membenarkan bahwa ada kurir Shopee Express—seperti Kulup, namun ada juga yang berstatus karyawan. 

“Namun, perlu diketahui bahwa tidak sedikit mitra pengemudi SPX justru tidak ingin menjadi karyawan. Mereka memilih menjadi mitra dikarenakan jam kerja yang lebih fleksibel di mana mereka bebas menentukan hari kerja mereka sendiri,” kata Radityo lewat keterangan tertulis kepada Project Multatuli.

Beda Perusahaan Sama Nasibnya

Meski berstatus mitra seperti layaknya pengemudi ojek online, Kulup bisa dibilang sedikit lebih beruntung dibanding sesama kurir di perusahaan lain. Setiap bulan pendapatannya bisa mencapai Rp 4 juta—dengan bekerja lebih dari 8 jam untuk mendapatkan pendapatan lebih dari UMP Jambi sebesar Rp2,6 juta— dan mendapat jaminan sosial dari kantornya berupa BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. 

Bandingkan dengan Rustam misalnya (bukan nama asli) yang baru bekerja di ID Express sebagai kurir selama 4 bulan. Di perusahaan ini Rustam berstatus karyawan kontrak. Rustam mendapatkan gaji pokok Rp2.175.000 ditambah Rp 500 per pengantaran paket. Ia juga dapat uang makan dan bensin Rp30.000 per hari yang masuk dalam komponen gaji pokok.

Rustam menaksir pengeluarannya dalam satu bulan ditambah pengeluaran rutin lebih dari Rp 1 juta rupiah. Sedangkan pendapatannya bisa Rp 2,7 juta sampai Rp 3 juta belum dipotong uang makan.

Rustam sebenarnya juga difasilitasi pembayaran BPJS mandiri oleh kantornya jika ia sudah 6 bulan bekerja. BPJS mandiri ini sama saja artinya dengan membayar BPJS dengan uang sendiri, namun dibantu proses pembayarannya oleh kantor.

Saya mengkonfirmasi keterangan Rustam itu ke kantor ID Express di kawasan Thehok Kota Jambi. Saya diarahkan bertemu Tri Mulyo selaku supervisor area dan Ryan selaku bagian operasional. Mereka kompak menjawab: “Itu bukan bagian kita.”

Meski begitu salah seorang staf ID Express yang tak ingin disebut namanya membenarkan keterangan Rustam. Ia menambahkan bahwa gaji kurir dipotong Rp500.000 selama 6 bulan pertama sebagai uang jaminan. Uang jaminan itu baru diberikan ke kurir setelah berhenti bekerja. Soal status kontrak dan freelance, ia bilang tidak ada bedanya, sebab mereka tetap bisa diberhentikan sewaktu-waktu.

Roy, bukan nama asli, seorang kurir di Ninja Xpress juga tak jauh beda nasibnya. Ia mengatakan sistem gaji di perusahaan tempatnya bekerja ada dua yaitu karyawan dan freelance. “Kalau karyawan ada gaji tetap dan tidak berkurang, kalau sampai target bisa lebih besar. Sedangkan freelance gajinya harian sekitar Rp100.000. Itu di luar uang bensin,” katanya.

Roy memilih kurir dengan gaji tetap. Orang-orang di kantornya menyebut kurir dengan gaji tetap itu dengan istilah OCD, namun Roy sendiri tak tahu kepanjangannya. “Mau mengantar paket sedikit atau banyak, Rp100.000 ditambah uang minyak Rp25.000. Jadi sudah tahu gaji kita hanya Rp125.000. Kalau tidak masuk hari itu kita nggak dapat uang. Uang Rp25.000 itu masuk ke gaji,” katanya.

Fasilitas yang membedakan karyawan tetap dan freelance adalah BPJS, hanya karyawan tetap yang mendapat. “Sebelum masuk kerja diberi pilihan maunya kerja harian dengan gaji tetap atau gaji harian tergantung paket, yaitu Rp1.000 per paket dan bonus capaian target,” katanya.

Capaian target itu bertahap dari target 30 paket dengan bonus Rp 30 ribu, target 44 paket dengan bonus Rp 60 ribu dan target 62 paket dengan bonus Rp 70 ribu. “Jadi kalau lagi banyak paket, gaji freelance ini lebih besar,” katanya.

Soal status kontrak dan freelance, ia bilang tidak ada bedanya, sebab mereka tetap bisa diberhentikan sewaktu-waktu.Click To Tweet

Namun pasca Lebaran, kiriman paket turun drastis. Mereka yang bekerja freelance pun terdampak. “Habis Lebaran paket dikit. Kurir ada 30. Jadi dalam bulan ini ada yang diliburkan tiga sampai empat hari. Jadi dalam bulan besok gaji kami paling Rp1,5 juta sampai Rp2 juta. Karena masuknya nggak full. Beda dengan karyawan tetap, berapa pun paket, gaji tetap,” katanya.

Oki selaku station manager Ninja Xpress Jambi mengatakan setiap kurir statusnya freelance ketika baru masuk. “Nanti dinilai attitude-nya dengan konsumen dan kinerjanya, setelah dievaluasi bisa 3 bulan bisa 6 bulan nanti baru kita ajukan jadi PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu),” katanya.

Kurir PKWT ini akan mendapat gaji tetap dan asuransi seperti BPJS serta insentif per paket. Oki mengatakan gaji mereka sesuai UMR (Upah Minimum Regional).

Dia mengatakan untuk freelance akan dibayar per paket. “Kalau per paket Rp1.000 sampai Rp1.200 dan setiap minimal bawa berapa paket dapat bonus. Minimal bawa 40 paket dapat bonus dan jika sampai target tertentu lagi dapat bonus lagi,” katanya.

Ancaman Denda, Gaji Tak Seberapa

Selain gaji yang mepet UMR, para kurir juga terancam denda jika mereka bekerja tak sesuai prosedur. Di ID Express Rustam bilang, kurir bisa dikenai denda sebesar Rp1 juta bila lupa mengambil foto bukti paket sudah diantar. Pelanggaran itu biasa disebut fake scan

“Lalu kalau kita mengantar barang ke customer dan mereka tidak di tempat, lalu kita menitipkan pada tetangganya tanpa sepengetahuan customer, maka itu juga kita kena,” katanya.

Kulup menyerahkan paket kepada penerima. Tanggung jawab besar kurir dalam pengantaran paket tidak diganjar penghasilan memadai. (Project M/Jaka H.B.)

Kalau kurir melakukan kesalahan seperti itu 3 kali maka status mitra akan diputus atau dengan kata lain dipecat. Padahal menurut Kulup SOP ini memperlambat pekerjaan. 

“Jadi memperlambat kerjaan kalau harus mengikuti SOP. Apalagi pas foto, terkadang buyer nggak mau difoto,” katanya.

Sebenarnya angan-angan para kurir tak muluk-muluk, mereka hanya ingin punya status dan jenjang karir yang jelas. Rustam, Roy, dan Kulup ketiganya ingin mendapat status karyawan tetap, gaji tetap dengan fasilitas lainnya sama hal dengan para karyawan di industri startup lainnya. 

“Tidak karyawan kontrak lagi,” harap Rustam.


Tulisan ini adalah bagian dari serial reportase #SekrupKecil di Mesin ‘Big Tech’ yang didukung oleh yayasan Kurawal.

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Mawa Kresna
9 menit