Napas Panjang Perjuangan Hak Buruh Sawit di Sumatra Utara: Bertemu Harapan Saat Berserikat

Ronna Nirmala
14 menit
Potret seorang buruh penyemprot di lahan kelapa sawit PT Perkebunan Milano Sei Daun. (Project M/Andri Ginting)

Dengan berserikat, buruh-buruh perkebunan kelapa sawit memiliki imajinasi perjuangan menghadapi perusahaan raksasa. Meski tak melulu menghasilkan kemenangan, setidaknya mereka punya tempat merawat harapan.


HAMPIR DUA DEKADE bekerja sebagai buruh sawit menyadarkan Santoso bahwa ia tak punya kuasa yang cukup untuk membela hak-haknya di hadapan perusahaan.

Bagi PT Perkebunan Milano Sei Daun, anak perusahaan multinasional Wilmar Plantations Ltd. di Sumatra Utara, Santoso hanya perkakas yang dimanfaatkan korporasi mengeruk untung sebesar-besarnya secara sepihak. Karenanya, ia terdorong berserikat untuk mencari perlindungan dan ruang mengasah perspektif perjuangan.

Beberapa serikat buruh pernah ia ikuti, namun belum ada yang membuatnya kerasan. Sampai Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (SERBUNDO) masuk Sei Daun pada 2015, segera ia tahu mesti bergabung ke mana.

Ia langsung tertarik. Pasalnya SERBUNDO yang paling intens menanyakan beragam permasalahan dasar mereka, dari mulai premi produksi, alat kerja, alat pelindung diri (APD), hingga jaminan kesehatan.

Ia seketika terikat menjadi bagian dari pengurus basis SERBUNDO di Sei Daun yang paling awal hingga kini.

Saya menemui Santoso di sebuah pekarangan di tengah perkebunan kelapa sawit, ketika cuaca berangin setelah siang beringsang, Februari lalu. Ia berdandan necis dengan setelan celana jeans dan kaos kerah.

Di pekarangan terhampar terpal persegi sebagai alas untuk Santoso dan selusin pengurus basis SERBUNDO mendiskusikan kondisi kerja terkini. Hadir di tengah mereka perwakilan Dewan Pengurus Pusat SERBUNDO dan Dewan Pengurus Cabang Labuhanbatu.

“Sekitar awal COVID-19 banyak perubahan di sini. Kayak natura yang tidak ada lagi, perusahaan bilang karena dampak dari COVID-19. Lalu kenaikan premi dan basis borong. Kami tidak menolak kenaikan premi, yang kami tolak jumlah basis borong,” katanya.

Natura adalah tunjangan uang beras yang dihitung dengan perincian kelipatan, yakni jatah pekerja 15 kg/bulan, istri pekerja 9 kg/bulan, dan anak ke 1-3 masing-masing 7,5 kg/bulan.

Masalah buruh di PT Perkebunan Milano Sei Daun mirip masalah di PT Daya Labuhanbatu dalam laporan kami sebelumnya: beban kerja berat, beragam penalti, gaji yang tidak pernah naik, sakit tetap bekerja, dan pengajuan pensiun muda yang rumit.

Kedua perusahaan itu juga sama-sama bagian dari Wilmar Group Region I Sumatra. Kepemilikan PT Perkebunan Milano dikuasai oleh PT Sentratama Niaga Indonesia (SNI) dan Wilmar Plantations Ltd. SNI merupakan perusahaan yang mengendalikan PT Wilmar Cahaya Indonesia.

Seorang buruh penyemprot memakai sarung tangan sebelum bekerja di lahan kelapa sawit PT Perkebunan Milano Sei Daun. (Project M/Andri Ginting)

Dalam forum, para pengurus bergantian berbicara. Forum mengalir lancar dan intens, tak peduli sekencang apa angin bertiup. Mereka sudah mengantisipasi potensi meriang dengan mi telur pakai nasi dan kopi robusta panas yang terhidang di tengah-tengah mereka.

“Sepertinya perusahaan mulai anggap kita kurang ketat. Mereka jadi balik asal lagi, penekanan lagi. Bahkan ada kebijakan tanpa melalui perundingan dengan serikat,” kata Hadi, pengurus serikat lainnya.

“Saya dengar isunya karena ada pergantian manajemen di Jakarta. Denda pemanen, denda SP (surat peringatan) yang sempat hilang, akhir-akhir ini muncul kembali,” sambung Santoso.

Perjuangan Pintu ke Pintu

Pada masa silam, Santoso dan rekan-rekan kerja lainnya hanya berstatus buruh harian lepas (BHL) yang dipekerjakan tak lebih dari 20 hari dalam sebulan.

Mereka menduga perusahaan sengaja menghindari kewajiban dalam Undang-Undang (UU) 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang mewajibkan perubahan status pekerja lepas yang bekerja lebih dari 21 hari dalam sebulan selama tiga bulan berturut-turut menjadi pegawai tetap.

Santoso pernah menjadi BHL di bagian pemanen dengan gaji Rp650 ribu per bulan. Upah berbeda didapatkan Tini, buruh BHL di bagian perawatan yang pernah hanya digaji Rp83 ribu per hari.

Status sebagai BHL membuat mereka tidak dapat asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, bonus, alat kerja, dan APD. Mereka juga rentan dipecat dengan tiba-tiba.

Kondisi itu mendorong SERBUNDO masuk ke anak perusahaan Wilmar di Labuhanbatu itu. Misi utama mereka meningkatkan kesejahteraan buruh dengan mendorong perubahan status BHL menjadi Syarat Kerja Umum (SKU) atau pekerja tetap.

Ada dua anak perusahaan Wilmar di Kabupaten Labuhanbatu: PT Perkebunan Milano di Sei Daun dan PT Daya Labuhan Indah. Keduanya berjarak sekitar 56 km.

Sejumlah buruh penyemprot berjalan menuju titik lokasi kerja di lahan kelapa sawit PT Perkebunan Milano Sei Daun. (Project M/Andri Ginting)

Wilmar Sustainability Report 2015 melaporkan untuk wilayah perkebunan Sumatra, perusahaan mempekerjakan 3.439 buruh yang masih berstatus temporer dan 10.260 buruh tetap.

“Kami langsung berkomunikasi dengan perusahaan agar mendorong buruh menjadi karyawan tetap,” kata Santoso. “Tapi perusahaan tidak langsung menerima. Kami lakukan secara bertahap.”

Ketika itu perjuangan terjadi secara simultan di seluruh pengurus basis yang ada di Labuhanbatu. Tuntutan paling utama adalah status pekerja.

Tuntutan lainnya adalah perusahaan menyediakan alat keselamatan kerja yang sepadan, asuransi kesehatan, peningkatan premi produksi, kebebasan berserikat, air bersih, cuti sakit dan haid, cuti hamil dan melahirkan, menghapus denda kerja, dan bersikap transparan kepada buruh.

“Keluar semua tenaga dan pikiran kami untuk memperjuangkan ini semua; kami intens berkomunikasi satu sama lain agar menjadi satu suara dan kekuatan untuk mendobrak permasalahan ini,” kata Santoso.

Advokasi mereka bukan hanya mendapat tantangan penolakan perusahaan, tetapi kepercayaan rekan buruh kepada tuntutan yang diperjuangkan SERBUNDO.

Masih banyak buruh yang beranggapan kondisi kerja mereka baik-baik saja dan perlu disyukuri. Sekalipun mereka menyadari ada sesuatu yang salah, mereka tak berani ambil sikap lantaran takut kehilangan pekerjaan.

“Ketakutan itu manusiawi. Apalagi buruh-buruh di sini hanya tamatan SD, paling tinggi SMP. Mereka yang penting bisa bekerja dapat upah, walaupun dengan upah yang belum layak. Tapi kami coba terus yakinkan dengan pendekatan dari pintu ke pintu,” kata Santoso.

Tini pun awalnya enggan bergabung serikat meskipun ia menyadari perusahaan belum menyejahterakan. Meski tanpa tunjangan, ia tetap membutuhkan pekerjaan demi menafkahi keempat buah hati.

“Awak takut dikira membangkang perusahaan,” katanya. “Tapi kawan-kawan itu terus meyakinkan awak.”

Tini adalah salah satu buruh perempuan yang bergabung pada awal kedatangan SERBUNDO ke Sei Daun. Ia bersemangat berserikat tapi tak punya waktu untuk menjadi pengurus.

“Banyak kali kerjaanku: mengurus anak, kerja sampingan untuk jajan anak. Biarlah aku di bawah tapi aku mendukung kalian,” katanya.

Tini komitmen dengan dukungannya. Ia banyak mengajak buruh perempuan lain bergabung. Caranya unik. Mula-mula, ia merahasiakan status keanggotaannya kepada buruh lain, agar tak terlihat sedang merekrut seseorang.

“Kalau aku sedang kumpul dengan kawan, aku cerita saja, ‘sudah loh, daripada kamu bingung, sekarang kan payah, mau jadi SKU pun payah, kalau ada serikat kita mau mengajukan apa-apa enak’,” kata Tini.

Jadi kakak masuk serikat juga?” cerita Tini tentang respons salah satu kawannya itu.

“Entah ya, tengok nantilah. Kalau kamu mau masuk, masuklah duluan. Kamu tau, kan, aku orangnya kekmana?” jawab Tini

“Dapat aku tiga orang masuk serikat. Nanti ganti kawan, aku bilang yang sama.”

Seorang buruh penyemprot memasukkan cairan pestisida saat bekerja di lahan kelapa sawit PT Perkebunan Milano Sei Daun. (Project M/Andri Ginting)

Laporan Amnesty International yang berjudul “Skandal Besar Minyak Kelapa Sawit: Pelanggaran Ketenagakerjaan di Belakang Nama-Nama Merek Besar” pada 2016, menjabarkan sederet persoalan buruh di perkebunan sawit, termasuk yang bekerja untuk perusahaan Wilmar di Labuhanbatu.

Semisalnya keterlibatan pekerja anak di perkebunan kelapa sawit, pembayaran uang lembur yang disesuaikan dengan produktivitas bukan dibayar per jam, risiko kecelakaan kerja terpapar zat kimia, tes cuti haid yang melecehkan perempuan, dan pemaksaan bekerja dalam kondisi bencana kabut asap.

Wilmar International Ltd. merespons dengan inspeksi internal yang kemudian mereka rilis sebagai Internal Assessment Report on Human and Labour Rights Issues in North Sumatra pada 16 September 2016.

Mereka berjanji akan menindaklanjuti dengan melakukan pemantauan internal untuk permasalahan yang ditemukan. Tetapi mereka menyangkal keterlibatan pekerja anak di perkebunan mereka. Mereka hanya mengakui banyak anak-anak buruh yang putus sekolah, lalu berjanji akan memberikan jaminan pendidikan untuk anak-anak buruh.

Sementara untuk pekerja sementara yang mayoritas adalah perempuan, Wilmar mengklaim keputusan menjadi BHL merupakan keinginan buruh yang bersangkutan.

“Mereka lebih suka menjadi BHL karena jam kerja yang fleksibel, memungkinkan mereka untuk mengurus rumah tangga. Jam kerja fleksibel tidak mungkin diatur dengan kontrak kerja tetap,” tulis Wilmar.

Kemunculan Surat Bantahan

SENIN, 09 Januari 2017, pihak manajemen perusahaan memanggil para pimpinan dan pengurus basis SERBUNDO di PT Perkebunan Milano dan PT Daya Labuhan Indah.

Ada tiga agenda pertemuan, yakni membahas laporan Amnesty International tentang pekerja anak, pelanggaran hak pekerja, dan diskusi/klarifikasi dengan serikat pekerja PT Milano dan PT Daya Labuhan Indah.

Santoso mengatakan basis SERBUNDO sempat menolak pemanggilan manajemen. Mereka kemudian meminta pertimbangan Herwin Nasution, Ketua Umum SERBUNDO.

“Katanya, jangan berangkat karena bukan jam dinas. Kita tidak tahu akan terjadi apa di sana,” kata Santoso. Namun, ketua basis SERBUNDO di Sei Daun dijemput pihak manajemen.

Dalam pertemuan tersebut, manajemen perusahaan berjanji menindaklanjuti keluhan setiap buruh, seperti: pembuatan instalasi air bersih secara permanen, menindak mandor yang menekan buruh, menyediakan dan memberikan alat kerja dan APD secara gratis.

Manajemen meminta buruh untuk menempuh wadah perundingan melalui Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit jika ada keluhan di tempat kerja. Manajemen juga meminta buruh untuk mengklarifikasi laporan Amnesty International.

“Kita berharap bahwa tuduhan Amnesty tentang pelanggaran ketenagakerjaan ini secepatnya dapat kita klarifikasi, untuk menunjukkan bukti atas ketidakbenaran tuduhan tersebut,” ucap GM Wilmar Group Region Sumatera I, Low Kim Seng, sebagaimana yang tertulis dalam catatan notulensi pertemuan.

Tiga hari setelah pertemuan, pengurus basis Sei Daun dan Marbau menerbitkan surat dengan kop resmi lembaga yang berisi penyangkalan mereka atas isi laporan Amnesty International.

Hanya pimpinan pengurus basis PT Daya Labuhan Indah yang menolak membuat surat klarifikasi tersebut.

“Orang-orang SERBUNDO didekati, ada bujuk rayu dan ancaman. Dan akhirnya mereka tanda tangan,” kata Herwin Nasution.

Herwin kemudian berunding dengan manajemen Wilmar tingkat nasional. Sampai kemudian perusahaan sepakat untuk melakukan perubahan.

“Dia bilang, ‘apa kita mitra?’ Saya bilang, ‘ya, kita mitra, tapi mitra harus yang baik.’ Kita salaman. Dia lakukan perubahan, tidak hanya di Sumatra Utara, tapi juga di Sumatra Barat,” kata Herwin.

Dua buruh menyemprotkan cairan pestisida di lahan kelapa sawit PT Perkebunan Milano Sei Daun. (Project M/Andri Ginting)

Project Multatuli berupaya menghubungi pihak Wilmar Indonesia melalui Head of Human Capital mereka, Erlina Panitri, via pesan singkat dan surat resmi permohonan wawancara. Mereka menolak untuk diwawancarai.

Selama periode 2015-2017, SERBUNDO berhasil mengupayakan perubahan terhadap kondisi kerja buruh, yang paling kentara adalah meningkatnya status pekerja dari BHL menjadi karyawan tetap.

Laporan Wilmar Sustainability Report 2017 mencatat perusahaan telah mengangkat 826 BHL di PT Perkebunan Milano dan PT Daya Labuhan Indah menjadi karyawan tetap. Perusahaan mengklaim sisa BHL tak lebih dari 5% ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai 45% dari keseluruhan pekerja.

Menyusul kemudian perubahan lainnya, seperti: jaminan ketenagakerjaan dan kesehatan, tenaga kesehatan berupa dokter di klinik perusahaan, alat kerja dan APD, kebebasan berserikat, depot air bersih, keringanan beban kerja, kenaikan premi, tunjangan tetap dan tidak tetap, dan pendidikan.

“Selama ada serikat ini, banyak perubahannya, banyak enaknya,” ujar Tini.

Perjuangan Belum Usai

Selusin pengurus basis SERBUNDO masih intens berdiskusi di pekarangan saat langit mulai gelap dan angin semakin kencang dan nyaris menggulung terpal yang mereka duduki.

Mereka masih tak habis pikir dengan sikap perusahaan yang terus membuat kebijakan-kebijakan yang memberatkan mereka. Sementara, tak semua buruh merasa punya cukup energi untuk meladeni perusahaan.

Santoso mulai jenuh menjadi buruh. Ia sedang merencanakan pensiun dini, meskipun ia tahu perusahaan belum tentu menyetujui.

“Banyak yang sudah 20 tahun kerja, mengajukan pensiun tapi kena pertimbangan perusahaan. Hal ini perlu diperjuangkan juga, mengapa sudah tertera di PKB masih diganjal?” katanya.

Seorang buruh melepaskan alat kerja setelah melakukan penyemprotan di lahan kelapa sawit PT Perkebunan Milano Sei Daun. (Project M/Andri Ginting)

Jika mengacu Perjanjian Kerja Bersama (PKB) serikat buruh dengan perusahaan, setiap buruh yang sudah bekerja lebih dari 20 tahun berhak mengajukan pensiun dini, namun dengan pertimbangan perusahaan.

Klausul “petimbangan perusahaan” menjadi ganjalan buruh mendapatkan hak pensiun dini mereka. Seperti yang dialami Joko, seorang buruh mandor, pernah kesulitan mengajukan pensiun dini meski sudah bekerja lebih dari dua dekade untuk PT Perkebunan Milano.

Dua tahun silam, Joko bersurat ke perusahaan untuk menjelaskan kondisinya yang terus menurun sehingga tak bisa bekerja dengan maksimal. Ia menderita penyakit lambung, mata rabun, darah tinggi. Satu ketika, ia juga pernah mengalami strok.

“Saya pernah pingsan dan strok, rahang belok tidak jumpa sama atas. Karena darah tinggi, satu lagi karena lambung,” kata Joko.

Ia menyadari beban kerja yang berat memengaruhi kesehatannya. Tugas mandor gampang buat Joko marah-marah.

“Maunya emosi terus. Masalah banyak: karyawan di lapangan, belum pimpinan, jumpa lagi orang PKS (pabrik kelapa sawit)… Kita kerja punya target setahun harus dapat 20 ribu ton. Akhir tahun mulai was-was. Nggak dapat target pengaruh ke bonus,” ujar Joko.

Permohonan pensiun Joko tidak langsung disetujui perusahaan dengan alasan ia merupakan buruh yang bagus dalam bekerja. Tapi penyakit Joko mudah kambuh dan ia khawatir kesehatannya semakin buruk jika harus menunggu lima tahun lagi sampai batas usia pensiun. Joko membawa permasalahan ini ke Disnakertrans Kabupaten Labuhan Batu. Awal 2023, perusahaan baru menerbitkan surat keterangan pensiunnya.

“Baru setengah bulan sejak pensiun, manajemen telepon, awak diminta kerja. Awak jawab, ‘nggak mau lah, nggak ada itu, aku mau sehat’ Alhamdulillah sekarang aku sehat,” kata Joko dengan senyum kecilnya menyarati kemenangan.

Sedangkan Santoso masih harus menunggu beberapa tahun sebelum bisa mengajukan pensiun dini.

Namun, ia sudah ambil ancang-ancang berwirausaha dengan membuka warung sembako dan bengkel tambal ban.

“Pola pikir saya terbuka setelah berserikat, ngapain saya capek-capek kerja, sementara premi tidak memadai, untuk apa dikejar? Mending saya pulang ngurus bengkel. Lebih masuk akal. Risiko kerja jauh lebih ringan,” katanya.

Alat pelindung badan yang digunakan oleh buruh dikeringkan setelah digunakan untuk penyemprotan di lahan kelapa sawit PT Perkebunan Milano Sei Daun. (Project M/Andri Ginting)

Masalah premi produksi yang kecil menjadi masalah yang masih buruh perjuangkan hingga sekarang.

Pada Agustus 2022, pengurus basis di PT Perkebunan Milano dan PT Daya Labuhan Batu mengajukan permohonan perundingan bipartit untuk membahas perhitungan premi yang mesti diatur ulang, bersamaan dengan beberapa poin masalah lainnya.

“Kemarin perusahaan mewacanakan untuk menaikan premi tapi basis borong pemanen juga naik. Apa gunanya premi naik, kerjaan juga bertambah. Nol sama sekali,” kata Santoso.

Perusahaan menetapkan Rp30 untuk satu kilogram janjangan. Artinya, untuk 1.000 kg tandan buah segar yang buruh panen, dihargai Rp30 ribu. Sementara, basis atau target harian mereka sekarang sekitar 900 kg sampai 1.100 kg per hari. Sehingga mereka mustahil memenuhi target harian dan semakin jauh dari kemungkinan mendapatkan premi produksi.

“Kalau perlu ada premi bertingkat. Perusahaan minta banyak, karyawan harus dapat hasil banyak juga, kan wajar. Kalau premi kecil, pemanen juga malas-malasan,” timpal Hadi.

Ada juga penetapan penambahan activity rate yang akan berakibat penalti dan denda jika tidak dikerjakan. Imbasnya premi kembali dipotong. Jika buruh tak punya premi, perusahaan akan memberikan surat peringatan.

“Sebenarnya denda ini pernah muncul tahun 2015-2017. Tapi kita tolak dan hilang. Akhir-akhir ini muncul kembali,” kata Santoso.

Infografik aturan penalti bagi buruh pemanen dan pemuat PT Daya Labuhan Indah yang berlaku 1 Juli 2022. (Project M/Zulfikar Arief)

Sejak pandemi COVID-19 mulai menjangkiti Indonesia, perusahaan juga menghentikan pemberian tunjangan uang daging dan uang beras atau natura. Melalui surat edaran, perusahaan beralasan penghentian itu karena pandemi yang menyebabkan perekonomian global merosot dan berdampak pada pendapatan Wilmar yang turun.

Kendati begitu, laporan tahunan perusahaan periode 2019-2021 mencatat peningkatan pendapatan perusahaan setiap tahunnya. Pada 2019, pendapatan mereka mencapai Rp3,1 triliun, 2020 naik menjadi Rp3,6 triliun, dan 2021 meningkat lebih dari setengahnya menjadi Rp5,3 triliun.

“Kami pikir tahun depan akan keluar tapi tidak juga. Kami pertanyakan lagi, manajemen bilang natura sudah bagian dari upah, alasannya bukan COVID-19 lagi. Tapi slip gaji kami belum ada berubah,” kata Santoso.

SERBUNDO menggugat perusahaan ke Pengadilan Hubungan Industrial hingga ke tingkat Mahkamah Agung. Namun, nasib baik tidak berpihak pada mereka. Hakim menolak gugatan mereka agar perusahaan membayarkan natura buruh.

“Walaupun kalah, saya harus cari alternatif lain… Mungkin perdata. Tapi masih didiskusikan,” kata Herwin.

Kondisi kaki seorang buruh penyemprot di PT Perkebunan Milano Sei Daun yang terkena luka dan kutu air. (Project M/Andri Ginting)

Wilmar International Ltd. sebagai anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebenarnya sudah berkomitmen untuk menerapkan kebijakan tanpa deforestasi, tanpa gambut, dan tanpa eksploitasi, yang telah mereka perbarui pada November 2019.

Komitmen mereka menyangkut pemenuhan hak-hak buruh, seperti menjunjung tinggi hak pekerja yang mau mengundurkan diri, kebebasan berserikat, perundingan bersama, menyediakan tempat kerja aman dan sehat, bebas diskriminasi dan pelecehan, menerapkan konsep pengupahan yang adil dengan mempertimbangkan target produksi dan jam kerja yang wajar.

Komitmen kebijakan tersebut berlaku untuk semua anak perusahaan Wilmar di seluruh dunia termasuk kilang, pabrik, atau perkebunan yang mereka punya dan kelola. Termasuk berlaku bagi para pemasok pihak ketiga.

Namun, kondisi buruh di ancak bertolak belakang dengan komitmen kebijakan mereka.

“Kita sudah merasa tidak sesuai lagi. Buruh ini jantungnya perusahaan. Harus kita adakan aksi biar mereka terbuka hatinya?” kata Hadi.

Seluruh nama buruh sawit disamarkan untuk alasan keamanan. 

Terima kasih sudah membaca laporan dari Project Multatuli. Jika kamu senang membaca laporan kami, jadilah Kawan M untuk mendukung kerja jurnalisme publik agar tetap bisa telaten dan independen. Menjadi Kawan M juga memungkinkan kamu untuk mengetahui proses kerja tim Project Multatuli dan bahkan memberikan ide dan masukan tentang laporan kami. Klik di sini untuk Jadi Kawan M!

Liputan Terkait
Ronna Nirmala
14 menit